"Hati-hati ya." Mama mengecup keningku sebelum aku turun dari mobil.
Hari ini adalah hari pertama aku berada di New Orleans, kota yang tidak pernah kuinjak. Aku berasal dari California. Alasanku berada di New Orleans karena ibu dan ayahku bercerai, lalu kami memutuskan untuk tinggal di rumah nenek.
Sekolah baruku bernama Cameryn High School. Bangunan tua dengan cat yang sudah pudar, tapi pondasinya masih kokoh. Halamannya penuh rumput hijau namun sekolah itu nampak menyeramkan karena langit diatasnya mendung.
Aku masuk ke dalam, mencari-cari ruang kepala sekolah yang nanti akan mengantarku menuju kelas.
"Hei!" Pundakku ditepuk, aku lantas menengok. Nampak seorang gadis berkulit pucat nan bermata hijau tersenyum ke arahku.
"Anak baru?" Tanyanya. Aku mengangguk. "Kelas mana?"
"Emm," Aku mengingat lagi kelas yang kemarin sudah diberitahukan. "Kelas 2-D."
"Kita sekelas!" Senyumnya makin melebar. "Ayo, kita masuk bareng."
Aku menyanggupi ucapannya dan ia menggandeng tanganku menyusuri koridor. Kami berkenalan sambil melewati sejumlah kelas. Namanya Sheryl, dan tangannya seperti es. Mungkin karena udaranya memang sedang dingin.
Kami lalu berhenti di sebuah kelas. Sepertinya kami sudah sampai. Sheryl membuka pintu dan kami terkejut mendapati seorang guru sudah berdiri di depan.
"Anda terlambat, Nona Sheryl." Ucapnya dengan suara datar. Ia lalu melirik ke arahku. "Kau anak baru yang datang hari ini?"
Aku mengangguk. "Masuklah. Kau juga." Guru perempuan itu mempersilahkan kami berdua ke dalam.
"Perkenalkan dirimu dulu."
"Namaku Selina. Aku pindahan dari Californa. Hobiku memasak dan mendengarkan musik. Salam kenal semua." Aku mencoba tersenyum dan satu kelas membalasnya.
"Duduklah di samping Lucas. Kita akan memulai pelajaran." Aku berjalan ke arah kursi kosong yang ditunjukkan bu guru.
"Hai, aku Lucas." Kami berjabat tangan. "Besok aku ulang tahun, kau mau datang?"
"Boleh. Ulang tahun keberapa?"
"Em, tujuh belas."
"Baiklah."
Dalam hati aku merasa senang. Baru masuk sudah dapat banyak teman, bahkan ketika jam istirahat mereka semua mendatangi mejaku dan bertanya-tanya seputar diriku. Belum lagi, Lucas juga mengundangku untuk datang ke pestanya. Akan kupastikan dia mendapat kado yang bagus dariku.
Besoknya, malam hari ketika pesta dimulai.
"Dia datang!" Aku mendengar suara itu dari balik pintu. Deritan terdengar tanda pintu telah dibuka. Aku menyapa Lucas dengan senyuman, menyerahkan paper bag berisi sebuah kemeja sebagai hadiah.
"Thanks, Selina." Ucapnya dengan mata birunya yang berkilau ditimpa sinar lampu.
"Your welcome." Aku melihat sekeliling. Ini pesta ulang tahun, tapi tidak ada yang spesial. Hanya ada balon sebagai dekorasi, dan tidak ada makanan di atas meja!
"Lucas, ini pestamu kan? Maaf kalau aku lancang, tapi kenapa tidak ada makanan? Kau ingin aku masak beberapa? Aku jago masak."
"Hei, tunggu!"
Aku berjalan ke arah dapur dan membuka kulkas. Bukan bermaksud lancang, tapi aku ingin memeriahkan pesta Lucas, terlebih ia sedang berulang tahun.
Namun yang kutemukan bukanlah bahan makanan. Daging mentah, toples bahkan kantung dari rumah sakit yang berisi darah. Warna merah mendominasi retina, perutku bergejolak serasa ingin muntah.
Sejurus kemudian, kedua lenganku ditahan. Aku memberontak, perasaanku tidak enak. Namun Luke dan Steven yang menjepitku begitu kuat. Aku bahkan hanya bisa menggerakkan jari-jariku.
Mereka menyeretku ke ruang tengah, kembali ke teman-teman. Aku menatap mata mereka. Warna merah lagi. Tidak ada iris biru, hitam, hazel, bahkan mata Sheryl yang hijau ikut berubah menjadi merah.
Aku tidak paham, ada apa ini?!
"Selina." Lucas menghampiriku dengan sebilah pisau di tangannya. "Jika kau diam saja, kau tidak perlu ketakutan seperti ini."
"Ah tidak. Bahkan kalau kau diam, atau kau tidak datang, kami akan tetap memburumu." Lucas tersenyum. Sepasang taring menyembul di antara giginya.
Kini aku mengetahui segalanya, alasan kenapa kulkas itu berisi ratusan liter darah dan matanya merah. Lucas vampir! Bahkan semua orang di sekitarku vampir!
Aku memberontak lagi, berharap bisa melarikan diri dan kembali pada mama di rumah.
"Lepaskan aku! Tolong, jangan bunuh aku." Isakku.
"Maaf Selina. Kau harusnya lebih berhati-hati dalam memilih sekolah.
"Oh iya. Umurku seratus tujuh belas tahun. Dan malam ini, kau akan jadi hidangan terenak sepanjang ulang tahunku."
Kata-kata terakhir dari Lucas itulah yang didengar Selina sebelum lelaki itu menggorok lehernya dan menggantung tubuhnya di dinding. Membiarkan darah menetes ke ember yang telah disediakan, lalu diminum bersama oleh sekelompok anak-anak vampir.
![](https://img.wattpad.com/cover/121530285-288-k328774.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Stories
رعبSelf-made creepy stories. Language : Bahasa *** Tenang aja, selama lu gak bisa ngeliat, gak bakalan ada sosok gaib yang ikut baca cerita ini di belakang lu. Tapi hati-hati aja, mungkin lu gak bakal berani meremin mata waktu keramas.