Bag.4 - Salah menilai

229K 14.7K 431
                                    

Sedari taman kanak-kanak, Irgi dan Uma tidak pernah satu sekolah. Dan sekarang, mereka sudah harus masuk ke sekolah menengah atas.

Bibi Hesti merasa kalau waktu berlangsung begitu cepat, tak terasa keponakan yang sudah dia anggap sebagai anaknya sendiri telah memasuki jenjang akhir pendidikan formal.

Di SMA ini, akhirnya Irgi merasakan satu sekolah dengan Uma, bahkan satu kelas, dan lebih dari itu, mereka satu meja.

Hari ini adalah hari pertama mereka di sekolah menengah atas, dan mereka belum mengenal seorang pun di kelas baru.

"Aku mau duduk sama cewek," kata Uma.

"Emangnya kalau sama aku kenapa?"

"Bosen," jawabnya. "Di rumah sama kamu, masa di sekolah sama kamu lagi."

"Aku ngebosenin? Parah. Kata-kata kamu nyakitin."

"Yaelah, cowok kok baperan," Uma tidak peduli dengan Irgi kali ini. Mungkin, ini untuk pertama kalinya.

"Kamu berubah, Uma," ucap Irgi seraya bangun dari tempat duduknya.

Irgi pindah, namun, dia duduk tidak jauh dari Uma. Posisi duduknya tepat di belakang Uma.

"Aku disini," kata Irgi dan dia mulai duduk di tempat barunya.

"Yaudah," jawab Uma. Tetapi setelah itu, dia mendekat ke Irgi dan berkata, "Kalau di sekolah kita ngomongnya pake lo-gue aja."

Uma duduk sendiri, belum ada yang mengisi kursi kosong di sampingnya. Berbeda dengan Irgi, dia duduk dengan seorang pria berkacamata dengan hidung mancung dan berbibir tipis. Tampangnya lumayan tampan, dan terlihat seperti orang yang pintar.

"Dari SMP mana?" tanya Irgi basa-basi.

"SMP Nusa putra," jawabnya.

Jawaban lelaki itu begitu singkat. Pandangan pertama Irgi mengenai orang yang duduk di sampingnya adalah dia orang yang awet bicara, dingin, dan tertutup.

"Lo enggak mau ngobrol?" Irgi bertanya lagi. Dia berusaha mengajak orang yang duduk di sampingnya untuk bicara lebih banyak.

Lelaki itu hanya menanggapi dengan lirikan sinis. Sepertinya, dia merasa terganggu.

"Lo lagi kenapa? Ada masalah? Atau lagi kehilangan seseorang? Sifat lo kaya gue waktu kecil. Tapi, tenang aja, di depan lo sekarang, ada cewek yang hobinya itu ngebuat orang lain tersenyum." Irgi berusaha lebih dekat dengan orang itu. Dia mulai berbicara, berbicara urusan hati.

Lelaki itu masih tidak menjawab, dia malah bangun dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Irgi.

"Siapa nama lelaki di samping lo?" tanya Uma, pakai "Lo" dan ini untuk pertama kalinya dia bicara dengan Irgi dengan bahasa yang seperti itu.

"Kok kayaknya agak kasar ya kalau kamu ngomong pakai lo?"

"Udah, biasain aja kalau di sekolah. Nanti di rumah kita pake aku-kamu lagi kok," jawab Uma seraya tersenyum.

"Akhirnya kamu senyum sama aku...eh....gue," balas Irgi. "Aneh, ya? Enggak biasa cara ngomongnya, hehe."

"Siapa nama cowok tadi?" Uma bertanya lagi.

"Enggak tau, dingin banget dia. Lo suka?"

"Kalau suka kenapa? Cemburu?"

"Hehe." Irgi hanya menjawab dengan cengiran, entah maksudnya apa.

Sepuluh menit kemudian, lelaki itu kembali dan duduk di tempatnya sambil berkata, "Akhirnya lega."

"Lega kenapa?" tanya Irgi.

"Biasa, panggilan alam," jawabnya sambil senyum.

"Oh, lo tadi nahan boker? Gue kira lo orangnya judes dan enggak nyaman sama gue."

"Hahaha, enggak lah. Kenalin nama gue Kuro," ucapnya sambil mengajak bersalaman.

"Gue Irgi," balas Irgi sambil menyambut salaman tangannya.

"Oh iya, kata lo tadi di depan gue ada cewek yang hobinya ngebuat orang lain senyum? Kenalin dong sama gue."

"Uma," panggil Irgi.

"Iya?"

"Ini ada yang mau ngajak kenalan."

"Hai, gue Kuro." Cara berkenalannya sama seperti tadi, sambil mengajak bersalaman.

"Gue Uma, salam kenal," balas Uma sambil menyambut tangan Kuro dan diiringi dengan kontak mata berekspresi tersenyum.

Kuro pun ikut tersenyum melihat senyum Uma dan kemudian berkata, "Benar, dia jago bikin orang lain senyum."

~to be continued~

Di vote dan komen dong ceritanya, sepi banget. Sakit hati saya.



SAHABAT KOK ROMANTIS? (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang