Tepat ketika Michelle selesai berbicara, sebuah ledakan di sisi lain hutan membiaskan cahaya merah juga biru keperakan. Bersamaan dengan ledakan itu pula sayup-sayup terdengar geraman dari kejauhan.
“Ini… Nabilah?!” seru Beby menoleh ke arah sumber ledakan yang bahkan ia sendiri tidak tahu di mana tepatnya.
“Dimana?” tanya Anaya yang juga melihat ke mana arah pandangan Beby mengitar.
“Di sini!” seru Michelle tiba-tiba muncul di depan Anaya. Michelle muncul dari bawah. Bukan dari tanah melainkan dari bayangan Anaya yang memanjang akibat cahaya dari ledakan.
BUAKK!!!
“Belum selesai!” sahut Devi menyambung pukulan Michelle yang mendarat tepat di wajah Anaya.
DUAKK!!!
“Haah… susah. Memang susah elemen kalian berdua ini.” Sahut Anaya yang rupanya berhasil menahan serangan lanjutan Devi dengan kedua tangannya yang terlihat lebih gelap dari sebelumnya. Mirip seperti kedua kepalan tangan Devi.
“Apa?! Bukankah Anaya tidak bis--“
“Aku Ayana. Benar-benar Ayana. Bukan apa yang dahulu kalian hadapi. Maaf telah membuat kalian tertipu tapi menggunakan tipuan saat bertarung dengan musuh, itu bukan hal yang salah,” Sela Ayana memotong pemikiran Devi.
“Ho? Jadi… Ayana berhasil mengambil alih auranya? Hebat!” seru Beby girang.
“Kalau dia Ayana, bagaimana mungkin ia bisa mnggunakan 3 element sekaligus?. Dan sekarang dia telah menguasai kekuatanku!. Sialan kau Ayana!” gumam kesal Devi.“Eits. Mau ke mana?” ujar Ayana sambil mengangkat kedua tangannya dengan gerakan jemarinya yang kaku.
“Sialan! Bayanganku juga?!” seru Michelle.
“Beby!” Seru Ayana.
“Michelle!” Teriak Devi panik ketika ia melihat Beby yang berlari menghampirinya dengan kecepatan penuh.
“Dev! Siap-siap tangan!” seru Michelle.
“Ah!” Devi menangkap apa yang dimaksud kawannya tersebut.
“Rasakan!” seru Beby melompat menendang ke arah Devi yang masih kaku tidak dapat bergerak
.
“Sekarang!” seru Michelle.
“Eh?! Kenapa ini?!” seru Ayana panik ketika ia menyadari bahwa dirinya kehilangan kendali atas Devi. Bahkan kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
“Kau pikir elemenku ini bisa kau pelajari hanya dalam sekali-duakali lihat? Jangan bodoh.” Geram Michelle dengan sekali gerakan tangan, juga masih memanfaatkan cahaya yang menciptakan bayangan mereka yang tengah bergelut, mengambil alih kendali. Membalikkan keadaan.
“Beby! Awas!”
“Terlambat.”
KRAKK!!!
“AAARGGHH---”
“Berisik!” geram Devi mencengkram mulut Beby dengan lengannya yang hitam.
CRRSSHH!!!
Kedua mata Ayana membulat etika melihat wajah Beby hancur diremas oleh tangan Devi yang telah diselimuti kegelapan.
“Yang satu udah diem, sekarang tinggal yang satunya ” Sahut Devi.
“Oh, sial!” seru Michelle.
“Devi! Awas!”
“Eh?”
JDAKK!!!
Ayana yang tiba-tiba terbebas dari ikatan bayangan Michelle berhasil mendaratkan pukulan di ulu hati Devi dengan telak. Membuat Devi terlempar ke samping Michelle.
“Le! Apa-apaan sih?!” geram Devi menahan sakit.
“Sori-sori.” Balas Michelle gugup.
“Kenapa?! Tiba-tiba saja bayangannya tidak dapat kukunci. Apa karena luapan auranya yang melebihi kapasitas untuk kukendalikan? Tapi tidak mungkin. Tadi saja bisa.”
Sementara itu, Ayana menangisi Beby yang kini terbaring tak bernyawa. Dengan darah yang mengalir cukup jelas dari wajahnya yang tak lagi berbentuk, ia masih saja mengajak Kakak kelasnya itu berbincang.
“Beb Bantuin Aku. Jangan dulu tidur.”“Orang gila!” seru Devi yang langsung melayangkan drop-kick pada Ayana yang duduk memunggunginya.
“KAU!!!” seru Ayana yang langsung berbalik melepaskan semburan api merah dari kedua tangannya. Namun, serangan dadakan tersebut masih dapat dihindari dengan mudah, bahkan sangat mudah oleh Devi.
“Ckck. Begitulah jadinya jika seseorang terlalu dikuasai emosi.”
“Eh?!” pekik Michelle yang berdiri cukup jauh dari pertempuran mereka berdua.
“Devi! Awas!”
JLEB!!!
“Aku tahu itu.” bisik Ayana yang tiba-tiba berada di belakang Devi dengan sebelah tangannya yang menancap tepat di tengah-tengah punggung Devi.
“Sii…aal…”
“Bagaimana bisa ia berpindah tempat begitu saja. Padahal Aku baru saja menghindari serangannya!”
“Kau tidak tahu seberapa cepatnya kilat menyambar, kan?” bisik Ayana datar.
ZRRAASSHH!!!
Putaran angin dari tangan Ayana yang menancap di punggung Devi, membuat lubang di punggung semakin menganga, semakin lebar, hingga akhirnya lubang tersebut menghancurkan seluruh tubuh Devi. Menghancurkan setiap organ dalam. Menghancurkan tulang punggung maupun rusuk. Hanya tinggal kepala, kedua lengan, juga kedua kaki yang tersisa.
“KURANG AJAAARRR!!!”
Tanpa basa-basi lagi, Michelle langsung menyerbu Ayana. Emosinya bercampur aduk ketika ia hanya bisa melihat kawannya dihabisi oleh Ayana.
“Kau yang kurang ajar! SIALAN!!!”
DUAKK!!!
Pukulan mereka beradu. Ayana dengan tinju api, sedangkan Michelle yang tiba-tiba saja dapat mengendalikan bayangan lebih dari yang biasanya, melapisi tinjunya dengan bayangan yang ia kendalikan. Tekanan dari pukulan mereka berdua begitu berat sehingga membuat mereka cukup kesulitan untuk menjaga keseimbangan.
JDARR!!!
Lengan Ayana yang lain, dengan cepat ia ayunkan. Pukulan dari tangan lainnya kali ini diselimuti akar-akar listrik hijau, membuat Michelle terlempar dengan sengatan yang mengejutkannya. Juga membuatnya kejang tidak bisa bergerak.
“Yang tadi itu masih kurang! KURANG! KURAANGG!!!”
Emosi Ayana kali ini meledak. Apa yang sedari tadi ditahannya ketika ia melihat Beby dihancurkan, semuanya ia lampiaskan. Rentetan pukulan ia daratkan di beberapa titik di tubuh Michelle. Perut, wajah, pundak, semuanya dengan kepalan tangannya yang masih diselimuti oleh benang-benang listrik berwarna hijau.
Dan tentu saja, hal tersebut langsung merenggut nyawa Michelle karena ia menerima serangan-serangan tersebut dengan telak. Michelle tidak bisa menghindar ataupun menahan serangan yang bergerak dalam kecepatan kilat tersebut.
Kini, Ayana hanya bisa terdiam merunduk di atas tubuh Michelle yang sudah tidak bernyawa. Ia bimbang. Bingung. Shock karena kakak kelasnya yang sedari tadi menemaninya, kini telah tiada dan ia masih harus melanjutkan perjalanan.
“Hei! Sejak kapan kau bisa mengendalikanku?!” seru personifikasi aura Anaya.
“Berisik.”“Mata itu juga! Jadi selama ini kau---“
“Sudah kubilang berisik!”
“Baiklah,”
‘Sepertinya Ayana berhasil menguasaiku. Sudah selayaknya kau mendapat gelar imperatrix Ay,’ batin Anaya.
“Ck. Sekarang Aku harus bagaimana? Ke mana Aku harus pergi?”
“Tentu saja ke arah ledakan yang tadi terjadi. Bukankah Kak Beby bilang kalau itu aura Nabilah?” ucap Anaya
“Lantas tubuh Beby?”
“Kubur, lah.”
Dengan segera, Ayana mengubur tubuh Beby lalu kemudian memberi tanda karena dia berjanji akan kembali untuk mengubur Beby di tempat yang lebih layak setelah semua pertarungan ini selesai.
"Aku akan segera kembali,” ujar Ayana melangkah ke arah yang diinstruksikan oleh auranya.
-
Sementara itu, di pinggir pantai bagian barat, terlihat Gracio telah berhadapan dengan seorang wanita yang cukup berbahaha bagi pemerintahan.
“Vienny! Apa yang kau lakukan di sini?” ujar Gracio yang berdiri dengan santai.
“Haha tenang laksamana, aku kemari hanya ingin menyaksikan perterungan dari 2 imperatrix bodoh itu. Aku heran hanya dengan urusan kampus kedua orang bodoh itu sampai berperang seperti ini dan di tambah lagi, kau dan pasukanmu itu, seharunya menangkap mereka kan, tapi kenapa pimpinanmu itu membiarkan kekacauan seperti ini sehingga banyak peri hebat yang manjadi korban karena pertempuran bodoh ini!”
“Kau bilang mereka berdua bodoh tanpa berpikir babwa kau salah satu dari mereka. Aku peringatkan kau sekali lagi, jika kau berniat mengganggu mereka, pada saat ini juga aku akan menghabisimu.” Geram Gracio.
“Hahaha! Jadi kau berpikir jika kita bertarung kau akan menang... jangan Bodoh kau,”
Tanpa basa basi mereka langsung saling menyerang dan seketika itu ledakan yang dahsyat mengiasi tempat tersebut.
-
-
-
-
-
TBC...
Vienny sudah di sini! Lantas gimana dengan Saktia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Season 2 Hunted (Completed)
FanfictionCerita ini lanjutan dari season 1 nya yaitu "TOP HUNTER". Disarankan untuk membaca season 1 nya agar jalan ceritanya tidak membingungkan untuk anda.