46. Akhtar (4 Tahun Lalu)

164 10 0
                                    

     Sweater ungu wine, celana jeans, dan kerudung ungu wine mudanya membuatku sejenak seperti melihat Miss Karen pada dirinya. Apalagi ini di resto yang sama dengan saat reuni tersebut. Gayanya yang cuek dan santai serta pembawaannya yang ceria membuatnya semakin mirip Miss Karen.

     "Hai, namaku Kirana." sapanya memperkenalkan diri dengan riang sambil menyodorkan tangannya mengajakku berjabat tangan. Putri dari salah satu rekan bisnis ayah akhirnya datang.

     Karena terbiasa dengan kebiasaan Miss Karen, aku sekarang jadi ikut menolak berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramku. Maka aku menangkupkan kedua tanganku di depan dada sambil tersenyum kepada Kirana.

     "Aku Akhtar."

   Kirana menarik tangannya sambil mengangkat kedua bahunya. "Wow. Baru kali ini ada cowok yang nolak salaman. That's something."

     Aku tersenyum menanggapinya.

     "Kamu sudah nunggu lama?" tanya Kirana sambil menjatuhkan dirinya di sofa dengan santai lalu membetulkan posisi duduknya agar nyaman.

     Aku menggeleng. "Enggak."

     Kirana tiba-tiba melihat ke arahku dengan antusias. Matanya berkilat-kilat penuh semangat. Aku menebak usianya pasti sekitar dua sampai tiga tahunan lebih muda dariku.

     "By the way, kalau aku tahu bahwa cowok yang namanya Akhtar ternyata ganteng banget begini, kayaknya aku bakalan langsung setuju saat papaku menawari untuk dikenalin ke kamu." ujar Kirana ceplas-ceplos sambil tersenyum riang.

     Hmm... bahkan cara bicaranya mirip Miss Karen. Pikirku.

     "Apa kamu ada keturunan bule?" tanya Kirana tanpa basa-basi.

     Aku tersenyum lalu bertanya, "Kelihatan banget, ya?"

     Kirana mengangguk antusias lalu berkata, "Banget. Kulitmu, rambut coklatmu, dan mata coklat hazel-mu. Semua orang pasti bisa menebak bahwa kamu ini punya garis keturunan bule."

     Aku sekali lagi tersenyum menanggapinya. "Ibuku. Tapi beliau juga sebenarnya juga tidak murni orang bule. Ayahnya, yang berarti adalah kakekku, adalah orang asli Turki yang berdarah arab. Sedangkan nenekku wanita asli Austria yang kulitnya bule, rambut pirang, dan bermata biru." jelasku.

     "Woooow... sekarang aku jadi penasaran sama ibumu. Pasti ibumu cantik sekali." tanggap Kirana sambil melongo.

    Aku tersenyum geli melihat ekspresi Kirana. Sepertinya dia sangat ekspresif saat berbicara. Suasana hati dan apa yang diucapkannya seperti ikut tampak jelas pada ekspresi wajahnya. Benar kata Ayah. Dia memang gadis yang periang.

     "Well... bagiku, Ibuku memang wanita paling cantik nomor satu." sahutku kemudian.

     "Nomor satu?" tanya Kirana cepat. "Berarti sudah ada yang nomor dua, ya?"

     Mendengar pertanyaan cerdas Kirana, aku langsung terbayang tawa skak mat Miss Karen. Tawa renyah yang selalu aku rindukan. Saat Miss Karen tertawa, rasanya aku melihatnya dalam gerakan lambat. Aku jadi bisa mengamati wajah manisnya dengan seksama. Aku tidak pernah melupakan tawa itu.

     Yaa Allah...

     Aku sangat merindukan Miss Karen dan semua hal tentang dirinya. Tawanya, senyumnya, leluconnya, nasehatnya, komentar cerdasnya, sepatu kets merahnya, dan tentu saja kehadirannya di sisiku.

     Tiba-tiba dadaku terasa nyeri. Aku memaksakan diri untuk tersenyum agar rasa nyeri di dadaku berkurang. Aku merasa mulai terbiasa dengan rasa nyeri itu karena akhir-akhir ini aku selalu merasakannya setiap kali merindukan Miss Karen.

Karen dan AkhtarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang