Vatar sudah tiba di kedai kopi itu, mungkin sudah agak lama, dilihat dari gelas kopi yang sudah hampir habis. Matanya mengamati pintu masuk, menunggu orang yang dinantinya sejak tadi. Riza segera menghampiri meja Vatar yang wajahnya bisa dikatakan tidak terlihat bahagia dengan kedatangannya yang terlambat.
"Hai Tar, udah lama?" sapa Riza riang, seolah-olah dia tidak melihat wajah Vatar yang sedikit ditekuk. Vatar menatap sinis kepadanya.
"Yep, udah separuh abad, kemana aja si lo? Sok sibuk banget..."
"Hahaha, tadi aku mandi di rumah Dizza dulu bis ngantor. Baru ke sini.." Riza duduk berhadapan dengan Vatar lantas menaruh gelas kopinya di meja. Matanya tetap memandang Vatar.
"Pacaran mulu,,belom puas kemaren seharian ketemu?" cibirnya sambil menuntaskan meminum kopi yang tadi dipesannya.
"Ya namanya juga kangen..."
"Alay lah, gue kesini mau ngembaliin ini..." Vatar menggeser amplop coklat di sampingnya kehadapan Riza, Riza hanya tersenyum simpul.
"Udah ambil aja, aku ikhlas kok, anggep aja itu rasa terima kasih aku karena udah jagain Dizza selama aku nggak ada..."
"Gue juga ikhlas jagain dia tanpa pamrih..." Vatar mengulang ucapan Riza dan menekankan kata ikhlasnya.
"Udah gapapa..." Riza menggeser amplop itu kehadapan Vatar.
"Engga, gue nggak mau." Vatar pun menggeser lagi amplop itu, matanya sedikit melotot.
Riza tergelak.
"Sudah aku duga, kamu memang cowok yang baik..."
"Makasih..." jawab Vatar sarkatik tanpa menatap Riza, seolah Riza adalah virus yang harus dijauhi.
"Tadi kenapa kita nggak janjian di rumah Dizza aja? Kan aku nginep disana..."
"Nginep?" Vatar mengernyitkan alisnya yang tebal, hampir bertaut satu sama lain, cowok ini memang tampan. Riza heran, dengan wajahnya yang mendekati kata sempurna dia mudah mendapatkan cewek-cewek cantik selevelnya, yah walaupun adiknya pun tergolong cantik. Mengapa dia tidak pernah serius menjalin hubungan dengan cewek lain. Kenapa harus susah-susah mengejar adiknya. Mungkin kalau dirinya penyuka sesama jenis Vatar sudah didaulatnya menjadi kekasih.
"Iya ortunya lagi mudik, aku disuruh jagain..." jawabnya cuek setelah puas mengagumi rupa Vatar yang kinclong. Ia sengaja memberikan informasi itu untuk melihat tanggapan cowok itu. Sepertinya Vatar tidak suka mendengarnya.
"Oh ya? Kok dia gak cerita?" Vatar seperti tak percaya dengan berita yang barusan di dengarnya. Terdengar seperti bualan di telinganya.
"Ya wajarlah, pacarnya kan aku bukan kamu...."
Ucapan Riza barusan terngiang-ngiang di telinga Vatar, si tua itu nginep di rumah Dizza yang notabene bukan muhrimnya. Vatar heran dengan keputusan orang tuanya yang menitipkan anaknya pada laki-laki itu. Bisa saja dia malam-malam menyelinap ke kamar Dizza dan melakukan hal yang tidak senonoh. Apalagi mereka hanya berdua di rumah.
Menyebalkan sekali dia mengetahui kabar yang menurutnya buruk ini. Membuatnya terus kepikiran, takut-takut cewek impiannya mengalami nasib yang buruk. Tidak ada yang bisa Vatar lakukan selain banyak-banyak berdoa agar pikiran jeleknya tidak menjadi kenyataan. Vatar terus-terusan menghela nafasnya dalam dalam, persis seperti orang yang asmanya kambuh.
Vatar tidak akan bercerita tentang hal ini pada teman sekolahnya, termasuk Kevin. Bukan dia tidak percaya pada soulmate nya itu, tapi Vatar takut dia kelepasan bicara pada teman-teman yang lain bahwa Dizza membiarkan laki-laki bebas menginap di rumahnya. Mulut Kevin rebeknya luar biasa, bisa mendatangkan bencana.
![](https://img.wattpad.com/cover/94197555-288-k380572.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Dizza [COMPLETED]
Teenfikce[1-69 PRIVATE STORY, FOLLOW FIRST TO READ FULL CHAPTER] Dizza Mazaya Azalea si cewek yang berprinsip tidak ingin pacaran, mengelabui cowok-cowok yang mengejarnya dengan berakting menjadikan kakak laki-lakinya sebagai pacarnya. Dizza membenci Vatar...