59. Bau Melati

121 17 0
                                    

Gilang menghembuskan kepulan asap ke udara. Menyesap nikotin yang sudah menjadi candunya, dilanjut lagi bercanda tawa dengan teman-temannya yang sedang berkumpul di basecamp mereka.

Basecamp ini terletak di sebuah rumah kosong, yang bersebrangan langsung dengan mushola warga. Sehingga jika mereka ingin beribadah tidak perlu lama mengumpulkan niat, langsung berjalan ke depan.

Tempat wudhu mushola tersebut berada di luar, tepatnya di samping gudang yang digunakan untuk menyimpan barang termasuk keranda. Namun setelah digunakan tadi pagi, keranda itu masih berada di luar.

"Eh, itu keranda nggak dipindahin apa?" Tanya Ahmad yang baru saja datang.

"Gatau, lu aja sana pindahin."

"Ogah amat, takut."

"Eleh, cemen." Ledek teman-temannya. Gilang ikut mentertawai, kemudian menjeda sesaat ketika ponselnya bergetar. Ia membuka opsi pesan, nampak sebuah chat dari ibunya menyuruh ia untuk pulang.

"Ahelah gue disuruh balik." Keluhnya. "Baru jam sebelas."

"Balik sono lu, ntar dimarahin." Sahut Andika.

"Mager ah. Mau disini dulu."

"Alah jangan bilang lu takut balik sendirian?"

"Enggak woi. Yaudah gue balik ya sob."

"Yoi, hati-hati."

"Halah, kaya ada apaan aja."

Gilang pun berjalan keluar. Baru saja memakai sandalnya di luar, bau melati menyeruak memasuki rongga hidungnya. Ia berasumsi wangi melati itu berasal dari rumah tetangga sebelah. Namun ketika ia mengecek pohon melati itu, semua bunga terlihat kuncup.

Ia memutuskan untuk kembali ke dalam. "Eh, lu pada nyium bau melati nggak?"

"Melati? Kan bukan musimnya, belum mekar kali?" Jawab Pandu.

"Eh nggak, gue nyium." Raka berdiri dari tempat duduknya. "Sumpah, baunya kuat banget."

Lelaki itu berjalan keluar, namun sesuai dengan yang dikatakan Gilang, bunga tersebut kuncup.

"Belum mekar kok." Suara Pandu yang tiba-tiba berada di dekat Raka.

"Dari mushola kali gak? Di sana kan juga ada melati."

"Belum musim Raka, lu liat itu melati juga kuncup mana ada bau-"

Perkataan Pandu terpotong begitu ia melihat ke arah mushola. Gilang menyadari gelagat aneh darinya, sudah menggoyangkan tangan di depan matanya namun Pandu tidak juga bergeming. Ia ikut menatap sesuatu yang dilihat Pandu.

Andika dan Ahmad terakhir bergabung di halaman depan yang berhadapan dengan Mushola. Kali ini tidak hanya Gilang dan Pandu yang bengong, namun Raka juga ikut bergabung.

"Kenapa oi? Bengong aja lu?"

"Cok," Ucap Ahmad. "Itu keranda tadi posisinya tidur kan? Kenapa jadi nyender di pohon mangga gitu?"

"Ada Mang Supri kali yang mindahin."

"Mang Supri kan yang tadi pagi dimakamin, bego."

"Ya terus? Gak mungkin dong kerandanya gerak sendiri!"

"Ahelah, paling tadi habis isya ada yang mindahin." Andika mencoba positif. "Lu pada takut keranda?"

"Bukan." Sahut Gilang.

"Lah terus?"

"Itu putih-putih melayang di samping keranda apaan?"

"Hah?" Ahmad ikut mengalihkan pandangannya ke depan mushola. Badannya tiba-tiba gemetar, sontak mencengkram lengan baju Raka di sampingnya.

"Cok, lari cok."

"Gabisa." Suara Raka bergetar. "Kaya ada yang nahan gitu. Sial, dia terbang ke sini."

Ghost StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang