"Jangan berada di laboratorium lebih dari jam 5!"
Untuk sementara, Zidan harus melupakan peringatan tersebut karena buku tugasnya tertinggal di sekolah usai pelajaran terakhir kemarin.
Untungnya, saat ini OSIS tengah mengadakan LDK sehingga ia tidak sendiri di sekolah.
"Den, mau kemana?" Tanya pak satpam yang menjaga.
"Ambil buku pak, di lab. Harus banget, soalnya besok ada tugas yang harus ditumpuk." Balas Zidan.
"Yakin? Nggak besok pagi aja?"
"Takutnya nggak keburu pak yang ngerjain."
"Yaudah, saya temenin ya." Zidan menyanggupi saran pak satpam. Maka, keduanya berjalan menuju lorong laboratorium.
Sampai disana, keadaan gelap. Penerangan hanya terletak di ujung koridor, tepatnya uks. Hanya terdengar suara langkah kaki mereka yang bersahutan.
Tiba-tiba, pak satpam berhenti. "Den, saya tiba-tiba mules. Maaf nih, saya ke toilet dulu ya."
"Iya pak, gapapa." Zidan meneruskan perjalanan usai menerima kunci dari pak satpam yang langsung berlari ke kamar mandi.
Diputarnya kunci di dalam lubang pintu. Suara deritan pintu laboratorium biologi terdengar. Zidan melongokkan kepala ke dalam. Lampu di sini pecah karena tingkah kakak kelasnya, dan sampai saat ini belum diperbaiki.
Akhirnya, berbekal flash dari ponsel, Zidan menuju deretan belakang untuk mengambil bukunya yang tergeletak di atas meja. Niatnya, ia ingin segera pergi namun sesuatu yang tertutup kain di bagian pojok menarik perhatiannya.
Dalam pikirannya, mungkin itu adalah kerangka manusia yang memang dipajang di sana. Tapi, bentuknya aneh.
Kepalanya runcing, seperti memakai caping petani. Tingginya juga lebih jauh dari Zidan, padahal kemarin patung itu seukuran dengannya. Belum, bercak hitam yang ada di bagian kepala.
Zidan mengulurkan tangannya, hendak menarik kain kotor tersebut untuk melihat sesuatu di baliknya.
"AU!" Lelaki itu menarik tangannya. Barusan, ia seperti dicakar. Entah apa dan siapa yang melakukannya, itu terjadi begitu saja.
Rasanya, sebuah kuku panjang yang tajam menancap di bawah lipatan sikunya kemudian menariknya sampai ke pergelangan.
Zidan melarikan diri dari sana, mengecek lukanya di depan uks yang terang. Dia tidak salah, bekas luka itu berupa cakaran yang panjang dan dalam.
Krek, krek.
Terdengar suara dari dalam uks. Sosok perempuan yang sedang menata kotak P3K menyapa retinanya. Zidan menghela napas, masuk ke dalam untuk meminta pertolongan.
"Aul," dia memanggil perempuan itu yang merupakan teman sekelasnya. "Bisa tolong obatin nggak?"
Sang gadis memperhatikan tangan Zidan yang terulur. "Obatin apa?"
"Ini, tangan gue. Perih banget, cepetan dong."
"Tangan lo nggak kenapa-napa kok?"
Zidan mengerutkan dahi, ia menatap tangannya serta Aulia bergantian. "Maksud lo? Ini jelas-jelas tangan gue luka gede, baik-baik apanya?"
"Beneran nggak ada yang salah sama tangan lo! Luka apa? Gue nggak lihat!"
Zidan melongo. Tangannya makin terasa perih dan darah bahkan menetes di lantai. Apa maksud Aulia tidak dapat melihat lukanya?
"Jangan ngaco ul, masa cuma gue yang bisa lihat?" Lelaki itu kedengaran putus asa.
"Gue beneran nggak nemuin luka apapun di tangan lu, Zi." Ujar Aulia sambil membolak-balik tangan Zidan beberapa kali guna memastikan.
"Lu abis darimana emang?" Tanya Aulia.
"Lab bio, ngambil buku."
"Lu bego ya?" Nada Aulia meninggi. "Disitu kan ada setan, pantes lo kena!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Stories
HorrorSelf-made creepy stories. Language : Bahasa *** Tenang aja, selama lu gak bisa ngeliat, gak bakalan ada sosok gaib yang ikut baca cerita ini di belakang lu. Tapi hati-hati aja, mungkin lu gak bakal berani meremin mata waktu keramas.