Hampir melongo aku melihat baju pengantin yang disiapkan untukku. Gamis panjang berwarna putih gading dengan bahan satin sutra yang bagian bawahnya lebar menjuntai seperti pakaian para putri Raja itu terlihat sangat mewah. Potongannya sederhana namun terkesan elegan. Aku menyentuh bahan kainnya yang sangat halus sambil mengerjap-ngerjap karena terpesona.
Aku tidak ikut andil apa pun dalam menentukan gaun itu. Gaun itu murni hasil rancangan salah seorang desainer gaun malam rekanan bisnis Ayah Akhtar, yaitu oom Rendra Gunawan. Beliau membuat gaun ini sebagai hadiah pernikahan untukku. Beliau hanya bertemu denganku satu kali saat pengukuran baju bersama dua asistennya, mbak Betty dan mbak Silvi. Akhtar menemaniku mengobrol dengan beliau tentang banyak hal. Orangnya kurus tinggi dan terlihat sangat parlente dengan gaya pakaiannya yang selalu rapi berjas dan rambut hitamnya yang mulai beruban ditata rapi tanpa cela. Beliau sering muncul di majalah fashion karena sudah terkenal dengan pengalamannya puluhan tahun berkecimpung dalam dunia fashion. Beliau juga memiliki beberapa butik baju pengantin dan gaun malam di Jakarta dan Medan. Setelah beberapa saat mengobrol, beliau berkata sambil tersenyum ramah, "Karen, Oom tahu persis seperti apa model gaun pengantin yang cocok untukmu. Jangan kuatir. Kamu pasti suka."
Beliau memang benar.
Aku sangat menyukainya.
Kainnya yang sangat halus dan seperti berkilau tertimpa cahaya membuatnya terkesan sangat elegan. Aku baru melihat gaun pengantinku hari ini. Hari saat akad nikah akan dilaksanakan. Sebelumnya aku tidak diijinkan oleh Oom Rendra melihat bagaimana model gaunnya. Kata oom Rendra, "It's a surprise, Karen."
Belum hilang rasa kagumku melihat gaun pengantin yang akan kukenakan sebentar lagi, asisten Oom Rendra, mbak Betty, datang membawakan kerudung panjang yang akan kukenakan sebagai pasangan dari gaun pengantinku.
"MaasyaAllah..." gumamku melihat kerudung itu.
Kerudung panjang berwarna putih senada dengan gaunku dengan kain lembut yang berlapis dan menjuntai hingga bagian belakangnya menyapu lantai membuatku terpesona. Ditambah lagi dengan mahkota tiara yang nantinya akan kukenakan di bagian atas kerudung tersebut. Mbak Silvi menyodorkan kotak beludru berisi mahkota tiara cantik itu padaku. Aku menerimanya dengan decak kagum terpesona. Aku tidak tahu mahkota tiara itu terbuat dari apa. Yang jelas, mahkota itu berbentuk unik yang sangat indah dan berkilauan.
"Mbak Karen, mahkota tiara ini hadiah dari mas Akhtar." ujar mbak Betty sambil melirik pada kotak beludru hitam yang di dalamnya terdapat tiara indah berkilau yang kini ada di pangkuanku.
Dengan tangan sedikit gemetar aku memegang kotak beludru itu dan memandangi mahkota tiara yang desainnya mungkin terispirasi dari bentuk rumput liar karena ujungnya yang membentuk garis luwes dan ujung yang lancip. Ini hadiah pertama yang aku dapat dari Akhtar. Aku pasti sulit melupakannya karena aku sangat terpesona pada kilauan puluhan batu kristal mungil dan mungkin juga ada beberapa berlian di tiap ujung pangkalnya.
"Mas Akhtar sendiri yang merancang mahkota tiara ini, loh mbak Karen. Mas Akhtar nggak mau pakai koleksi mahkota tiara dari butik kami. Dia bilang, 'Calon istri saya itu orangnya unik dan spesial. Saya akan mendesainnya sendiri agar unik dan spesial seperti dirinya.' Waduuuuuh.. kami dan para pegawai butik yang dengar sampai ikut tersipu-sipu." jelas mbak Betty dengan gayanya yang supel dan ramah. "Mbak Karen beruntung sekali dapat suami eh... calon suami seperti mas Akhtar. Sudah ganteeeeeng banget sampai bikin kami melongo saat pertama kali mas Akhtar datang ke butik, ternyata mas Akhtar juga sangat romantis di balik ekspresinya yang 'dingin' seperti peti es ikan tuna ekspor."
Aku tersenyum geli sekaligus terharu mendengar cerita mbak Betty. Aku merasa terharu karena Akhtar tidak pernah bercerita bahwa dia lah yang mendesain mahkota tiara yang akan kukenakan di hari pernikahan kami. Dia hanya pernah bilang bahwa, "Sepertinya kalau kamu pakai mahkota tiara, kelihatan semakin cocok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Karen dan Akhtar
Krótkie OpowiadaniaAku tak menyangka, ternyata kamu orangnya. Aku mencari apa yang membuatmu istimewa. Tapi aku pun tidak perlu melakukannya. Karena kamu istimewa sebegitu alaminya. Dalam pergulatan batin aku temukan bahwa ketika logika tak lagi bekerja, Allah akan tu...