[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca]
Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven
❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞
Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...
Walau duka karena luka itu ada, setidaknya senyum harus selalu bisa menutupinya.
°°°
HARI yang Linzy tunggu akhirnya tiba. Perempuan pirang itu yang biasanya tidak pernah bangun sebelum matahari menggeliyat dari tidurnya, sekarang sudah berdiri di depan cermin.
Piyama bergambar permen berwarna-warni kesukaannya masih melekat di tubuh. Jantungnya bergerak cepat sekali, menggambarkan keantusiasannya menunggu jam dinding menunjuk ke arah angka delapan pagi.
Setelah menunaikan aktivitas paginya, dia kembali berbaring di ranjang. Menunggu sekaligus berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar-debar gila.
Hari ini dia dan Lian akan pergi bersama. Berdua!
Siapa yang tidak gembira seperti Linzy jika akan pergi bersama sang gebetan yang disukainya diam-diam sejak kelas sepuluh sampai kelas sebelas semester akhir.
Wajar saja kan Linzy bersikap aneh sabtu pagi ini?
Tepat pukul tujuh, Linzy membuka lemari putih di kamar yang selalu dia tempati jika menginap di rumah kakak laki-laki mamanya. Om Reno-papa Regha.
Kenapa Linzy menginap di rumah Regha?
Seharusnya tidak perlu dijelaskan, karena dia yakin siapapun tentu tahu jawabannya.
Dia malas di rumah sepi yang tidak ada orang. Apalagi minggu ini sampai minggu besok papa-mamanya sedang sibuk di negeri Paman Syam bertemu dengan beberapa rekan bisnis untuk memperluas dan mengembangkan jaringan bisnis perusahaan mereka.
Mereka tidak berangkat bersama. Papanya lebih dulu berangkat bersama Papa Regha. Baru satu hari setelahnya mamanya menyusul. Jelas tidak mungkin Jeovan dan Clara berada di satu pesawat, bisa terjadi perang dunia di sana.
Di rumah Regha pun sebenarnya tidak terasa beda dengan rumahnya yang hanya penuh oleh pekerja dan asisten rumah tangga. Tapi setidaknya, Seli, mama Regha tidak pernah lupa pulang, wanita itu hanya pergi pagi lalu sampai saat makan malam, setelah mengecek kebutuhan kafe miliknya.
Apalagi di sini ada Emilly, adik kecil Regha yang bisa Linzy ganggu setiap saat. Tentunya kesepian yang dia rasakan di rumah tidak dirasakan di sini.
Balik lagi ke pakaian yang ingin dia gunakan untuk bertemu Lian. Beberapa pakaian sudah berserakan di atas ranjang.
Sial, Linzy tidak pernah mengalami fase ini, dimana dia kebingungan setengah mati hanya untuk berpakaian. Biasanya dia paling masa bodoh dengan cara berpakaiannya, yang penting nyaman.
Setelah setengah jam dia habiskan, pilihan Linzy malah jatuh pada pilihan awalnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.