14. Persami

253 28 3
                                    

"DEK! BANGUN!"

Suara kakak dewan ambalan membangunkan Robi dari tidur nyenyaknya. Dia menatap ke sekeliling dan mendapati tendanya sudah kosong. Anak-anak calon dewan ambalan pasti sudah berkumpul di lapangan utama, meninggalkan dia saat masih asyik berkelana di alam mimpi.

Tega amat pada ninggalin. Emang pada gak ngeliat dia masih tidur?

Ini bukan saatnya memprotes! Robi pun segera bangun dan ikut berkumpul bersama teman-temannya.

"Lah Robi?" Itu Putra, teman satu sangganya yang berlari ke arahnya. "Lo kok di sini? Bukannya tadi lo ke daerah wakasek?"

"Gue baru bangun! Kampret, pada ninggalin gue lo semua!"

"Apaan ninggalin, jelas-jelas tadi lo bangun duluan, udah rapi pake hasduk sama topi, mukul-mukul panci bangunin kita!" Ujar Putra, dengan wajah yang sedikit masam ketika mengingatnya.

Robi mengerutkan dahi. "Lo ngelindur ya? Gue aja dibangunin kakak DA, bangun-bangun tenda udah sepi."

Putra terdiam mendengar penurutan Robi. Salivanya meluncur membasahi kerongkongan. "Terus, yang tadi siapa?"

"Yang mana?"

"Yang bangun duluan, ketawa-tawa sambil mukulin panci, terus pas udah ngumpul minta ke wc dan dia lari ke deket ruang wakasek."

"Mimpi kali lo, btw lo ngapain balik?" Robi mengganti topik.

"Gue mau ngambil pulpen, tapi gak jadi aja deh, kata-kata lo serem." Putra segera menarik Robi menuju area kumpul mereka.

"Woi!" Sapa Kemal. "Lama amat lo berdua!"

"Udahan yang kebelet Rob?" Tanya Andika.

Robi memasang wajah heran. Dia bahkan baru sampai, tapi kenapa Andika menanyakannya seolah Robi sudah meminta izin? Tapi, mengingat apa yang dikatakan Putra tadi, Robi hanya mengiyakan saja agar tidak menimbulkan masalah.

Tak lama kemudian, event mencari bantara pun dimulai.

Awalnya semua berjalan mulus, sampai Robi terpisah dari kawanan sangganya ke bagian sekolah yang lain.

"Duh, temen-temen pada kemana sih? Bisa-bisanya gue kesasar." Rutuk Robi. "Udah dingin, gelap, sendiri lagi."

"Bantaranya dimana ya?" Robi mencari-cari. Ia menyinari setiap sudut sekolah dengan senternya.

"Allahuakbar!" Serunya ketika tanpa sengaja menyinari seorang gadis berpakaian pramuka dengan topi besar yang menutupi seluruh matanya. Pakaiannya lusuh, dan di tangannya terdapat sebuah kotak yang diyakini Robi berisi bantara. Ia berdiri di bawah pohon beringin besar.

Tanpa ragu, dia mendekati gadis itu.

"Eh, lo dari kelas mana?" Dia menunduk untuk melihat wajahnya, namun gadis itu berpaling. Buka topi? Jangan, nggak sopan. Sepertinya dia pemalu. Satu-satunya cara untuk berkomunikasi dengannya hanyalah berbicara.

"Lo lihat temen-temen gue gak? Ketua sangganya rada pendek, pake kacamata, terus--"

Sret.

Gadis itu menyerahkan kotak tersebut pada Robi.

"Buat gue? Terus lo?" Gadis itu tidak menjawab, malah terus menunduk.

Robi membuka kotak tersebut untuk mengeceknya. Isinya benar bantara. Ia mendongak.

"Maka--"

Kalimat Robi terhenti. Tubuhnya mematung menyadari bahwa sosok gadis itu sudah menghilang. Padahal, tidak ada suara sepatu yang bergesekan dengan tanah maupun suara membalik badan. Lalu, bagaimana?

"Dek?"

"HUWA!" Robi terperanjat. Ternyata kakak DA yang tadi membangunkannya.

"Ngagetin aja kak."

"Kamu ngomong sama siapa?"

"Hah?" Robi menyatukan alis. "Oh, tadi ada cewek disini. Gatau dari kelas mana, ngasih bantara ini padahal dia dapet duluan."

"Daritadi kakak ngawasin disitu." Kakak DA yang diketahui Robi bernama Aldi itu menunjuk tangga di belakangnya. "Nggak ada siapapun kecuali kamu yang ngomong sendiri."

Robi meneguk ludahnya. "Tapi kak, tadi beneran ada cewek disitu."

"Pake baju pramuka?" Sela Aldi. Robi mengangguk.

"Pake topi kegedean, matanya bolong, dahinya pecah sampe keliatan otaknya?"

"Iya, pake topi-- eh?" Robi berhenti sejenak, mencerna kembali ucapan Aldi. "M-matanya b-bolong?"

"Dia nggak nunjukin ke kamu?"

"Kak, kakak kok ngomong aneh-aneh sih." Robi tertawa garing. "Jangan-jangan kakak.."

"Gue bukan setan, kampret! Serius ini!" Air wajah Aldi yang khawatir membuat Robi sadar bahwa kakak kelasnya itu nggak main-main.

"Dek?" Aldi mencoba menyenteri wajah Robi yang bengong untuk membuatnya tersadar, namun segera ia matikan lagi.

"Kenapa kak? Ada apaan?" Tanya Robi, mengarahkan senternya ke belakang. Namun sebelum ia sempat melihat apa yang ada di sana, Aldi sudah merebut senternya dan membalik tubuhnya lagi, bahkan menutup matanya.

"Jangan dilihat. Istighfar."

"Hah? Kenapa?"

"Dia ada di belakang kamu."

Ghost StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang