"Tante Hesti, Irgi udah bangun?" tanya Uma di pagi hari.
"Udah, kamu tengok gih ke kamarnya!"
"Oke, Tante."
"Itu kamu bawa apa?" tanya Tante Hesti sambil melirik ke sebuah tempat makan yang dibawa oleh Uma.
"Sarapan untuk Irgi, Tante."
"Waduh, kayaknya pagi-pagi kamu udah repot aja nih," goda Tante Hesti.
"Enggak, Tante, selama untuk Irgi, aku tidak akan pernah merasa kerepotan," balas Uma seraya tersenyum manis.
Hari ini, matahari kalah cepat dari Uma untuk menemui Irgi. Rasa khawatir terhadap sahabatnya, mampu mengalahkan sang Surya yang pada pagi itu belum menampilkan cahayanya yang indah.
Seusai bertanya kepada Tante Hesti, Uma berjalan menuju lantai dua. Lantai di mana kamar Irgi berada.
Saat sudah sampai tepat di depan kamar Irgi, tanpa basa-basi, Uma langsung membuka pintu dan dia melihat sahabatnya sedang duduk di tepi ranjang sambil memangku hewan peliharaannya.
"Hey," panggil Uma dengan lembut seraya berjalan mendekati Irgi. "Udah mendingan?"
"Belum."
"Sarapan, ya? Aku bawain sop ayam buat kamu. Siapa tau dengan ini kamu merasa lebih baik."
"Mulutku pahit, Uma. Aku tidak nafsu makan."
"Jangan memanjakan rasa sakit, Irgi. Ayo, sarapan!" Uma membujuk Irgi dengan sedikit paksaan. Gaya bicara dan sikapnya pada pagi itu, lebih menunjukkan kalau dirinya adalah seorang istri yang baik ketimbang predikatnya sekarang yang hanya menjadi sahabat terbaik.
"Aku makan semampuku aja, ya?"
"Iya, yang penting kamu makan," jawab Uma seraya membenarkan poni Irgi yang sedari tadi menutupi keningnya. "Kalau udah sembuh potong rambut, nih! Udah panjang."
"Iya."
"Ke balkon, yuk! Kita sarapan di sana," ajak Uma.
Irgi menuruti apa kata Uma. Berjalan menuju balkon bersama sahabatnya untuk menikmati sop ayam yang spesial.
Balkon rumah Irgi tidaklah besar, hanya sekitar 3x2 meter saja. Di balkon tersebut, terdapat dua kursi dan satu meja yang biasa digunakan untuk bersantai. Selain itu, ada beberapa tanaman kecil yang menghiasi balkon, seakan tanaman-tanaman itu memberi rasa sejuk di pagi hari yang romantis ini.
"Nanti mau ke dokter jam berapa?" tanya Uma sambil membuka tutup tempat makan.
"Jam sebelas."
"Aku anterin kamu pakai mobil, ya?" kali ini Uma bertanya sambil menyiapkan sesendok nasi yang akan ia suapi ke mulut Irgi.
"Berdua aja?"
"Iya. A' dulu," jawab Uma seraya menyuruh Irgi untuk membuka mulut.
Irgi membuka mulutnya, menerima suapan Uma dan mengunyahnya dengan baik. Uma tersenyum.
"Hari ini aku yang jadi penumpang," kata Irgi dengan sedikit senyum.
"Sekali-kali aku yang jadi tukang ojeknya, hahaha." Uma membalas seraya tertawa.
Pagi ini, Irgi merasa begitu bahagia. Dia merasa alam sedang berpihak padanya walaupun kondisi kesehatannya pada hari ini tidak cukup baik. Pagi yang indah, sarapan yang spesial, perlakuan yang romantis, wanita cantik yang menyayanginya, semua itu membuat Irgi merasa bersyukur diberi kehidupan.
Dulu, sebelum bertemu Uma, Irgi merasa menyesal mengapa Tuhan memberikan dia hidup ketika kedua orang tuanya harus pergi karena kecelakaan pada saat itu. Apalagi, setelah insiden itu, Irgi mendapat gangguan penglihatan dan patah kaki yang membuat semangat hidupnya pupus.
Ketika mengingat peristiwa yang dulu, peristiwa yang tidak mengenakkan, tanpa sadar Irgi merubah suasana yang romantis menjadi sedikit pilu.
"Uma, aku berhutang banyak padamu," kata Irgi dengan suara yang pelan dan terdengar sedih. "Kamu terlalu baik. Sedari kecil, aku sudah merepotkanmu. Padahal umur kita sebaya, tapi, mengapa aku merasa kamu lebih dewasa?
Aku tidak tau bagaimana aku harus membalas semua perlakuan baikmu. Bahkan rasanya, kalau aku hanya mengucapkan terima kasih, aku merasa, aku seperti orang yang tidak tau diri. Aku ingin membalas lebih, dan bukan hanya sekedar ucapan terima kasih.
Kamu pernah menuntunku saat kakiku sedang sakit, menjadi mataku saat penglihatanku menghilang, menjadi pendengar cerita yang baik saat ceritaku terdengar biasa saja bahkan membosankan.
Uma, kamu itu sebenarnya apa? Apakah kamu malaikat yang dikirim Tuhan untuk memberi semangat dalam hidupku? Ataukah bidadari yang ditugaskan untuk membuat diriku bahagia?" Irgi mengatakan itu dengan tanpa sadar dia meneteskan air matanya.
Irgi bukanlah lelaki yang cengeng. Dia jarang menangis, namun, pagi ini, pagi yang berbeda. Irgi menjadi lemah, lemah dengan semua kebaikan dan ketulusan kasih sayang Uma.
"Irgi, aku hanyalah wanita biasa, wanita yang lemah, bukan bidadari ataupun malaikat seperti yang kau tanyakan. Kamu tidak berhutang padaku. Aku baik padamu, begitupun sebaliknya," balas Uma.
"Jangan menangis!" lanjut Uma dengan lembut seraya mengusap air mata Irgi.
~to be continued~
Cerita ini kekurangan vote, jadi jangan lupa votenya dengan menekan tombol bintang di pojok kiri bawah dan berikan KOMENTAR kalian.
Bagikan cerita ini ke teman-teman kalian, ya? Siapa tau mereka juga suka dan ikutan baper hehehe.
Follow my Instagram: @gaktaudahlupa
KAMU SEDANG MEMBACA
SAHABAT KOK ROMANTIS? (Sudah Terbit)
Romance#1 teen fiction (26/05/18) #1 komedi (01/12/18) #1 drama (23/12/18) Genre : Action, Drama, Komedi, Romantis, Sekolah. "Sahabat kok romantis?" Begitulah kata teman-teman Irgi dan Uma. Persahabatan antara Irgi dan Uma memiliki rasa sayang yang luar bi...