FF(31) ● Rumah Bunda

4.9K 355 122
                                    

Vote dan komen ya sayangkuhh, supaya akunya jadi  rajin ngetik gitu  wkwkwk

°

°

°

Hati itu paling sulit dibohongi, walau berusaha menutupi, tapi hati punya cara untuk menyampaikannya sendiri

  °°° 

BERSAMA Zion yang menuntun motornya, Linzy sudah tak kaget lagi bila suara cowok itu mendominasi setiap langkah yang mereka ambil di trotoar. Bibir cowok itu seolah tak kenal lelah, terus terbuka dengan perkataan yang selalu meluncur dari sana.

Mulai dari pembahasan hamster Justin yang katanya sakit lalu menyambung pada kucing liar yang berada di dekat rumah bundanya muntah-muntah mendadak. Lebih stresnya saat cowok itu bilang seperti ini.

"Gila gak sih, tuh kucing baru ngelahirin empat anak kemaren. Eh sekarang udah bunting lagi. Lagian siapa yang buntingin coba, tokcer banget!"

Tanpa kata, Linzy menoyor kepala belakang Zion. Untung-untung bisa membuat otak cowok itu balik ke posisi semula.

Bukannya berhenti lelaki yang masih menuntun motornya itu malah menjadi-jadi. Makin parah di banding tadi. Setiap orang yang berlalu lalang di trotoar seperti mereka, mendapatkan komentar cowok itu. Dari anak SMP yang tengah berpacaran di halte sampai sebuah motor gede yang melewati mereka.

"Kenceng banget mbak meluk masnya, takut kebawa angin ya?"

Pada ucapan yang berhasil membuat Linzy malu setengah mati itu, dia menghadiahkan pukulan di bahu Zion. Rasanya dia ingin menggali tanah dan mengubur diri di sana.

Beruntung cowok yang mengendarai motor sambil membonceng ceweknya tadi tampak tak mendengar suara Zion yang sepertinya terbawa angin.

"Lo bisa gak sih gak iseng jadi orang?!"

Zion mengangguk mantap. "Bisa!" lalu melanjutkan, "... tapi gak tau kapan."

Dada Linzy seperti digerogoti api, yang menimbulkan rasa panas hingga kepala. Harus bagaimana lagi dia untuk bisa bersabar menghadapi Zion. Mendengkus pasrah, dia menyerah. Membiarkan Zion sibuk pada dunianya.

Ketika akhirnya Zion memilih untuk berhenti berceloteh, bersama Linzy yang juga diam sejak tadi. Mereka memutuskan untuk mempersingkat jarak menuju pom bensin terdekat, melintasi daerah perumahan di jalan itu sampai tanpa sadar langkah mereka melintasi sebuah taman.

Sejuknya udara yang mengitari taman itu terasa membelai nyaman penciuman Linzy. Pepohonan mengelilingi sekitar, semak-semak yang berada di pojok taman makin memperindah mata jika memandang.

Banyak anak yang berlari, bermain, dan tertawa di sana. Linzy memerhatikan lama, hingga sebuah ingatan menelusup di kepala.

Dulu saat kecil, hampir setiap minggu sore, Linzy berlatih sepeda bersama papanya. Tertatih-tatih dia belajar, dari jatuh berulang kali, terluka berulang kali, hingga menangis berulang kali. Tapi ketika mendengar suara sang Papa yang menyemangatinya, Linzy tersenyum dan terus berusaha untuk bisa mengendarai sepeda.

Sampai pada hasilnya, perjuangannya tidak sia-sia. Dia bisa membuat papanya bangga. Bisa membuat papanya tersenyum dan tertawa.

"Lo mau istirahat dulu?"

Untuk perkataan Zion yang berhasil menghapus memori indah sekaligus menyakitkan di kepala, Linzy harusnya berterima kasih. Tapi tidak, dia hanya menjawab pertanyaan tadi, "Nggak usah nanti makin sore. Jalan aja terus."

|2| Falsity ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang