[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca]
Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven
❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞
Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SEHARIAN ini mood Linzy benar-benar hancur karena keputusan sepihak yang diambil Bu Santi untuk menjadikan dirinya perwakilan kelas di pensi nanti. Sudah berbagai cara Linzy upayakan agar Bu Santi menggantikan posisinya dengan orang lain.
Bukan apa-apa, dia tidak ingin berurusan dengan Zion. Bertemu di kelas saja, cowok itu berhasil membuatnya terus meledak karena kesal. Lalu bagaimana bila setiap hari dipertemukan. Setiap hari harus bertatap muka. Membayangkannya saja sudah merusak hari menyenangkan Linzy.
Sebelumnya pun dia sudah berbicara empat mata dengan Bu Santi memberikan alasan masuk akal supaya Bu Santi membatalkan menjadikannya salah satu kandidat. Jelas obrolan mereka masih dia ingat.
"Saya nggak mungkin bisa jadi perwakilan kelas, Bu," jelas Linzy saat dering bel istirahat kedua berkumandang, di depan mulut pintu, menghentikan Bu Santi yang hendak melangkah keluar kala itu.
"Kenapa nggak bisa?" tanya guru mudanya itu. Mata indahnya terhalang kacamata yang bertengger.
"Kan Bu Santi tau kalau saya anak ekskul fotografi." Langsung saja Linzy menjawab dengan jawaban yang sudah dipersiapkannya. "Dan Bu Santi pasti juga tahu sesibuk apa anak ekskul fotografi kalo ada event kayak gini. Saya bakalan sibuk moto sana moto sini, foto itu kan untuk dokumentasi sekolah."
Kepala wali kelasnya mengangguk. "Ibu tau, Zion juga anak fotografi kan?" Tak pelak Linzy menganggukkan kepala, mengangkat kedua sudut bibir gurunya. "Tenang aja Linzy kamu nggak usah memikirkan itu, semuanya sudah Ibu persiapkan, termasuk izin ke pembina ekskul kamu untuk tidak membebani kamu dalam tugas ekskul."
Mata Linzy terbelalak.
"Pembina kamu juga udah setuju, jadi kamu tidak perlu pusing memikirkan itu. Oke? Kamu cukup disuruh fokus ke penampilan kamu bersama Zion nanti." Bu Santi mengakhiri katanya dengan senyum sebelum berbalik dan berjalan pergi.
"Gue bilang juga apa, Bu Santi pasti udah nyiapin itu semua." Mendengar Linzy menceritakan percakapannya bersama Bu Santi beberapa menit lalu membuat Shena akhirnya angkat suara.
Hela napas Linzy menjadi respon. Dia tidak tahu harus mengatakan apalagi, hari ini suasana hatinya di dalam mode buruk membuatnya lebih banyak diam dibanding berceloteh seperti biasa.
"Ya udah sih Zi terima aja keputusannya Bu Santi, lagian itu kan hitung-hitung buat penambahan nilai lo!" Retta juga ikut bersuara.
Mendengar ucapan Retta Linzy juga tak menjawab. Memilih mengamati suasana kantin di istirahat kedua. Lalu lalang orang menciptakan bising di sana. Ditambah suara anak-anak yang mengantri di stan makanan kian meningkatkan kegaduhan yang tercipta.
Tidak jauh dari arah tangga menuju kantin—karena kebetulan Linzy bersama kedua temannya memilih kantin atas—mereka duduk menikmati makan siangnya.
Shena dan Retta saling pandang melihat kebisuan Linzy. Mereka berdua pada akhirnya memutuskan ikut terbisu karena tidak kunjung mendapat respon perempuan pirang itu. Tidak ada tanda-tanda dia ingin membuka mulut untuk berbicara, setelah selesai bercerita tadi. Justru sibuk dengan mengemut lollipop di tangannya.