FF(55) ● Jalur Menuju Bahagia

4.5K 393 100
                                        

Semoga aku bisa konsisten nih. Up seminggu dua kali selasa sama jum'at.

Makanya kalian rajin vote dan komen dunds. Biar bisa tambah lagi gitu jadwal up-nya wkwkwkw.

°°°

PAGI yang indah ini harus Linzy lewati dengan kebosanan. Cuma berbaring di brankar. Menunggu dokter mengecek. Sarapan yang hambar. Bahkan hanya untuk ke toilet pun harus diantar.

Ya ... Tuhan! Linzy tak tahan lama-lama di sini! Dia ingin cepat pulang. Ingin tidur di kamarnya yang nyaman. Ingin menghirup harum kamarnya yang wangi permen. Bukan wangi antiseptik yang membuat perutnya bergejolak mual!

Clara keluar untuk membeli makanan. Di ruangan inap, Linzy sendirian. Mencoba membunuh waktu agar tak lagi bosan. Lalu bagai malaikat penyelamat, Friska datang. Menolong Linzy dari mati kejenuhan.

Melihat Friska sudah sewajarnya Linzy juga mengharapkan keberadaan Zion. Saat Friska berdiri di sampingnya dan meletakan paper bag yang dibawanya, Linzy malah menatap pintu dengan sorot menunggu.

"Zion mana, Bunda?" Refleks Linzy bertanya sambil menatap Friska. Dari semalam dia menunggu si cowok datang. Sialnya, harapannya tak berbuah hasil.

"Jadi Linzy berharapnya Zion yang dateng jenguk, bukan Bunda?" Friska pura-pura kecewa. Linzy tentu saja langsung menggeleng.

"Ng-nggak gitu, Bun. Linzy seneng Bunda dateng. Cuma ... cuma Linzy pikir Zion ikut." Lalu dia diam teringat sesuatu. "Hehe ... Linzy lupa kalo Zion pasti sekolah."

Friska tertawa geli. "Bunda bercanda. Zion ada. Gak sekolah dia, izin karena luka punggungnya harus diperiksa lagi. Tadi di belakang Bunda, cuma gak tau tuh. Dia hilang tiba-tiba. Nanti juga ke sini, tunggu aja."

Ternyata Zion datang. Yang jadi pertanyaan. Kenapa Linzy segembira ini?

"Gimana keadaan Linzy sekarang?" Bunda bertanya sambil mendaratkan diri di kursi sebelahnya.

"Linzy udah baikkan, Bun. Katanya sih besok sore udah boleh balik."

"Oh ya?" Wajah Friska berbinar senang. "Turut seneng Bunda dengernya. Bunda tadi ketemu Mama kamu di depan dan ngobrol sebentar."

"Ngobrol apa Bunda?"

Friska sesaat diam. Seperti enggan memberitahu perihal obrolan mereka. "Gak bahas apa-apa," akhirnya kalimat itu yang Friska jawab. "Linzy pasti cewek kuat kan?"

Pembahasan yang coba Bunda bangun sama sekali tak Linzy mengerti. "Apa Bun?"

Friska mengambil tangan Linzy yang terluka. "Bunda udah tau semua permasalahan kamu. Zion udah cerita. Mama kamu pun tadi ada cerita beberapa hal ke Bunda."

Sebagai bentuk refleks Linzy mengepalkan tangan. Sekarang bukan lagi di bagian keluarga saja yang tahu perkara masalah keluarganya. Retta, Shena, bahkan Arven. Lalu kini Friska. Dia tidak tahu harus senang atau sedih karena semua orang mengetahui luka yang selama ini dia rahasiakan.

"Nggak apa-apa kan kalo Bunda tau masalah keluarga Linzy?"

Ambil sisi baiknya saja Linzy. Kalau semua orang tahu, dia tak harus berpur-pura lagi kan? Tak perlu tersenyum disaat hatinya berontak ingin mengeluarkan air mata. Apalagi sekarang dia punya tempat untuk berbagi.

"Nggak apa-apa, Bun." Linzy senyum kecil.

"Tenang aja, Bunda bisa jaga rahasia," canda Friska yang berhasil membuatnya tertawa. "Kamu juga udah tau masalah Zion kan?"

Sepertinya Zion bercerita banyak tentang mereka. Linzy mengiyakan saja.

Sebelah tangan Bunda yang lain mengusap kepalanya sambil senyum. "Pasti berat buat Linzy menerima fakta kalo Mama-Papa memilih bercerai. Linzy merasa Tuhan jahat dan gak adil. Linzy putus asa dan memutuskan untuk menyerah."

|2| Falsity ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang