Bag.63 - Yang selalu ada

72.5K 4.6K 664
                                    

Sebelum matahari terbenam, Uma tiba di rumah. Mobil berhenti, namun tidak dengan tangisnya. Upaya Ruri dalam menenangkan perasaan buah hatinya berujung sia-sia. Kesal dan tidak terima sudah pasti Ruri rasakan.
Ruri ingin menangis juga, tapi tentu saja dia tidak boleh. Dia harus tetap terlihat tegar di depan buah hatinya untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak masalah menerima masalah ini.

"Sudah sayang, sudah, jangan terus ditangisi. Ini sudah terjadi," ucap Ruri lirih seraya mengelus-elus pundak Uma. "Kalau begini, mau sampai kapan kamu menangis?"

Ruri mengajak Uma masuk ke dalam rumah, Uma menerima ajakan ibunya seraya berusaha menghentikan tangisnya.

•••

Jam menunjukkan pukul delapan, dan saatnya makan malam. Hidangan sudah berada di atas meja. Ruri dan suaminya sudah ada di sana. Uma masih berada di kamarnya, dia menolak untuk diajak makan malam bersama.

Sebenarnya Ruri juga tidak berselera untuk makan, tapi, demi menemani suaminya, Ruri tetap makan walau hanya sedikit.

Seraya makan, mereka membicarakan tentang rencana yang akan mereka buat kedepannya. Memikirkan sikap apa yang harus mereka ambil.

Ruri menangis di tengah makannya, makanannya tidak ia habiskan. Tangisnya pecah pada malam itu, dia sudah tidak kuat menahannya.

Pelukan suaminya ia gunakan sebagai penenang. Ruri menangis tersedu-sedu, dia sungguh tidak tega melihat anak semata wayangnya harus menghadapi ujian sebesar ini.

Ruri berpikir, Uma pasti akan menjadi bahan gunjingan tetangga, dia dan suaminya pasti akan dianggap sebagai orang tua yang gagal dalam mendidik anak.

Ruri belum siap menghadapi semua itu. Fahri, suaminya, dengan tulus memeluk istrinya seraya berkata, "Ruri, Tuhan sedang menguji keluarga kita dengan masalah ini. Tetap tabah, sayang. Kita sebagai orang tua harus bisa menyikapi ini dengan baik. Terus beri dukungan untuk Uma, dia sangat membutuhkan kita di kondisi yang seperti ini."

15 menit setelah mereka makan malam, datang seorang tamu tak diundang yang perannya begitu penting dalam kehidupan buah hati mereka.

Seorang lelaki dengan kaus hitam dan celana training panjang mengetuk pintu seraya mengucapkan salam.

Ruri membukakan pintu untuknya, mempersilahkan lelaki itu masuk dan menyuruhnya duduk terlebih dahulu di ruang tamu.

"Waalaikumsalam, Gi, silahkan masuk," ujar Ruri ramah.

"Duduk dulu sini, ada yang mau Ibu kasih tau ke kamu," lanjutnya.

"Ibu habis nangis?"

"Izinkan Ibu untuk tidak menjawab pertanyaanmu."

"Baik, Bu, maaf."

"Langsung saja, Gi. Jadi begini, hal yang kamu takutkan tadi siang, benar-benar terjadi pada Uma," ucap Ruri pelan.

Mendengar hal tersebut, Irgi terkejut. Ekspektasi buruknya menjadi kenyataan.

"Maksud Ibu, Uma hamil?" tanya Irgi memastikan.

Ruri menjawab dengan anggukan lemas.

Tidak perlu lagi penjelasan. Irgi mengacak-acak rambutnya pertanda tidak terima.

SAHABAT KOK ROMANTIS? (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang