Sayang Zion tidak? Divote atuh :)
°
°
°
Hati-hati dengan penasaran. Sekalinya rasa penasaran itu ada, banyak pertanyaan yang akan mendorongmu mencari tahu. Lalu, tanpa sadar kamu menjadi peduli dan timbul rasa sayang.
°°°
HARI ini langit tidak ingin bermuram durja, melepaskan sang senja menyebarkan jingga indahnya. Tenangnya langit sama halnya dengan salah satu perumahan elit di Jakarta. Sepi tanpa interaksi tetangga. Tapi berhasil, meninggalkan rasa tenang dan nyaman tinggal di sana.
Sebuah motor sport hitam akhirnya berhenti di tempat tujuan. Di pelataran rumah bergerbang hitam itu, motornya dibiarkan terparkir. Sementara sang pengemudi mulai melepaskan helm putih dari kepalanya.
Setelah turun dari motor, langkahnya mantap menapaki beberapa undakan tangga menuju teras. Bel di sebelah pintu cokelat dipencet beberapa kali. Tidak lama, sosok wanita yang masih sangat cantik di usia menginjak kepala empat terlihat di balik pintu.
Tahu-tahu, ujung bibir Zion sudah terangkat sempurna.
"Bunda," Punggung tangan bundanya Zion cium penuh sayang dan hormat. Namun, putaran detik setelahnya, lelaki itu terpekik merasakan cubitan di pinggangnya. "Aw—sakit Bun!"
"Masih ingat kamu sama Bunda?!" Friska memelotot marah. "Udah jarang pulang, dan biarin Bunda tinggal sendirian di rumah!"
Amukan Friska, bundanya hanya mampu Zion respon dengan cengiran bersalah. Cubitan tadi pantas untuk dia dapatkan, sudah terhitung seminggu lebih dia tidak pulang ke rumah bundanya. Dan malah mendekam seorang diri di apartemen.
Namun, sepulang sekolah tadi, Zion memutuskan untuk datang dan menginap di rumah bundanya. Takut terkena omelan—yang sudah langsung dia dapatkan tadi—sekaligus merindukan sosok wanita tersayangnya. Dan jangan lupa masakan Friska yang selalu menggunggah selera, semua yang ada di sini selalu mendatangkan rasa rindu di dadanya.
"Maaf, Bunda." Seperti kebiasan Zion saat kecil, dia akan meminta maaf dengan menjewer telinganya sendiri. Hal yang dia lakukan, selalu berhasil membuat Friska langsung memaafkan. Tanpa perlu menunggu, bundanya langsung menarik Zion ke pelukan.
Pelukan yang jelas terlihat penuh kerinduan di dalamnya. Zion membalas pelukan bundanya sama erat.
"Zion bau keringat lho, Bun. Baru pulang sekolah."
Suasana yang sempat tercipta lantas hancur hanya karena kalimat tidak diduga itu. Friska tertawa, tanpa melepaskan pelukan.
"Tapi Bunda gak nyium apa-apa," kata Friska pelan. "Emang cowok ganteng keringetan itu bau?"
Kepalanya tenggelam di bahu Zion, menjelaskan bahwa betapa tingginya anak lelakinya itu sekarang. Keadaan yang sangat kontras, dibanding dulu, saat Zion kecil yang selalu memeluk kaki bundanya.
"Ada-lah, Bun, cowok walau ganteng juga kalau keringetan pasti bau."
Pelukan Friska terpaksa terlepas, sekali lagi mencubit pinggang Zion, kali ini dengan pelan. "Kamu ini!"
Zion terkekeh sambil berkata, "Zion kan udah gede Bun, malu dipeluk di depan pintu kayak gini. Kalo ada tetangga yang liat gimana? Rusak citra cool Zion Bun."
"Oh... jadi malu kalo Bunda peluk?" Friska berpura-pura jengkel, melangkah meninggalkan Zion di ambang pintu.
Sontak anak lelakinya mengikuti dari belakang. Tangannya terangkat memeluk leher bundanya dari belakang diikuti dengan dagunya yang bertumpu pada bahu sang bunda. "Gimana bisa Zion malu dipeluk sama perempuan yang paling Zion sayang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
|2| Falsity ✓
Genç Kurgu[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca] Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven ❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞ Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...