23. Karen (9 Tahun Lalu)

148 10 0
                                    

     Seperti biasa, setiap Jum'at pagi semua guru berkumpul sejenak untuk koordinasi dan sharing pengumuman. Pagi ini bapak kepala sekolah memimpin pertemuan dengan wajah berseri-seri. Sepertinya beliau membawa pengumuman penting.

     "Baiklah, seperti biasanya setiap setahun sekali sekolah kita mengadakan bakti sosial dan pasar murah. Dan tahun ini, saya akan memberi amanah pada Miss Karen sebagai penanggungjawab kegiatan tersebut. " pengumuman dari kepala sekolah itu disambut oleh tepukan tangan guru-guru lain. Nampak sekali ekspresi lega di wajah guru-guru tersebut karena telah lepas dari tanggung jawab berat yang sudah dialihkan padaku.

     Yahh... Mungkin ini nasib jadi guru baru. Pikirku mencoba tetap bersemangat.

     "Miss Karen nanti selain dibantu oleh guru-guru, juga boleh meminta bantuan beberapa anak untuk membantu Miss Karen dalam proyek amal ini." lanjut kepala sekolahku dengan senyum ceria.

     "Baik, Pak. InshaAllah akan saya laksanakan dengan baik." tanggapku siap.

     Seusai pertemuan guru, bapak kepala sekolah memberiku daftar barang yang akan disumbangkan dan yang akan dijual di pasar murah. Mumpung jam pertama aku tidak ada jadwal mengajar, aku gunakan kesempatan itu untuk segera memilah-milah jenis barang dari daftar yang diberi oleh bapak kepala sekolah agar aku tahu apa saja barang-barang yang diperlukan untuk disumbangkan. Ternyata kebanyakan meminta sumbangan buku anak-anak. Ada beberapa list judul buku tertentu yang diminta dengan jumlah lumayan banyak. Berarti aku harus membelinya di toko buku ditemani orang lain. Membeli buku sebanyak itu pasti lumayan berat untuk dibawa. Aku juga menghitung perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk belanja barang yang diperlukan di pasar murah.

     Setelah beberapa saat disibukkan mengurus persiapan bakti sosial dan pasar murah, tidak terasa aku sudah harus mengajar. Kali ini aku pergi ke kelas 3 IPA 1. Pagi ini jam 10 jadwalku mengajar di sana. Karena mengingat bahwa sepertinya aku butuh bantuan beberapa anak untuk ikut bersamaku berbelanja buku sore ini, aku berpikir mungkin bisa mengajak beberapa anak untuk ikut bersamaku saat pulang sekolah nanti.

     Sesampainya di kelas 3 IPA 1, anak-anak menyambutku dengan riang seperti biasa. Kelas sedang full team dan energi. Jam istirahat pertama tadi rupanya berhasil membuat mereka lebih bersemangat. Belva, Akhtar, dan Ezra tersenyum lebar seperti anak kecil saat melihatku masuk kelas. Farah juga tersenyum sambil menatapku dengan binar mata bersemangat.

************************************

     Saat kelas hampir usai, aku teringat rencanaku sore ini. Maka aku memanggil Farah yang tempat duduknya tepat di depanku. Farah sebenarnya mempunyai penampilan sangat manis dengan rambut lurus panjangnya yang selalu diikat menjadi satu.

     "Farah, tolong kemari sebentar." panggilku.

     Farah beranjak berdiri dan menghampiriku sambil tersenyum.

     "Begini, Miss butuh bantuan untuk membeli beberapa buku di toko. Kamu bisa menemani Miss ke sana? Nanti Miss akan mengantarmu pulang, kok." jelasku pada Farah yang mendengarkanku dengan cermat.

     Farah mengangguk cepat. "InshaAllah bisa, Miss."

     "Baiklah, jangan lupa ijin pada orangtuamu, ya?" sahutku senang.

     Farah tersenyum senang lalu mengangguk. Matanya berbinar seperti baru pertama kali ini diajak pergi jalan-jalan keluar oleh teman sepulang sekolah.

     Wait...

     Mungkin memang ini baru pertama kalinya dia pergi bersama seseorang sepulang sekolah. Farah sangat pendiam dan terlihat tidak punya teman. Mungkin hal ini memang pengalaman baru buat Farah.

     Akhirnya aku memikirkan sebuah ide.

     "Farah, karena buku yang nanti kita beli cukup banyak, sepertinya kamu perlu mengajak dua atau tiga teman lagi. Nanti kita pergi naik taxi." lanjutku dengan senyum riang.

     Farah memandangku dengan pandangan bingung. Mungkin dia kaget mendengar perintahku untuk mengajak dua atau tiga orang teman. Sedangkan selama ini dia tidak punya teman dekat.

     Aku bukan tanpa alasan melakukan ini. Aku memang sengaja memaksa Farah keluar dari zona nyaman agar berani memulai komunikasi dengan temannya. Aku penasaran apakah Farah bisa melakukannya. Jika ia bisa melakukannya, berarti masih ada harapan Farah bisa berubah demi masa depannya. Tetapi jika ia tidak bisa, maka aku harus segera melakukan sesuatu untuk membantu Farah.

     Aku tidak ingin Farah terus sendirian karena di masa depan nanti, Farah akan butuh bantuan teman-teman yang baik dalam menjalani hidupnya. Jika tidak punya siapa-siapa, tentunya dia akan mengalami banyak kesulitan.

     Farah seperti hendak mengatakan sesuatu padaku tapi lalu diurungkannya. Dia lalu berbalik menuju teman-temannya dengan gugup. Dia meremas jari-jarinya sambil melihat ke sekeliling kelas. Dia sepertinya berpikir keras siapa yang akan diajak.

     Aku menunggu. Apakah Farah berhasil melaksanakan tugasnya atau tidak. Setelah beberapa saat, akhirnya Farah melangkah dengan ragu.

     Wait... benarkah pengelihatanku ini?

     Farah berjalan menuju tempat duduk Akhtar. Farah nampak gugup saat memanggil Akhtar yang sedang asyik berbicara pada Belva.

     "A... Akhtar..."

     Akhtar yang dipanggil menoleh pada Farah dengan ekspresi keheranan. Belva nampaknya juga ikut heran. Tapi mereka terlihat menunggu apa yang akan dikatakan Farah.

     "A... anu... Miss Karen butuh bantuan. Na... nanti sepulang sekolah." jelas Farah sambil meremas tangannya. Dia semakin gugup karena sekarang teman-teman sekelasnya melihat kepadanya. Mungkin teman-teman sekelasnya penasaran sekaligus terkejut Farah akhirnya bisa memulai pembicaraan dengan orang lain. Apalagi yang diajak bicara adalah salah satu cowok paling populer di sekolah. Tentu saja hal ini sangat luar biasa bagi Farah.

     Setelah mendengarkan Farah, Akhtar menoleh padaku untuk mengkonfirmasi apakah hal itu benar. Aku tersenyum dan mengangguk. Lalu Akhtar tersenyum padaku dan kembali melihat ke arah Farah. Akhtar sepertinya memahami maksudku untuk membiarkan Farah berbicara. Maka Akhtar menunggu apa lanjutan kalimat Farah.

     "A... apa... kamu bisa? Anu... Belva dan Ezra juga boleh ikut kok kalau mau." lanjut Farah lagi sambil melihat ke arah Belva dan Ezra dengan takut-takut.

     "Oke." jawab Akhtar cepat. Lalu menoleh ke arah Belva.

     "Aku juga oke." jawab Belva.

     Akhtar memiringkan badannya ke arah belakang untuk melihat jawaban Ezra yang duduk di belakangnya. Ezra hanya mengacungkan jempolnya tanda dia juga bisa ikut.

     Farah terlihat senang. Tugasnya telah berhasil dilaksanakan. Dia tersenyum lalu berkata, "Terima kasih."

     Farah berjalan kembali ke arah tempat duduknya di depan. Aku tersenyum bangga padanya. Ini kemajuan besar bagi Farah yang sudah memberanikan dirinya memulai komunikasi dengan temannya. Aku ikut senang melihat kemajuannya. Farah melihatku sekilas lalu tertunduk malu di tempat duduknya.

     Oke. Beres sudah. Berarti sore ini aku akan pergi bersama Ezra, Belva, Akhtar, dan Farah untuk berbelanja buku. Kami akan pergi menggunakan dua taxi.

     Ini pertama kalinya aku pergi bersama murid-muridku. Rasanya aku tidak sabar menunggu nanti sore. Pasti akan sangat menyenangkan bisa pergi bersama mereka berempat.

     Bel tanda pelajaran berakhir berbunyi. Aku mengemasi peralatan tulis dan lembaran tugas murid-muridku yang tadi dikumpulkan. Sebelum keluar kelas, aku sekilas melihat Akhtar sedang tersenyum ke arahku. Sejak aku datang rumahnya, aku sering sekali melihat Akhtar tersenyum. Aku ikut senang dia sudah berubah jadi lebih ramah padaku. Dalam beberapa hari terakhir, ia bahkan menemaniku bermain bersama si Boy saat pulang sekolah dan mengantarkan aku berjalan sampai ke parkiran motor.

Karen dan AkhtarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang