36. Decission

916 195 58
                                    

"Bangsat! Gue cari kemana-mana malah enak-enakan di sini lo!" maki Kevin saat melihat Vatar sibuk dengan ponsel, ia pun bisa mendengar suara AC mobil yang dinyalakan maksimum. Vatar tampaknya sedang kepanasan luar dalam.

"Iya, handphone lo diapain sih? Gue telepon operator mulu." keluh Dody seraya melirik layar ponsel Vatar. Penasaran apa yang sobatnya ketik di sana. Ia juga heran, itu bukan ponsel yang biasa digunakan Vatar.

"Lagi maen COC kali tuh makanya di silent." sindir Kevin.

"COC ape bokep?" tanya Dody, kepo. Vatar masih saja tidak menanggapi ocehan dua temannya.

"Tar? Buset dari tadi kita ngomong kagak disautin," protes Kevin seraya menggebrak body mobil Vatar agak keras sekadar untuk mengejutkan Vatar, tapi tetap saja Vatar bergeming. Kevin berharap sobatnya itu tidak kesambet.

"Gue tau lo lagi patah hati, tapi jangan cuekin kita lah. Jelek-jelek gitu kan Kevin juga temen sebangku lo."

"Si anjing malah ngatain." Kevin menendang tungkai Dody. Dody tertawa.

"Hello? Tar?" Dody melambai-lambaikan tangannya ke wajah Vatar yang masih sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang diketiknya. Mungkin Vatar sedang mencari obat penyembuh patah hati di google.

Vatar menghentikan kegiatannya dan menaruh ponsel di dashboard, menatap kedua sobatnya itu lesu.

"Nanti sore lo berdua ke rumah gue ya? Besok kita berangkat ke Singapura."

Kevin dan Dody berpandangan. "Maksud lo?"

"Besok kita nonton konser. Makanya sekarang gue pulang, mau packing... Tas gue di kelas ntar bawain yaa? Kalo ada yang nyariin bilang aja gue sakit.."

"Lo nyuruh gue boong?" Kevin menatap Vatar sinis.

"Gue beneran sakit Vin, sakit hati..." Vatar mengucapkannya dengan gaya memelas yang dibuat-buat. Ia memegangi hatinya seolah hilang dicuri leak Bali.

"Najis.. Lebayy." cibir Kevin dan Dody bersamaan. Mereka tahu itu benar, tapi itu hanya kiasan untuk lari dari kenyataan. Mereka tidak suka berbohong.

"Ya udah kalo nggak mau, gue cancel tuh tiket konser." ancam Vatar seraya mengambil lagi ponselnya.

"Iye, iye... Lo beneran pulang kan? Jangan mampir ke tempat aneh! Jangan kabur dari rumah. Ntar Mama Mira nelponin gue..."

Vatar tertawa. " Iya, Bawel! Paspor jangan lupa dibawa.. Udah ya? Gue balik."

Vatar menyalakan mesin mobilnya dan menggas full, membuat debu-debu jalanan di sekitar tempat parkir itu berterbangan, ia masih bisa mendengar Kevin mengumpat sambil terbatuk-batuk karena debu itu. Pasti Kevin kesal karena daritadi Vatar membuat polusi sampah di meja dan kini di tempat parkir. Biarlah, sekali-sekali mengerjai soulmate-nya itu tidak mengapa.

Ketika Vatar keluar dari gedung olahraga tadi, ia bingung harus menuju kemana. Ia tidak berniat kembali ke kelas, pikirannya sedang kalut. Maka ia memutuskan untuk masuk ke mobilnya, di saat itu pula ia mendapat ide untuk memesan tiket konser dan pesawat. Sepertinya Kevin benar, ia butuh tempat pelesiran kegalauan.

Setibanya di rumah, Vatar kembali disambut dengan tampang jutek Evan, rasanya Vatar sudah lelah menjalani hidup yang tertekan dan penuh cobaan yang datang bertubi-tubi. Ia kini sudah pasrah dengan takdir yang tidak berpihak kepadanya. Walaupun berat, ia harus merelakan Dizza untuk Ferdy. Ia harus bisa melupakan semuanya.

Kenyataan barusan lebih menyakitkan dibanding saat dirinya dulu mengetahui bahwa Dizza dan Riza pacaran. Walaupun itu juga sempat membuatnya kalang kabut, namun ia masih bisa mendekati Dizza, karena cewek itu membuka kesempatan untuk dirinya mengenal lebih jauh. Tapi sekarang? Dizza sama sekali tidak mau menemuinya. Menyedihkan.

Rahasia Dizza [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang