Aku mah gampang dibuat senengnya. Gak perlu balesan chat dari doi. Liat vote dan komen kayak kemaren aja, udah seneng banget aku wkwkwkkw.
Jadi jangan bosen kalo aku selalu minta vote dan komen kalian <3
°°°
SAMPAI di apartement-nya. Zion langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tubuhnya sudah panas dan gerah. Ini sebab sikapnya yang sok gentlemen di sekolah. Tanpa ada pemberitahuan dari otak, dia menuruti perintah hatinya yang menyuruh untuk menemani sekaligus melindungi Linzy dari terpaan panas matahari.
Jujur saja saat itu dia ikut kepanasan. Punggungnya terasa terbakar. Pikirkan siapa yang tidak terpanggang matahari disaat berdiri di lapangan sejam lamanya?
Bisa dibilang tindakan itu sangat bodoh. Namun, dia tak menyesal sama sekali karena ada kesenengan yang dia dapatkan. Dia bisa melihat senyum bersama tatapan tulus itu.
Hari ini Zion ingin jujur, kalau dia lagi bahagia. Semua jadi tampak gila. Termasuk dirinya yang—selama tujuh turunan Jin ifrit—tak pernah bersenandung di kamar mandi. Di bawah pancuran air shower. Itu bukanlah dirinya.
Tapi tidak apa-apa. Rangkaian hari ini terlalu indah untuk dilupakan.
Indah? Lo menjijikan, Yon!
Sepertinya kata itu lebih baik dihilangkan.
Lima belas menit kemudian. Zion keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di pinggang. Bersama rambut basahnya, si cowok berhenti di depan cermin. Menatap lama di sana lalu menunjuk bayangan di cermin. "Wow pangeran dari mana tuh ganteng banget?" pedenya tanpa pikir panjang. Lalu dia menertawai dirinya sendiri.
Di lemari yang terletak di samping cermin, Zion memilah-milah kaos yang ingin dipakainya. Cuma butuh dua menit untuk dia menjatuhkan pilihan pada kaos bewarna navy.
Setelah menutupi tubuh telanjangnya. Zion beralih mencari celana jeans pendeknya. Namun, sebuah benda yang terjatuh dari sana, menghentikan gerakannya itu. Dia memungut, benda yang tak lain adalah sebuah kunciran dengan hiasan lollipop kecil.
Tak perlu dijelaskan itu milik siapa kan?
Zion tersenyum. Karena sebuah ide yang menelusup tiba-tiba, dia menutup lemari. Mengambil ponsel dan menekan nomor seseorang. Setelahnya dia duduk di pinggir ranjang dengan lilitan handuk yang masih bertengger di pinggang. Menunggu panggilannya diterima.
Panggilan pertama tak ada jawaban. Kedua pun sama. Sampai panggilan ke tujuh cuma operator yang menjawabnya.
Zion terheran-heran. Kenapa Linzy tidak mengangkat teleponnya?
Dia ingin mencoba menelpon lagi. Namun, rasa khawatir yang tahu-tahu datang tanpa kenal tempat membuatnya langsung berdiri untuk mengambil celana jeans dan menarik jaket abu-abu sekaligus kunci motornya.
Harapannya cuma satu. Jika ini perasaannya saja yang mengada-ngada. Tidak ada yang terjadi pada perempuan itu.
°°°°
Ini jelas cuma kekhawatiran tak beralasan. Hanya karena Linzy tidak menerima panggilan, Zion hilang akal. Mengegas motornya mencapai angka maksimal untuk cepat-cepat tiba di tempat tujuan.
Dia tidak tahu apa yang terjadi. Yang dia tahu, dia harus memastikan jika perempuan itu baik-baik saja. Ketika gerbang tinggi bewarna hitam keemasan sudah di depan mata, laju motor Zion memelan. Bahkan dia memarkirkan asal motornya untuk langsung berjalan menuju gerbang.
Pak Dayat, satpam rumah Linzy yang melihat kedatangan Zion dari lubang di gerbang. Lantas membuka gerbang sebelum Zion mencapainya.
Pria paruh baya itu menghampiri Zion dengan gurat gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
|2| Falsity ✓
Teen Fiction[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca] Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven ❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞ Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...
