Bag.59 - Kepada mereka

77.8K 4K 333
                                    

Hari sudah sore, sekitar pukul empat, Uma dan ibunya akan pergi ke klinik kesehatan khusus wanita.

Ruri mengenal salah satu dokter atau ginekolog dari klinik tersebut. Sehingga, sebelum mereka pergi ke sana, Ruri membuat janji terlebih dahulu via telepon.

Ruri sudah berada di mobil, menunggu anak gadisnya seraya memanaskan mesin.

Uma masih berada di kamarnya. Dia sudah rapi. Namun langkahnya sangat berat untuk beranjak dari kamar. Kakinya seperti ditahan oleh rasa takut yang terus menghantuinya.

"Sayang, ayo cepat," teriak Ruri memanggil Uma. Suaranya kencang namun nadanya penuh kasih.

"Iya, Bu," sahut Uma sambil mulai melangkahkan kakinya.

•••

Kali ini Irgi tidak ikut menemani Uma, dia ada janji dengan Kuro dan Shafa sore ini. Mereka bertiga akan menjenguk Beny yang kabarnya masih terbaring lemah di rumah sakit.

Kuro baru saja tiba di rumah Irgi. Seperti biasa, dia tiba di sana dengan motor ninja hitamnya dan Shafa yang ada di jok belakang motornya.

"Samlikum!" teriak Kuro dari depan pintu gerbang rumah Irgi.

Mendengar ucapan salam yang salah, Shafa menoyor pelan kepala Kuro yang ditutup dengan helm sambil berkata, "Salamnya yang bener, Buaya."

"Kamu aja deh yang salam. Aku malu-maluin."

"Malu-maluin kok nyadar!" gumam Shafa sambil turun dari motor. "Assalamualaikum, Irgi!"

Tidak lama setelah itu, Irgi keluar rumah untuk membuka pintu gerbang. Irgi sudah siap kala itu, dia tidak menyuruh Kuro dan Shafa untuk masuk.

Irgi langsung menyalakan motor Vespa-nya dan menjalankan motor tersebut keluar gerbang.

"Ayo, berangkat!"

"Lu enggak ngajak Uma?" tanya Kuro.

"Enggak."

"Kenapa?"

"Ntar gua ceritain. Udah, ayo jalan," jawab Irgi sambil mulai menarik gasnya.

"Jangan lupa berhenti di toko buah," pesan Shafa.

•••

Di tengah perjalanan, Kuro dan Shafa mulai merasakan adanya perbedaan sikap pada Irgi. Dia tidak seperti biasanya.

Saat berhenti di toko buah, hanya Shafa yang masuk ke toko tersebut. Irgi dan Kuro tetap berada di motor masing-masing.

"Gi, bengong aja?" tegur Kuro. "Dari tadi gua perhatiin. Emangnya ada apa sih?"

"Gini, Ro, duh, gimana ya gua ceritanya?"

"Pelan-pelan aja, santai."

"Tadi siang di taman, Uma ngeluh pusing sama gua. Terus, waktu sampai rumah, katanya selain pusing, dia juga mual. Gua...."

Belum selesai Irgi menjelaskan, Kuro memotong. Karena Kuro tau lanjutan dari penjelasan Irgi.

"Masuk angin itu," katanya dengan maksud menenangkan hati Irgi.

"Semoga aja, Ro," balas Irgi. "Sekarang dia lagi ke klinik. Sebenarnya gua pengen nemenin dia, tapi kan gua udah punya janji sama lu dan Shafa."

"Yaudah, lebih baik sekarang lu tenang. Jangan terlalu dipikirin. Kalau lu banyak pikiran sampai stres, nanti, siapa yang bikin Uma senyum?"

"Iya, Ro, makasih motivasinya," ucap Irgi dengan sedikit senyum.

Tidak lama setelah Irgi curhat pada Kuro, Shafa kembali ke tempat di mana kedua sahabatnya menunggu sambil membawa parcel buah.

"Ayo, jalan lagi," ucap Shafa.

Selama di perjalanan, Kuro menceritakan kembali apa yang baru saja Irgi ceritakan kepadanya. Menurut Kuro, Shafa harus tahu tentang ini.

Kuro dan Shafa adalah dua orang yang paling Irgi percayai. Irgi yakin kalau mereka berdua adalah sepasang sahabat yang tidak akan membocorkan rahasia sahabatnya sendiri.

Seusai mendengar cerita dari Kuro beserta dugaannya, Shafa semakin merasa prihatin terhadap kondisi Uma. Walau hasilnya belum ada yang tahu, namun, tanda-tandanya seperti sudah memberitahu.

"Habis jenguk Beny, kita pura-pura mampir ke rumah Irgi dulu. Habis itu, kita jenguk Uma. Aku ingin ngobrol sama dia," perintah Shafa. Kuro hanya mengangguk.

•••

Beny masih terbaring di atas ranjang rumah sakit. Tadi pagi, dia baru saja tersadar dari komanya. Cairan perusak saraf yang pernah Toro berikan, membuat hidup Beny tersiksa.

Mulai dari dirinya tersadar hingga sore ini Beny tidak bisa merasakan ataupun menggerakkan kaki kanannya. Salah satu panca inderanya pun tidak berfungsi dengan baik. Telinga Beny mengalami gangguan.

Kini, untuk mendengar dengan jelas, Beny harus menggunakan alat bantu dengar atau hearing aid. Gangguan ini untungnya bisa disembuhkan.

Irgi, Kuro, dan Shafa tiba di rumah sakit. Kebetulan di depan kamar Beny, ada Tara yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya.

Irgi pernah bertemu dengan Tara, yaitu pada saat di pengadilan.

"Permisi, Bang," sapa Irgi seraya mengajak bersalaman.

"Oit, Gi. Mau jenguk Beny, ya?" balas Tara hangat seraya basa-basi dan menyambut tangan mereka.

"Iya, Bang."

"Yaudah sini, masuk." Tara membukakan pintu dan mempersilahkan mereka.

Saat mereka masuk, Beny sedang makan sore. Dia disuapi oleh seorang perawat. Tubuh Beny terlihat lebih kurus, dan tatapan matanya terlihat layu.

"Hai, Ben," sapa Kuro. Beny hanya membalas dengan senyuman.

Di tengah senyumnya, Beny mengamati mereka bertiga. Dia seperti mencari seseorang. Namun saat dirinya tahu kalau orang yang dia cari tidak ada, tersirat rasa kecewa di dalam tatapannya.

"Uma mana?" tanya Beny dengan suara yang pelan dan agak serak.

~to be continued~

Jangan lupa vote dan KOMENTARNYA ya? Komentar yang banyak dong hehehe.

Jangan bosan dengan ceritanya dan tunggu terus kelanjutannya.

Follow my Instagram: @gaktaudahlupa

SAHABAT KOK ROMANTIS? (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang