39. Kamar Sebelah

130 17 0
                                    

Dikarenakan tifus, aku dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Aku menempati salah satu kamar di lantai empat, dan pasien kamar sebelah sering memintaku untuk menemani anaknya sebentar jika ia ingin pergi ke suatu tempat.

Namun hari itu, aku menolak ajakannya karena sebuah fakta yang diucapkan seorang karyawan di sini.

Saat itu maghrib, sehari sebelum aku minta pindah rumah sakit.

Seorang suster datang ke kamarku untuk mengantarkan makan malam, namun ia mendapati seluruh ruangan kosong. Ibu dan ayahku lembur di kantornya dan kakakku kuliah di luar negeri, jadi aku sendirian.

Ia kebingungan, lalu memutuskan untuk mencariku. Tepat ketika ia berada di luar, aku muncul dari kamar sebelah.

"Sus, nyari apa ya?" Tanyaku. Ia menengok dan wajahnya nampak terkejut.

"Mbak, habis darimana?" Tanyanya balik.

"Kamar ini." Aku menunjuk ruangan di sebelahku yang gagang pintunya masih kupegang.

"Ngapain di sana emangnya mbak?"

"Nemenin adek yang dirawat di sini. Ibunya tadi mau cari makan. Ini barusan ibunya balik."

Suster itu kini nampak ketakutan. Nampan di tangannya bergetar.

"A-anu mbak." Suaranya ikut bergetar.

"Iya?"

"Di lantai ini, penghuninya cuma mbak aja."

Aku terdiam sebentar. Cuma aku? Berarti, kamar lain kosong?

"Maaf, mbak?" Aku meminta kepastian.

"Di lantai empat ini, pasiennya cuma mbak aja. Kamar lain kosong."

"Tapi mbak, seminggu ini saya terus bolak-balik ke kamar sebelah loh. Ada adek kecil sama ibunya! Saya bisa megang dan bicara sama mereka!"

"Maaf mbak, lantai empat memang begitu." Suster itu tampak menyesal mengatakan hal tersebut.

"Dulu, memang ada pasien disitu. Anak kecil, dia penderita kanker otak. Dia lalu dioperasi, tapi operasinya gagal. Ibunya nggak terima dan dia bunuh diri di kamar mandi. Saya nggak tahu arwahnya masih suka menganggu pasien lain, maafin saya ya mbak."

Aku terdiam, suster itu lalu pergi. Saat itu juga, aku memutuskan untuk keluar dari sini. Aku harus memberitahu ayah dan ibu dulu-

Krek.

Aku melirik kepada suara pintu yang terbuka.

Anak kecil dengan kepala yang terbuka setengah, otaknya tercecer dan berayun pelan seiring kakinya yang melompat kecil. Bajunya berlumur darah dan di sampingnya, terdapat sosok ibunda yang lehernya tertancap pisau.

"Saya titip anak saya, boleh?"

Ghost StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang