20. Akhtar (9 Tahun Lalu)

144 10 0
                                    

Minggu pagi saat sedang asyik merakit gundam yang baru kubeli beberapa waktu lalu, aku mendengar bel rumahku berbunyi. Karena di rumah ini hanya ada aku, ayahku, dan beberapa asisten rumah tangga yang jam segini selalu sibuk bekerja di belakang rumah, aku berinisiatif membuka pintu untuk tamu yang datang. Mungkin itu tamu untuk ayahku karena aku tidak ada janji bertemu ketiga sahabatku.

Saat membuka pintu, aku rasanya tidak mempercayai mataku sendiri. Aku sama sekali tidak pernah menduga bahwa tamu yang datang adalah Miss Karen. Karenanya aku hanya bisa berdiri memandang Miss Karen dengan tenggorokan seperti menelan keset. Seret dan rasanya tidak bisa berkata apa-apa.

Miss Karen terlihat berbeda saat memakai pakaian bebas. Terlihat lebih anggun dan... luar biasa cantik. Kerudung biru dongker sangat cocok dengan warna kulitnya. Gamis panjang berwarna senada dengan bahan yang halus sehingga mudah melambai saat terkena angin sepoi membuat Miss Karen seperti ratu. Aku sendiri tidak tahu mengapa Miss Karen bisa memancarkan aura seperti itu. Mungkin itu adalah hasil gabungan antara kepercayaan diri, kecerdasan, dan mungkin juga arogansi karena harga dirinya yang tinggi. Yang jelas, aku benar-benar takjub sampai kehilangan kata-kata.

MaasyaAllah, cantik sekali. Pikirku.

"Miss boleh masuk?" tanya Miss Karen ramah.

Aku segera tersadar dari lamunanku sendiri. Karena masih tidak bisa berkata apa-apa, aku hanya bisa membukakan pintu lebih lebar dan menggeser tubuhku mengikuti arah pintu membuka untuk mempersilahkan Miss Karen masuk.

"Terima kasih." ujar Miss Karen lalu masuk ke ruang tamu.

Saat Miss Karen berjalan melewatiku, rasanya aku hampir melongo karena terpesona melihat Miss Karen berjalan lewat di depanku dengan anggun. Tapi kemudian aku menyadarkan diriku sendiri dan kemudian ikut masuk ke ruang tamu.

"Assalamu'alaykum, Akhtar." sapa Miss Karen dengan suaranya yang jelas dan enak didengar. Aku yakin ia sekarang sedang menatapku. Tapi aku tidak berani melihat ke arahnya.

Setelah menjawab salamnya, aku mempersilahkan Miss Karen untuk duduk. Aku sangat cemas dengan kedatangan Miss Karen. Apa benar Miss Karen datang untuk bicara dengan ayahku seperti yang kemarin ia katakan?

Aku menanyakan tujuannya datang ke rumahku. Kemudian rasanya lututku lemas mendengarkan jawaban mantap tanpa ragu dari Miss Karen. Miss Karen ternyata benar-benar menepati janjinya untuk bicara dengan ayahku.

Melihat tekad bulat dan sikap Miss Karen yang rileks, aku akhirnya memutuskan untuk memanggil ayah. Aku berpikir sepertinya Miss Karen tidak akan terpengaruh oleh aura digdaya ayahku karena Miss Karen sendiri memiliki aura seperti Ratu. Tapi belum sampai aku masuk ke dalam rumah, ayah sudah muncul melangkah ke ruang tamu.

Seperti biasanya, ayah tidak memberiku kesempatan untuk memperkenalkan siapa tamu yang datang padanya. Ayah langsung mengambil alih tugasku dengan mengajak bicara Miss Karen.

Aku cemas setengah mati. Aku sudah sering berhadapan dengan ayah, tapi rasanya aku tidak pernah berhasil menundukkan ego beliau untuk mendengarkanku bicara. Aku kuatir, ayah juga akan bersikap demikian pada Miss Karen.

Aku tidak ingin Miss Karen merasa tersakiti perasaannya karena sikap ayahku yang egois. Maka aku memilih untuk membiarkan mereka bicara berdua saja. Tapi sebenarnya aku masih duduk di tangga yang tersembunyi di belakang lemari kayu besar yang ada di ruang tamu. Dari tempat itu, aku bisa mendengarkan pembicaraan Miss Karen dan ayah dengan jelas. Jadi sewaktu-waktu misalnya ayah mulai keterlaluan, aku akan langsung muncul untuk membela Miss Karen.

Dari balik lemari kayu itu aku mendengar dengan detail apa yang Miss Karen dan ayah katakan. Sungguh, rasanya aku tidak percaya bahwa Miss Karen akan berhasil merubah pendirian ayah. Hampir setahun ini kami selalu bertengkar saat membicarakan rencana kuliah. Tapi sesaat setelah Miss Karen pulang, ayah menyerahkan lembar isian rencana masa depan padaku dan memperbolehkan aku untuk mengisinya sesuai keinginanku. Tentunya dengan tanggung jawab yang harus aku pikul berikut dengan segala resikonya.

Saking bahagianya, aku langsung memeluk erat ayahku dan mengucapkan terima kasih pada beliau. Ayah nampak kaget karena aku tiba-tiba spontan memeluknya. Tapi kemudian beliau tersenyum padaku. Setelah menepuk-nepuk lenganku, beliau pergi ke arah taman belakang rumah. Aku masih bisa melihat senyuman di wajah beliau saat melewatiku.

Jujur saja, aku tidak menduga Miss Karen akan berani terus terang mengatakan apa yang ada dalam pikirannya tanpa basa-basi pada Ayah. Aku juga tidak tahu apa yang membuat ayahku langsung mau mendengarkan saran Miss Karen. Mungkin Allah telah membuka pintu hati ayah melalui Miss Karen. Sehingga simpul rumit komunikasi antara aku dan ayah bisa terurai.

Aku jadi tidak sabar ingin bertemu dengan Miss Karen besok. Aku ingin mengucapkan terima kasih yang lebih layak padanya karena telah membantu memperbaiki hubunganku dengan ayah. Saat aku mengantarnya sampai ke depan pagar rumah, sebenarnya aku hendak mengucapkan terima kasih atas kedatangannya ke rumahku. Tetapi aku masih tidak sanggup berkata apa-apa selain memanggilnya singkat saja. Akhirnya aku melambaikan tanganku singkat sambil tersenyum. Tanda 'OK' yang Miss Karen lakukan dengan tangannya untuk menanggapiku membuat perasaanku melayang gembira.

Miss Karen benar-benar guru dan wanita yang luar biasa bagiku. Kesungguhannya mengemban tugas sebagai guru, sekaligus kecerdasannya dalam berkomunikasi membuat aku semakin mengagumi Miss Karen. Padahal selama ini aku berpikir bahwa semua guru sama saja. Sama egoisnya dengan ayahku. Sama tidak pedulinya. Tapi ternyata Miss Karen berbeda. Ia benar-benar istimewa.

Aku bergegas masuk ke kamarku. Aku langsung melakukan sujud syukur sebagai tanda rasa syukurku pada Allah yang akhirnya membuat hubunganku dengan ayah membaik. Aku juga bersyukur kini aku bebas menentukan rencana masa depanku sesuai apa yang aku mau.

Setelah selesai sujud syukur, aku duduk di kursi meja belajarku dan meletakkan lembar isian rencana masa depan yang masih kosong di atas meja. Kini dengan mengucap bismillaah, aku mulai menulis apa rencanaku di masa depan dengan perasaan bahagia yang rasanya sudah lama sekali tidak aku rasakan.

Karen dan AkhtarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang