Duabelas tahun yang lalu.
Vatar datang ke rumah sakit dimana Riza dirawat. Besok ia akan bertolak ke Amerika untuk melanjutkan study di sana, hari ini adalah hari terakhirnya di Indonesia. Ia ingin mempergunakan waktu yang tersisa sebaik mungkin, maka ia berencana untuk menjenguk Riza untuk terakhir kalinya sekalian berpamitan.
Vatar masuk ke ruangan. Di sana ada ART Ferdy yang memang ditugaskan untuk menunggui Riza. Orang itu sepertinya enggan meninggalkan mereka berdua saja di dalam ruangan. Beberapa kali Vatar menghela napasnya kasar karena ke keras kepalaan ART Ferdy. Kalau saja dia tahu dirinya adalah pelaku yang membuat Riza koma, mungkin orang ini akan lari terbirit-birit. Ketakutan.
"Maaf, Bapak bisa tunggu di luar sebentar? Saya mau bicara berdua saja, private.." ucap Vatar dengan nada penekanan. Ia tidak leluasa mengobrol bila orang itu masih berada di ruangan ini. Ia tidak ingin dia menguping dan mengadukan semuanya kepada Ferdy.
"Nggak bisa. Saya disuruh jagain Riza."
"Sebentar aja, Pak. Saya nggak punya niat jahat kok. Silakan periksa saya kalo Bapak curiga."
Vatar tidak percaya ia bisa mengatakan hal itu, tapi daripada orang ini mengganggu lebih baik ia menggunakan cara tersebut agar dia enyah dari ruangan ini. Sesuai permintaan Vatar, Bapak itu pun memeriksa tubuhnya. Namun, Vatar tidak membawa senjata tajam atau sejenisnya.
"Oke. Sepuluh menit."
Vatar hanya mengangguk walaupun hatinya dongkol.
Majikan sama pembokat sama aja kelakuannya. Sama-sama resek.
Vatar mendekat ke tempat dimana Riza berbaring. Ia menaruh bunga mawar yang dibawanya di meja. Keadaan Riza masih sama seperti dulu, masih pulas.. Namun yang membedakan hanya Riza terlihat kurus. Wajah tampan yang dulu ia benci sebagai penghalangnya kini hal itu tidak ia anggap sebagai gangguan lagi. Karena mereka adalah saudara kandung.
"Assalamualaikum. Apa kabar, Mas? Aku kangen main ke sini. Dizza selalu ngelarang aku dateng ke sini, Dizza benci sama aku. Aku sadar aku salah. Tapi, emang adik mas nggak bisa ya maafin aku? Aku sayang banget sama Dizza. Aku jadi bingung harus gimana biar Dizza percaya..
Please, Mas.. Bangun... Bantuin aku biar Dizza bisa maafin aku. Aku kecewa dia pacaran sama orang lain. Hati aku sakit, Mas. Besok aku berangkat ke Amerika. Aku kuliah dan harus kerja di sana. Sebenernya aku berat ngelakuin ini, tapi itu kemauan Papa aku. Mas aku titip Dizza ya, jagain dia cuma buat aku. Aku pasti pulang lagi. Dan tolong kabari aku kalo Dizza mikirin aku atau seenggaknya nyebut nama aku... Please, Mas. Bangun. Mungkin kalo Mas yang bujuk, Dizza bakalan luluh."
Terdengar pintu dibuka, Bapak yang tadi masuk kembali ke ruangan. Sepuluh menit telah lewat. Sesuai perjanjian, Vatar menyudahi pembicaraannya dengan Riza. Ia harap dengan kedatangannya ke sini akan membawa sedikit keajaiban. Tapi, apa mungkin keajaiban akan datang? Sementara dirinya disebut pembawa sial oleh Dizza. Entahlah. Hanya waktu yang bisa menjawab.
Vatar ingin menghubungi Kevin, tapi lupa membawa ponselnya. Ia ingin menghabiskan sisa waktunya bersama dua orang konyol itu. Tapi, kondisi tidak mendukungnya untuk melakukan hal itu. Akhirnya, ia pun pulang ke rumah dengan kecewa.
Kamu dimana, Diz? Tadi kok nggak ada di rumah sakit? Kamu lagi jalan ya sama Ferdy? Kamu bahagia ya sama dia?
Sepanjang perjalanan Vatar melamun. Memori bersama Dizza berputar di pikirannya. Bagaimana ia bisa melupakan semua? Kalau nyatanya selama ini ia gagal mengenyahkan itu. Apa nanti di negara yang jauh ia bisa melupakan Dizza? Apa ia bisa mendapatkan orang sebagai pengganti Dizza di hatinya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Dizza [COMPLETED]
Teen Fiction[1-69 PRIVATE STORY, FOLLOW FIRST TO READ FULL CHAPTER] Dizza Mazaya Azalea si cewek yang berprinsip tidak ingin pacaran, mengelabui cowok-cowok yang mengejarnya dengan berakting menjadikan kakak laki-lakinya sebagai pacarnya. Dizza membenci Vatar...