9. Clap

287 31 1
                                    

"Lama banget sih lo berdua!" Hardik Dinda ketika ia melihat dua sosok manusia melangkah masuk ke dalam kelas.

"Biasa aja kali." Ujar Bagas.

"Sorry bray, tadi tuh ngantri lamaaa banget. Soalnya ada ibu-ibu yang ngotot dapet mainan gratis buat anaknya." Jawab Rere.

"Kan kasirnya ada dua?"

"Yang satunya ada kakek-kakek ngotot dapetin kaset albumnya Syahrini." Dinda palm face.

"Ya udah, kita makan aja habis itu langsung kerpok. Udah jam lima, nih."

Singkat kata, enam anak yang akan melakukan kerja kelompok itu; Gilang, Bagas, Dinda, Nisa, Rere dan Raka, makan ayam KFC sejenak untuk mengisi perut. Setelahnya, mereka memulai pekerjaan.

"Bosen, nih." Rere melempar pulpennya. "Ngapain gitu yuk."

"369?" Usul Nisa.

"Apaan tuh?" Tanya Gilang.

"Jadi nanti kita main berhitung. Setiap ada angka 3,6 sama 9 kita harus tepuk. Ini bukan kelipatan, pokoknya tiap ada tiga angka itu aja kita gak ngucapin, tapi tepuk." Nisa menjelaskan cara bermain.

"Boleh juga. Urutannya?"

"Dari Rere aja, terus ke elu. Muter gitu loh."

"Oke. Gue mulai, ya." Rere menekan tombol start. "Satu!"

Gilang nyahut, "Dua!"

Plok! Dinda tepuk.

"Empat."

"Lima."

Hening. Lima anak lainnya menatap Raka, giliran terakhir yang tengah asyik bermain ponsel--balesin ayang beb. Bagas menyikut lengan temannya keras, mengembalikan Raka ke permainan.

"Enam." Semua tepok jidat.

"Lu ngerti gak sih aturannya gimana?!" Teriak Nisa, aslinya berusaha menahan sabar. "Tiap ada angka 3,6 sama 9 tepuk."

"Taruh dulu napa HP nya." Dinda merampas HP Raka. "Re, ulang."

"Satu."

"Dua."

Plok.

"Empat."

"Lima."

Plok! Raka bertepuk keras. Dia akhirnya connect sama permainan ini.

Game berlanjut hingga angka 30. Karena angka 30 membawa banyak angka 3 sebelum mencapai 40, game pun diisi dengan banyak tepukan. Suara "plok" berlangsung hingga Bagas terdiam.

"Ini udah angka berapa?" Tanyanya.

Gilang mengangkat bahu. "Kayaknya kita daritadi tepuk terus. Ini angka berapa, whoy?"

Yang cewek juga ikutan bingung.

"Gatau dah." Sahut Nisa. "Ulang aja deh--"

Plok. Eh, ada yang tepuk tangan. Enam orang di kelas tadi terdiam.

Tidak ada salah seorang dari mereka yang bertepuk tangan.

Dinda meneguk ludah. "Siapa noh yang tepok?" Kelima temannya menggeleng.

Hawa kelas seketika berubah tidak enak. Ekor mata Bagas menangkap jam dinding. Sekarang sudah jam 6, waktu terhoror bagi sekolah mereka.

Plok. Tepukan itu terdengar lagi.

Plok.. plok.. plok... plok...

Tepukan tak berujung itu terus terdengar di telinga sekawanan anak SMA tersebut. Semua sontak berdiri dan lari terbirit-birit menuju gerbang.

Namun tetap saja, tepukan itu masih terdengar di telinga mereka, walau mereka sudah menjauh.















































Kalian setuju nggak sih kalo ceritanya dicampurin humor? Kalo ada yang gak suka atau nggak dapet feel horror nya, bisa komen di bawah *ala-ala youtuber*
Btw, kalian juga bisa request cerita gitu, nanti gue bikinin :)
Sampai jumpa di postingan selanjutnya :)

Ghost StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang