4. Adik Kelas

586 43 7
                                        

Ada seorang adik kelasku yang sangat sayang padaku. Namanya Mawar. Dia selalu menengokku latihan voli setiap senin, walaupun kegiatan belajarnya sudah selesai dan ia tidak mengikuti ekstrakurikuler. Dia juga membelikanku minuman seusai latihan. Dia selalu menyukai dan mengomentari fotoku di media sosial. Dia selalu mengirimku pesan setiap saat. Dia kadang menghampiriku ke kelas hanya sekedar bertanya tentang OSIS, ekstrakurikuler yang sama-sama kami ikuti. Dia selalu menyapaku kapanpun kami bertemu, dan lain-lain.

Aku selalu bersabar setiap kali menghadapinya. Jujur saja, perbuatannya itu membuatku terganggu. Teman-temanku juga mulai membuat rumor tentang kami berdua. Gadis yang aku sukai juga malah mendukungku bersama dia. Tapi, aku tidak menyukainya. Aku bahkan tidak pernah menganggapnya. Aku hanya membalas perkataannya karena aku tidak mau dicap sebagai orang yang cuek.

Beberapa hari kemudian, saat latihan voli aku tidak menerima passing dengan baik dan menyebabkan bolanya meleset. Bola itu mengenai adik kelasku yang juga mengikuti ekstra voli, Lili. Hidungnya mengeluarkan darah segar. Aku merasa bersalah padanya dan memutuskan untuk mengantarnya pulang. Dari sanalah, kami mulai akrab dan aku melupakan gadis yang aku sukai. Aku pun sadar kalau aku begitu perhatian padanya. Tingkahku mirip seperti Mawar yang menaruh harapan padaku.

Sebulan kemudian, kami berpacaran. Mawar tiba-tiba berhenti menghubungiku. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku merasa lega karena ia sudah tidak menggangguku lagi, dan aku bisa fokus pada Lili. Hubungan kami berjalan baik selama satu bulan ke depan.

Namun hari itu aku mulai kehilangan kontak dengan Lili. Mau bagaimanapun aku menghubunginya, tetap saja hasilnya nihil. Di sekolah pun, ia juga tidak kelihatan. Ia juga tidak mengikuti ekstrakurikuler. Aku mulai khawatir kalau terjadi sesuatu pada Lili.

Setelah bertanya kesana-kemari, aku mendapat kabar dari orangtua Lili bahwa anaknya telah menghilang sejak 2 hari yang lalu. Aku sungguh terkejut. Pantas saja ia tidak membalas pesanku atau muncul di sekolah. Orangtuanya menangis. Aku menenangkan mereka dan berjanji akan membantu mencari Lili. Rencanaku yang pertama adalah melaporkan ke polisi.

Tetapi, besoknya kabar duka menyelimuti sekolaku. Lili ditemukan tenggelam di kali belakang sekolahku. Aku sangat terpukul atas kematiannya. Kami baru dekat selama beberapa bulan, kenapa dia harus pergi secepat ini?!

Karena tidak kuat melihat jenazahnya diangkat, aku melarikan diri ke gedung olahraga. Kuluapkan semua emosiku dengan memukul semua bola voli di gudang penyimpanan. Masa bodoh dengan membolos pelajaran, yang kubutuhkan sekarang hanya Lili.

"Au!" Aku menghentikan kegiatanku begitu mendengar suara rintihan. Itu Mawar. Dia berdiri di ujung ruangan sambil memegangi hidungnya yang merah terkena hantaman bola.

Aku buru-buru menghampirinya, menyodorkan sapu tanganku padanya untuk menyeka mimisan yang keluar. Tapi, dia menolaknya.

"Biarkan seperti ini," Ucapnya. Maksudnya? Aku tidak mengerti.

"Tapi, hidung lu berdarah--"

"Aku tahu. Lili juga seperti ini, kan?" Ia mendongak, menatapku dengan mata sayunya dan darah yang melumer membasahi mulutnya.

"Lili?" Ulangku.

"Kalau Lili bisa mendapatkanmu dengan berdarah, harusnya aku juga bisa!" Pekiknya, mengeluarkan pisau dari saku rok yang ia kenakan. "Kak..."

Aku mundur selangkah. "Mawar, stop. Lu mau apa?"

Mawar hanya tersenyum. Tanpa rasa takut sedikitpun, ia menggores lengannya dengan pisau itu. Lukanya dalam, aku bahkan sampai berteriak kala ia menyodorkan tangan berdarah itu padaku.

"Pegang tanganku, Kak."

"Nggak! Lu gila! Cewek setres!" Aku semakin menjauh darinya.

"Tapi.." Air matanya menetes. "Lili aja kakak tolong waktu mimisan, masak aku udah mimisan nggak ditolongin? Apa aku harus bunuh diri juga biar kakak nangis-nangisin aku?!" Suaranya meninggi.

Aku meneguk ludah. Seketika itu, aku mendapat sebuah pengakuan.

"Lu.. lu bunuh Lili, kan?" Aku menuding ke arahnya. "Lu alasan di balik hilangnya Lili dan lu yang bertanggung jawab atas kematiannya kan?!" Aku tidak takut membentak padanya.

Mawar hanya memasang wajah datar.

"Kak, aku nggak tahu kakak ngomong apa.." Mawar semakin mendekat.

Tanpa bicara lagi, aku segera menghambur ke arah pintu GOR. Saat ini juga, aku harus menyelamatkan diri atau Mawar akan membabat habis dirinya--atau bahkan diriku juga. Sosoknya itu ternyata sebuah Yandere (anak anime pasti tau), yang selama ini berusaha menghancurkan hubunganku dengan Lili. Ia bahkan meniru apa saja yang dilakukan Lili agar bisa mendapatkanku, termasuk soal mimisan itu dimana aku kemudian menolongnya dan berpacaran dengannya.

Cewek ini benar-benar diluar batas!

Aku lega bisa kabur darinya.

Tapi.... sejenak kemudian, aku merasa setengah dari jiwaku terbang. Seluruh tubuhku mati rasa. Aku hanya bisa menatap orang-orang yang mengerumuniku dan berteriak, namun aku tidak bisa mendengar mereka. Di antara kerumunan itu, sosok Lili tiba-tiba menghampiriku.

Ia mengulurkan tangannya padaku, dan aku membalasnya.

Tiba-tiba saja, teriakan itu makin kencang. Orang-orang mulai menangis, sementara pandanganku mulai membuyar. Orang-orang mengguncangkan tubuhku, namun aku tidak bisa merasakan apapun.

Satu hal yang aku tahu sebelum aku benar-benar tak sadar, aku baru saja tertabrak mobil kepala sekolah.































Maaf ya kalau kurang serem atau gimana :v

Ghost StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang