Bag.56 - Sidang pemeriksaan

73.1K 3.6K 109
                                    

Selasa siang ini adalah Selasa yang sangat mendebarkan bagi Toro. Karena, pada siang ini Toro akan melakukan sidang perkara pidana.

Sebentar lagi, Toro yang sudah ditetapkan sebagai terdakwa akan memasuki ruang sidang. Panitia pengganti, jaksa penuntut umum, penasehat hukum, hakim ketua, dan hadirin sidang sudah berada di ruangan tersebut.

Irgi dan Uma berada di tengah-tengah hadirin. Bukan hanya mereka, tetapi, Paman Ata, ayahnya Uma, dan Tara Alfian pun ikut menyaksikan sidang tersebut.

Hakim ketua mulai membuka sidang, tata cara sidang perkara pidana dijalankan sesuai dengan yang sudah diatur dalam KUHAP(UU.No .8 tahun 1981.)

Setelah hakim ketua membuka sidang, terdakwa dipersilahkan masuk ke dalam ruangan. Toro masuk bersama penasihat hukumnya beserta seorang petugas.

Ketika Toro sudah memasuki ruangan, sang petugas mempersilahkan Toro untuk duduk di kursi pemeriksaan.

Toro berjalan menuju kursi itu dengan wajah melas seraya menunduk penuh penyesalan. Seolah sedang mengharap belas kasihan dari hakim ketua dan penuntut umum.

"Idih, pakai masang muka melas segala, gak bakal ada yang kasihan sama lu," gumam Tara geram sekaligus jijik melihat ekspresi melasnya Toro.

Sidang dimulai ketika hakim ketua memberikan pertanyaan pertama kepada Toro. Suasana di ruangan itu hening, semua fokus pada jalannya sidang.

Hakim ketua menanyakan beberapa pertanyaan mendasar kepada Toro, seperti: kesehatan dan identitasnya.

Setelah menerima beberapa pertanyaan, sidang dilanjutkan pada sesi berikutnya, yaitu pembacaan surat dakwaan.

Surat dakwaan dibaca oleh sang jaksa. Surat dakwaan adalah sebuah surat yang dibuat oleh penuntut yang berisi perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan hasil penyidikan.

Seusai jaksa membacakan surat dakwaan, hakim ketua bertanya kepada Toro dan penasihat hukum atau pengacaranya, "Apakah terdakwa akan mengajukan pembelaan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum?"

"Iya," jawab pengacara Toro.

Pembelaan atau eksepsi yang diajukan oleh pengacaranya Toro dilakukan secara lisan.

Dalam perkara ini, pengacaranya Toro mengajukan pembelaan kepada jaksa dengan mengatakan kalau Toro menderita penyakit jiwa.

Seperti yang kita tahu, orang gila tidak bisa dipidana. Hal ini tertulis dalam pasal 44 ayat 1 KUHP yang berbunyi, "Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal."

Tentunya, ketika pengacara Toro melakukan pembelaan seperti itu, para hadirin sidang yang kebanyakan adalah anggota geng yang sudah bubar alias Kurab merasa kesal dan tidak terima dengan pembelaan tersebut. Begitupun Irgi dan keluarganya Uma.

"Dia gak gila! Mana mungkin orang gila bisa nyusun rencana dan punya anak buah!" teriak Hans memecah keheningan ruang sidang.

"Kami mengenalnya dengan baik, dia bukan orang gila!" tambah Jepri.

"Dia psycho," lanjut Tara dengan suara yang lebih terkontrol.

"Dia itu penjahat kelamin!" Irgi ikut bersuara.

Ruang sidang yang awalnya hening, menjadi riuh dengan gemuruh suara hadirin yang terlanjur kesal akibat pembelaan yang diajukan oleh pengacaranya Toro.

Melihat situasi ruang sidang menjadi kacau, hakim ketua berusaha untuk mendinginkan suasana kembali dengan cara mengetukkan palu berkali-kali atau berulang-ulang.

Pengetukkan palu secara berulang mengisyaratkan bahwa para hadirin harus kembali tenang dan tertib.

"Semua harap tenang!" ucap sang hakim ketua seraya mengetukkan palu.

Para hadirin langsung diam saat sang hakim memberikan imbauan.

Pembelaan yang diajukan oleh pengacara tidak langsung diterima mentah-mentah, sang hakim ketua kemudian menanyakan kepada penuntut umum mengenai kebenaran dari pembelaan tersebut. Yang menuntut kasus ini ke pengadilan adalah keluarganya Beny dan keluarganya Uma.

"Bagaimana tanggapan pihak penuntut?" tanya sang hakim ketua.

"Pengacara itu bohong. Toro gak gila. Saya mengenalnya dengan baik. Kalau memang benar dia gila, saya minta tolong dengan sangat kepada Pak Hakim Ketua, tolong masukkan Toro ke tempat yang lebih buruk dari penjara, yaitu, rumah sakit jiwa," jawab Tara, selaku penuntut umum.

Seusai Tara memberikan tanggapan, para majelis hakim menskorsing jalannya sidang selama beberapa menit. Menskorsing jalannya sidang bertujuan untuk membuat keputusan untuk menerima pembelaan yang diberikan oleh penasihat hukum atau pengacara.

Para majelis hakim meninggalkan ruang sidang untuk membahas keputusan pembelaan di ruang hakim. Sedangkan penuntut umum, terdakwa, pengacara, dan hadirin sidang tetap berada di ruang sidang.

"Nyewa pengacara di mana Bang? Pembelaannya kok gak masuk akal?" sindir Kenza, dan hadirin yang lain menertawai dengan gaya mengejek.

"Jangan-jangan, pengacaranya yang gila," tambah Ocit dan hadirin pun tertawa kembali.

"Si Ocit bener-bener," celetuk Jepri. "Bener-bener, bener."

"Yaaaaah," hadirin tertawa kembali layaknya bocah kentang.

"Mas Irgi, kalau mau memberikan tanggapan atau ledekan, silahkan atuh." Sony menawarkan.

Yang Irgi inginkan saat itu bukanlah memberikan ledekan kepada Toro, Irgi ingin yang lebih dari sekedar meledek. Dia ingin menghakimi Toro dengan tangannya. Namun, tentunya Irgi tidak bisa melakukan itu, dia tahu dia sedang berada di mana sekarang, dan tentunya ada hakim yang lebih berhak untuk menghakimi Toro dibanding kedua tangannya.

Semenjak kejadian itu, saat Irgi melihat ke wajah Toro, Irgi merasa seperti ada sesuatu yang naik di dalam dirinya. Rasanya selalu emosi saat melihat wajah Toro dan Irgi ingin sekali meluapkan emosi itu menggunakan jurus-jurus silatnya. Mungkin, begitulah rasanya dendam.

Beberapa menit kemudian, para majelis hakim kembali ke ruang sidang. Seluruh hadirin kembali tenang.

Eksepsi yang diajukan oleh pengacaranya Toro ditolak oleh sang hakim. Dan kemudian sidang dilanjutkan ke tahap kedua, yaitu sidang pembuktian.

Sidang tahap kedua, tidak dilaksanakan pada hari yang sama. Sidang tersebut akan kembali dilanjutkan satu Minggu setelah sidang tahap pertama ditutup.

Namun tidak perlu khawatir, dari hasil penyidikan dan juga barang-barang bukti, Toro pasti akan dikenai pidana akibat perbuatan kejinya itu.

Selamat menempuh hidup baru, Toro. Penjara adalah rumah barumu.

~to be continued~

Jangan lupa vote dan KOMENTARNYA! Komentar yang banyak, ya?

Tunggu terus kelanjutannya.

Instagram: @gaktaudahlupa

SAHABAT KOK ROMANTIS? (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang