FF(78) ● Pengakhir Segalanya

6.1K 431 172
                                    

Sebelum baca ini mending kalian tarik napas dulu ...

Vote dan komen jangan lupa. Part terakhir ini ;(((

°°°

PAGI ini langit meluapkan kelamnya. Rinainya jatuh mengenai tanah. Jalanan basah diselimuti duka angkasa. Keadaan itu seakan diperparah oleh kemacetan di jalan sebab orang-orang yang berlomba datang ke tempat kerja.

Hujan, jalan macet dan sialnya Linzy harus terjebak di antaranya. Lengkap sudah halangan yang harus dia lalui. Belum lagi fakta dia yang masih mengenakan piyama tidur yang ditutupi cardigan.

Clara, sang mama yang tengah menyetir pun sempat heran. Melihat Linzy yang kalang kabut turun dari kamar. Cuma mengandalkan cuci muka dan gosok gigi, dia meminta untuk diantarkan ke rumah sakit. Apalagi piyama warna-warninya yang tampak mencolok.

Saat ditanya, Linzy tak bisa menjelaskan. Terlalu diliputi cemas sampai lidah pun ikut kelu. Pikiran seakan tertutup kabut, semuanya jadi gelap dan Linzy kebingungan untuk menentukan arah.

Yang dipikirkannya cuma satu; Dia ingin memastikan jika Zion baik-baik saja. Pikiran buruk yang sempat datang di kepala sekadar kesimpulan tak masuk akalnya.

Walau berusaha untuk tenang, Linzy tidak bisa. Perasaannya bercampur aduk hingga rasanya duduk pun gelisah.

"Sebenarnya kamu kenapa?" Clara tidak tahan akhirnya. Melihat Linzy yang tak bisa diam menatap sekitar sambil menggigit kukunya berkali-kali.

"Linzy cuma mau ... mau mastiin kalo Zion baik-baik aja!" Linzy menatap depan. Mobil tak ada yang berjalan, terjebak di antara kepadatan.

Sial! Padahal dia berharap bisa secepatnya datang ke rumah sakit dan melihat keadaan Zion.

"Mungkin itu cuma perasaan kamu aja," Clara berusaha menenangkan. "Coba telepon Bunda. Tanya kondisi Zion gimana. Jangan cuma karena telepon Regha kamu jadi gelisah kayak gini."

"Masalahnya ... suara Regha tadi bener-bener kedengaran sumbang gitu!" Linzy masih ingat jelas suara sepupunya yang tak bernada sebelum akhirnya panggilan terputus tiba-tiba. "Linzy takut Zion kenapa-napa."

"Itu mungkin karena sinyal, terus putus tiba-tiba karena ponsel Regha lowbat. Coba kamu telepon Bunda atau Retta."

Saran mamanya sangat membantu. Begonya, dia tak dapat berpikir apapun sebab keresahan yang mengganggu. Otaknya kosong. Piyama saja sengaja dia tidak ganti karena terburu-buru. Apalagi mengingat ponselnya yang tengah diisi daya.

"Handphone Linzy lowbat. Ketinggalan di meja!" Linzy menatap mobilnya yang bergerak pelan. Tidak ada ruang untuk mobilnya melaju cepat sampai di tempat tujuan. "Ma ... Linzy turun sini aja ya. Lagian jaraknya udah deket."

"Jangan gila kamu Linzy, di luar hujan deras banget. Kamu gak liat?"

Linzy mengerti. Tapi tak ada pilihan lain. "Linzy turun sini aja, Ma! Linzy mohon!"

"Linzy ..." Clara langsung mengatupkan bibir melihat air matanya yang mengalir.

"Linzy takut Zion kenapa-napa, Ma!" Linzy menangis. Ketakutan tak berasalan ini tentu membangkitkan emosi yang tak mampu dia kendali hingga melibatkan air mata.

Clara terdiam. Menimbang jawaban yang akan dia berikan. "Oke," mamanya menyerah.

Dengan masih beruraian air mata, Linzy senyum. "Makasih, Ma!" Dia mencium pipi sang Mama lalu membuka pintu begitu saja tanpa mau mendengar lanjutan ucapan Clara yang menyuruh pakai payung.

Tanpa memedulikan tumpahan air dari angkasa, Linzy berlari di trotoar. Sebatas tangan yang digunakan untuk melindungi tubuh, yang meski sia-sia karena bajunya tetap basah terkena hujan.

|2| Falsity ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang