[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca]
Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven
❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞
Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Topeng itu berguna untuk penyamaran. Entah untuk menutupi kebaikan atau ... keburukan.
°°°°°
TERIK sinar mentari siang tampak mengintip malu di balik awan putih. Langit biru membentang indah menghiasi. Suara kegaduhan jam istirahat masih setia menemani.
Di lorong kiri, menuju taman belakang dekat gudang, pergelangan tangan Linzy terikat penuh pada genggaman Zion. Padahal sejak tadi, Linzy berseru protes. Namun, diabaikan.
Tatapan dari beberapa orang yang dilewatinya jelas ingin tahu apa yang sedang terjadi di antara kedua orang-yang sering kali adu mulut dan bertengkar itu-jalan berdua di koridor. Lebih tepatnya, sang perempuan terlihat enggan mengikuti, tetapi si lelaki memaksa.
"Lepas, Yon!" pekik Linzy berusaha kuat menarik tangannya dari Zion.
Seolah tuli, Zion tak peduli. Genggamannya semakin kuat. Langkahnya pun terbilang cepat melangkah menuju taman belakang.
"Lepas, Yon! Kalo lo nggak lepas juga gue gigit tangan lo!" ancam Linzy penuh tekad.
Kepala Zion menoleh, memandang Linzy dengan pandangan meremehkan. "Kalo berani gigit aja!"
Sepertinya Zion lupa dia tengah berhadapan dengan siapa. "Lo nantang gue?!"
Tanpa menunggu lagi, Linzy melancarkan aksinya. Menggigit telapak tangan lelaki itu, yang sontak mendapat erangan Zion.
"Mampus!" ucap Linzy, melihat Zion yang mengaduh kesakitan sambil mengusap pergelangan bekas gigitan. Kesempatan itu Linzy ambil untuk menarik tangannya menjauh dari Zion.
"Anjir kena rabies gue langsung!" Zion memekik tertahan.
Iris Linzy membulat sepenuhnya. Dewi hatinya sudah terbakar oleh emosi. Tanpa ampun, Linzy menginjak kaki Zion kencang. Menimbulkan erangan Zion untuk kedua kalinya.
Kurang lengkap apalagi penderitaan Zion, tadi digigit sekarang diinjak pula!
"Lo sama-samain gue sama anjing, Hah?!" teriakan Linzy, menggerakan lebih banyak orang untuk memusatkan pandangannya kepada mereka berdua.
"Gue nggak ngomong gitu, lo sendiri yang ngomong." Senyum tersemat di wajah Zion.
"Uh atut..." Zion memundurkan diri, berpura-pura ketakutan. Setelahnya dia tergelak. "Lo lama-lama kalo marah serem juga ya Zi, kayak banci yang sering mangkal di jembatan kalo dipanggil 'mas'."
Lelucon itu terdengar tidak lucu sama sekali. Malah memperparah kekesalan Linzy. Tanpa ada kata yang terlontar, Linzy memutar tubuh berniat pergi. Namun, Zion cukup cerdik ternyata, dia menarik kembali pergelangan tangannya. Hingga hampir membuat Linzy terjatuh di dada Zion. Untung saja refleksnya berguna, dia tidak jadi mendarat di sana.