KEADAAN kantin sempat heboh karena pembelaan yang Zion lakukan pada seorang adik kelas. Apalagi Zion lebih memilih membela orang lain dibanding pacarnya sendiri, yang hasilnya menimbulkan tanda tanya besar di kepala banyak orang yang melihat kejadian tadi.
Berbagai asumsi mulai berkejar dari mulut ke mulut. Tapi dari banyaknya asumsi yang bertebaran, hanya satu yang menjadi kesimpulan, bahwa pembelaan yang Zion lakukan adalah awal dari kebosanan Zion pada Cindy, dan adik kelas yang Zion bela itu adalah target Zion selanjutnya.
Mungkin dari sekian orang yang bertanya-tanya, hanya Linzy seorang yang sama sekali tidak peduli dengan drama murahan tadi. Dia sudah lebih dulu malas menyaksikan punggung adik kelasnya dari jauh, pun sikap Zion yang sok jadi pahlawan.
Yang menjadi masalah bagi Linzy adalah dia harus berada di satu tempat bersama dengan Zion dan itu hanya berdua. Berdua!
Astaga Linzy bisa gila!
Raut kesalnya tidak terlepas dengan punggung Zion yang sudah melangkah masuk ke dalam ruang musik. Tangannya terlipat disusul langkahnya yang mulai mengikuti si cowok dari belakang.
Keduanya langsung disambut berbagai alat musik yang berjejer. Dari drum yang berada di pojok kanan bersama berbagai gitar yang menyandar. Di bagian sisinya, empat biola tersimpan rapi di tasnya. Hanya grand piano yang dibiarkan sendirian di pojok kiri, di sebelah panggung kecil.
Tak luput lukisan bertema tentang seni musik juga bertebar di dinding sekaligus foto-foto musisi terkenal atas karyanya di dunia.
Zion mendadak berhenti. Tepat waktu Linzy pun menghentikan langkah. Sialnya, tipisnya jarak ini, Linzy bisa melihat luka bekas jahitan yang melintang panjang, yang tersembunyi di balik kaus putih dan kerah seragam cowok itu.
Luka yang jelas dari jauh tidak bisa terlihat karena tertutup kerah seragam. Tapi jika jaraknya sangat dekat, siapapun pasti bisa melihatnya. Dia tidak kaget lagi, banyak anak pun sudah tahu penyebab luka panjang di punggung Zion. Yang selalu cowok itu ceritakan kalau luka itu dia dapatkan dari tawuran di jalan. Korban salah sasaran.
Entah itu memang benar atau tidak. Linzy malas peduli.
"Gitar gue kan sama lo ya?" tanya Zion sambil menoleh, pun menyadarkan Linzy dari lamunan.
"Gue pikir lo lupa sama gitar kesayangan lo itu!" ketus Linzy membalas.
"Gue yang justru berpikir kalo lo terlalu sayang sama gitar gue sampe nggak ngingetin gue?" Zion sengaja memutar kata-katanya. "Atau lo terlalu sayang sama pemiliknya?"
"You wish!" desisnya kemudian.
Tak ingin lanjut debat, Linzy memilih berjalan melewati Zion. Tapi seharusnya dia ingat, tengah bersama siapa dia sekarang. Orang paling iseng dan absurd di dunia.
"Zi, ada tikus kaki lo!" suara Zion terdengar kencang di belakang, refleks Linzy memekik diikuti dengan kakinya yang bergerak lari ke arah Zion, tanpa sadar dia memeluk leher si lelaki, mencari perlindungan dari rasa takutnya.
Siapapun pasti tidak bisa berpikir saat ketakutan. Begitupun Linzy, jadi wajar saja dia semudah itu masuk perangkap.
Sementara yang mendapat peluk dadakan membatu bisu. Zion seharusnya sadar bermain-main dengan Linzy itu membahayakan. Berbahaya untuk pacuan jantungnya sendiri.
"Buang tikusnya Yon! Buang!" Pelukan Linzy di leher mengetat pun menyadarkan Zion ke dunia nyata. Dia merasa ... de javu.
Untuk menghapus pikiran tak pantas diingat itu, dia tertawa. Jenis tawa menyebalkan yang tidak ingin didengar.
![](https://img.wattpad.com/cover/124322141-288-k297753.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
|2| Falsity ✓
Novela Juvenil[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca] Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven ❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞ Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...