Karena sekarang udah awal tahun 2019 boleh dunds part ini rame vote dan komen. Oke? 😘
°°°
SATU hal yang baru Linzy ketahui, Zion ternyata cukup keras kepala.
Sepulang sekolah, seharusnya Zion melakukan pengecekan pada jahitan luka di punggungnya. Siapapun tidak ada yang tahu bagaimana kondisi sebenarnya pada jahitan yang sedikit terlepas itu. Linzy hanya melakukan pertolongan pertama. Dan selebihnya, harus dokter yang memeriksa.
Tapi memang Zion kepala batu. Dia justru mengajak Linzy untuk latihan di rumah bundanya. Apalagi cowok itu seperti sengaja mengulur waktu dengan mampir di kafe terdekat untuk membeli cokelat panas.
Suasana memang terlihat sangat mendukung. Hujan deras. Udara dingin. Sepi di dalam mobil. Ditambah cokelat panas yang tengah Zion pesankan di dalam kafe.
Cowok itu memilih mengantri sendiri dan menyuruh Linzy menunggu.
Dari kaca depan mobil, bisa dia lihat Zion yang menerobos hujan bersama dua gelas cokelat panas di kedua tangannya.
Melihat bagaimana penuhnya tangan Zion, tentu Linzy mencondongkan tubuhnya ke kanan dan membuka pintu mobil untuk yang cowok.
Saat sudah duduk manis. Zion menyodorkan salah satu gelas plastik itu padanya.
"Thanks," ucapnya yang dibalas dengan anggukan saja. Yang cowok terlalu ribet oleh rambut basahnya. Mengibaskan rambut, membuat beberapa tetes air bercipratan kemana-mana. Termasuk mengenai wajah Linzy.
"Pake ini aja!" Linzy menyodorkan handuk kecil yang selalu tersimpan di tasnya. Untuk berjaga-jaga jika mungkin bisa berguna suatu saat.
Zion meletakan gelasnya di dashboard dan menoleh. Alisnya terangkat bentuk sebagai pertanyaan.
"Buat lo ngeringin rambut. Biar gak pusing nanti." Jangan salah paham, Linzy sama sekali tidak memberikan Zion perhatian. Ini hanya bentuk rasa kemanusiaan dan teman yang baik.
Iya kan?
Bersama sudut bibir yang ke atas, Zion menerima benda yang Linzy ulurkan. "Manis banget sih."
"Apa?" Linzy tidak mendengar.
"Gak," Zion menggeleng. "Cokelat panasnya manis banget."
"Emang lo udah minum?" Melalui penglihatan Linzy sepertinya Zion belum menyentuh cokelat panasnya sama sekali.
"Emang belum," Lalu senyumnya lebih lebar terangkat. "Maksud gue ... perempuan yang minum cokelat di depan gue yang manis banget."
Uhuk! Linzy tersedak seketika. Dia memelotot pada Zion yang langsung menciptakan tawa cowok itu.
"Receh banget gombalan lo!" Walau begitu, pipi Linzy memerah begitu mudahnya.
"Beneran receh gombalannya?" Zion menggoda sambil mencolek pipinya yang bersemu. "Tapi kok merah gitu pipinya?"
"Apa sih?!" Linzy kalau salah tingkah memang selalu hilang sadar. Dia refleks memukul bahu Zion kencang. Yang tentu Zion balas dengan ringisan.
"Aduh ... so-sori, Yon," Linzy menaruh gelasnya begitu saja di dashboard dan mendekat setelahnya. "Gue gak sengaja serius," ucapnya menyesal.
Namun, didetik berikut dia dibuat terkejut saat Zion menarik tangannya begitu saja. Yang mau tak mau membuat tubuh mereka merapat tanpa jarak.
Zion tersenyum berbanding terbalik dengan Linzy yang memelotot. "Ah ..." Zion menatap tepat di mata kelabu miliknya. "Ternyata lo lebih manis kalo dari deket."
KAMU SEDANG MEMBACA
|2| Falsity ✓
Teen Fiction[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca] Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven ❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞ Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...
