FF(71) ● Ujung Perpisahan

4.3K 395 186
                                        

Cepet up biar cepet kelar wkwkwk. Pas baca ini kalem aja oke?😂

Pokoknya always ngingetin buat vote dan komen :)

°°°

BERITA Zion yang berpacaran dengan seorang adik kelas sudah menyebar di seantero sekolah. Belum apa-apa, satu sekolah dibuat geger oleh berita yang baru disimpulkan. Beberapa cewek melihat Zion bersama seorang cewek di kafe lusa lalu dan menduga ada sesuatu di antara mereka.

Dari satu mulut ke mulut lain, bagai api yang tersulut, berita itu menjadi besar dan membuat semua orang penasaran. Dan beruntung mereka tidak perlu bersusah mencari kebenaran. Berita itu langsung terjawab hari ini juga, saat Zion datang sambil menggandeng seorang cewek.

Tatapan demi tatapan membuntuti mereka sejak tiba di sekolah. Di area parkir sampai di lorong kelas sepuluh. Adik kelas sepuluh—atau bisa dibilang teman satu angkatan Zarlin—menatap mereka dengan sorot kebingungan. Berbanding terbalik dengan para cewek yang mengaku sebagai pemuja Zion, tatapan sinis itu dilemparkan secara terang-terangan.

Parah lagi para mantan Zion, yang menatap Zarlin naik-turun dengan pandangan menilai. Lalu membuang muka dan berbisik bersama teman-temannya. Tidak ada yang ditutup-tutupi, mereka malah sengaja mengeraskan suara.

"Seriously itu pacar baru Zion. Jatoh banget seleranya."

"Tumben banget Zion nyari cewek yang itu-nya kecil. Ya, you know what I mean!"

"Dia kecil banget njir! Gak sepadan sama Zion."

Yang mampu Zarlin lakukan cuma menundukkan kepala. Tubuhnya gemetaran karena terlalu banyak dijadikan pusah perhatian. Tatapan demi tatapan seolah menyuruh Zarlin untuk berlari dan bersembunyi.

Dia benci situasi ini. Tidak ada sedikit pun bayangan jika dia akan menjadi pembicaraan satu sekolah. Apalagi sampai mendapatkan segitu banyaknya tatapan tidak suka. Ternyata efek berpacaran dengan Zion sungguh luar biasa.

Seharusnya Zarlin sadar, Zion itu figur populer di sekolah, jadi sudah sewajarnya berita apapun tentang Zion, selalu menjadi perbincangan panas. Terutama bagi kaum hawa.

Zion melepaskan genggaman mereka, Zarlin tersentak dari lamunannya. Ditambah, kakak kelasnya itu merangkul bahunya. Sontak Zarlin menoleh, melihat senyuman Zion menyambutnya.

"Gak usah takut. Angkat dagu lo. Selama lo di samping gue, gak ada yang berani ganggu lo. Percaya."

Zarlin menarik napas panjang, membuangnya perlahan. Menyingkirkan kegelisahan yang seharusnya dia hilangkan. Zion benar, tidak ada yang perlu dia takutkan. Dia mengangkat kepala sambil mengurai senyum, mengikuti perintah Zion.

"Bagus!" Zion tertawa sambil mengusap kepalanya.

Mereka kembali melanjutkan langkah. Kali ini Zarlin mengabaikan semuanya. Berusaha untuk tuli dan tak peduli. Ini menyangkut kehidupannya, jadi buat apa memikirkan apa yang orang katakan. Biarkan saja, ada saatnya mereka lelah nanti.

"Udah sampe," Zion melepaskan rangkulan sekaligus langkahnya di depan kelas Zarlin. "Masuk gih!"

Zarlin menoleh ke dalam kelas. Menemukan seluruh temannya menatap penasaran. Tampak curi dengar pembicaraan mereka. Lagi dan lagi, Zarlin berusaha tidak peduli.

"Zar!" Tak lama seorang perempuan menyapa sambil menyandang tas. Yang dipanggil sontak menoleh ke belakang Zion. Menemukan Nara, sahabatnya, menatapnya gugup.

"Hai, Kak!" Nara menyapa canggung. Butuh mati-matian, Zarlin menahan tawa. Aneh melihat Nara yang cerewet berubah jadi kalem begini.

"Lo Nara, sahabatnya Zarlin?"

|2| Falsity ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang