Bag.58 - Tanda awal

80.8K 4.2K 274
                                    

Saran saya, dibaca kembali bagian 57nya supaya ingat kembali dengan kejadian kemarin.

"Pusing? Yaudah, kalau begitu, kita pulang aja, yuk? Lagi pula udah terik, nih," ajak Irgi. Dengan sigap, dia langsung mengajak Uma untuk segera pulang. "Pakai jaketnya."

Uma menerima ajakan Irgi. Mereka bergandengan. Uma menyandarkan kepalanya di bahu Irgi seraya berjalan pelan menuju tempat parkir. Kepalanya terasa berat, perutnya pun mulai terasa agak mual. Bibirnya yang tadi terlihat merah, berubah menjadi agak pucat. Diikuti pula dengan raut wajah yang mulai terlihat layu.

"Nanti di rumah langsung minum obat, ya?" kata Irgi seraya memundurkan motornya.

Uma mengangguk.

"Ayo, naik!"

Di jalan, tak ada percakapan di antara mereka. Irgi membiarkan Uma beristirahat di punggungnya. Kepalanya ia sandarkan, dan lengannya ia lingkarkan ke pinggang Irgi.

Jaket baru pemberian Irgi seolah mewakili balasan dari perilakunya. Jaket itu menangkal angin yang masuk ke tubuhnya, dan melindungi rambut serta wajahnya dari terik juga debu.

"Aku takut hamil," batin Uma. Dia menganggap bahwa pusing dan mual yang dia rasakan sekarang merupakan tanda awal dari suatu hal yang tentunya sangat-sangat ia takutkan.

•••

Saat tiba di rumah, Uma langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ibunya pun segera merawat Uma dan memberikannya obat.

Obat yang diberikan ibunya hanyalah obat sakit kepala yang biasa ada di minimarket ataupun warung-warung.

Sore nanti, Uma akan dibawa ke dokter untuk diperiksa kesehatannya. Melihat anak gadisnya yang mengalami gejala pusing dan mual, membuat Ruri, ibunya Uma, berpikir kalau anaknya sedang menunjukkan tanda awal kehamilan.

Uma sudah menceritakan semua yang dialami selama dia diculik oleh Toro kepada ibunya. Tentu saja, saat mendengar cerita kalau anaknya dirusak oleh seseorang yang tidak dikenal dan tidak bertanggung jawab, membuat Ruri merasa gagal menjadi ibu dan seketika hatinya pun terasa hancur.

Melihat kondisi anaknya yang seperti ini, Ruri hanya bisa menangis di balik pintu seraya mengintip anak gadisnya yang sedang mencoba untuk tidur.

"Kenapa hal sekejam ini harus terjadi pada anakku?" gumamnya lirih seraya menatap Uma sebelum dia bergegas pergi untuk menaruh obat dan menemui Irgi di ruang tamu.

Kamar Uma terletak di lantai dua, dan berhadapan langsung dengan kamar Irgi yang ada di seberang jalan. Biasanya, setiap hari mereka saling bertegur sapa dari balkon masing-masing.

•••

Irgi duduk di ruang tamu bersama Pau. Dia menunggu ibunya Uma. Selama menunggu, Irgi hanya melamun seraya berpikir tentang kondisi Uma yang sekarang. Semua orang terdekat Uma khawatir ketika tahu Uma merasakan gejala pusing dan mual.

Di ruang tamu, dia juga curhat kepada Pau. Irgi tidak peduli Pau mau mengerti curhatannya atau tidak, namun yang penting, Irgi hanya ingin mengeluarkan apa yang membuat hatinya resah.

Sesekali, ia juga berdialog dengan hewan peliharaannya itu.

"Pau, Uma sakit. Nanti malam, temenin dia tidur, ya?" kata Irgi seraya mengelus-elus punggung Pau.

"Meong," balas Pau seraya menatap Irgi.

"Kenapa gak aku aja?" Irgi seperti mengulang apa yang Pau katakan. "Pau, aku belum boleh nemenin Uma tidur. Masih panjang waktunya untuk aku bisa melakukan itu. Do'akan saja ya, Pau? Aku ingin selalu bersama Uma. Selamanya."

Pau tidak menjawab, dia hanya menatap wajah Irgi. Mungkin, di dalam batinnya Pau mengaminkan apa yang baru saja dikatakan oleh majikannya.

Beberapa menit kemudian, Ibunya Uma datang menghampiri Irgi. Dengan cepat, Irgi langsung menanyakan kondisi Uma.

"Bu, Uma gimana?"

"Dia Ibu suruh istirahat. Kecapean kayaknya, Gi. Seminggu ini kan, dia telat tidur gara-gara belajar sampai larut," jawab Ruri.

Ruri berusaha menjernihkan pikirannya dari dugaan buruk terhadap anak gadisnya. Menjawab pertanyaan Irgi dengan pikiran yang positif.

Ruri tidak ingin Irgi berpikir sama dengan apa yang dia pikirkan. Ruri tidak ingin merusak pandangan baik Irgi terhadap anak gadisnya.

Namun sayang, ternyata, Irgi juga mempunyai pikiran kalau Uma sedang menunjukkan tanda awal kehamilan. Pemikirannya itu pun, dia sampaikan ke Ruri dengan nada bicara yang terdengar ragu.

"Bu, bukannya Irgi nyumpahin atau berpikir hal yang tidak-tidak, tapi, Irgi takut, Bu." Ucapan Irgi terputus sejenak. Dia merasa tidak mampu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Takut kenapa, Gi?" tanya Ruri.

"A...aku takut Uma hamil," jawabnya pelan.

Seusai Irgi menjawab, Ruri mendekati Irgi, mengusap punggung Irgi dengan maksud untuk menenangkan pikirannya.

"Jangan berpikir hal yang tidak-tidak, Gi. Doakan saja, semoga Uma hanya kecapean atau masuk angin. Sebenarnya, dari tadi Ibu juga kepikiran hal itu. Tapi, Ibu terus menangkis pikiran buruk Ibu. Kamu juga, ya, Gi? Berpikir positif aja," ujar Ruri menasihati.

"Iya, Bu, maaf."

"Nanti sore, Ibu dan Uma akan pergi ke dokter untuk memeriksa kesehatannya, termasuk memeriksa apa yang kita takutkan juga. Semoga saja, apa yang kita takutkan hanyalah paranoid belaka."

"Aamiin." Irgi mengaminkan ucapan Ruri dengan begitu khidmat.

~Baik-baik saja~

Dari segala kecemasan yang ada,
Aku menyadari,
Kalau aku hanyalah manusia biasa.
Manusia yang paling menginginkan dirimu baik-baik saja.

Kecemasanku lebih dari apapun.
Entah bagaimana bisa,
Aku pun tidak tahu.
Yang terpenting, tetaplah baik-baik saja.

Kumohon baik-baik saja.
Dengan atau tanpa aku.
Namun yang harus kau tau,
Aku yang tanpamu, takkan pernah bisa baik-baik saja.

•••

Sebelum pulang, Irgi meminta izin kepada Ruri untuk melihat Uma sebentar saja.

Ruri pun mengizinkan, dan dengan langkah yang pasti, Irgi berjalan menuju ke kamar Uma. Membuka pintunya dengan perlahan dan mengintip Uma dari batas pintu seraya mengucapkan, "Selamat beristirahat, Cantik." Dan kemudian, Irgi kembali menutup pintu.

Pertemuan yang singkat.

~to be continued~

Jangan lupa vote dan KOMENTARNYA!!! Komentar yang banyak, ya? Semakin banyak komentar, maka saya pun semakin semangat.

Jangan pernah bosan untuk menunggu lanjutannya.

Follow Instagram author dong: @gaktaudahlupa




SAHABAT KOK ROMANTIS? (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang