[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca]
Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven
❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞
Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...
Part sebelumnya ada yg semangat gitu komennya, seneng aku.
Boleh minta komen kalian lagi gak ni? Biar aku makin semangat :)
°°°
SENYUMAN Linzy tidak pernah terukir bila Zion berada di sisinya. Wajah jutek dengan bibir membentuk seringaian sinis adalah hal yang selalu Zion terima.
Namun, hari ini pengecualian. Bibir perempuan itu selalu melengkung sempurna. Apalagi tawa yang tampak mudah meluncur dari bibirnya. Meski Zion tahu, tawa itu bentuk kemenangan karena dia bisa meledeknya seharian ini.
Perempuan itu pasti mengira Zion kesal oleh ledekkannya. Yang kenyataannya tak berarti apapun, jika Zion hanya berpura-pura kesal untuk bisa membuat perempuan itu senang.
Sayang, di penghujung kebersamaan mereka hari ini, Zion harus menangkap untaian senyum itu memudar.
Dahinya lantas berkerut bersamaan dengan langkah yang ikut dihentikan di samping perempuan itu. Dalam bingung, Zion menatap lama Linzy sebelum mengikuti arah pandangnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bukannya menemukan jawaban, dahi Zion tambah berkerut. Tidak ada apapun yang menarik untuk dilihat di basement parking, kecuali sosok pria menginjak kepala empat tengah bersama seorang wanita cantik dengan dress pendeknya.
Butuh waktu lama bagi Zion untuk mendapatkan alasan dibaliknya perubahan wajah Linzy. Kemudian tepat saat sosok pria berambut pirang yang mulai memutih itu membukakan pintu penumpang bagian depan untuk sang wanita, Zion seakan ditampar oleh kesadaran.
Tentu dari belakang, sulit bagi Zion untuk melihat jelas wajah si pria. Tapi saat wajahnya dari sampingnya terlihat, sudah pasti wajah familiar dan kemiripan hampir delapan puluh persen itu menjawab segala kebingungan Zion saat ini.
Itu papanya Linzy!
Zion sangat yakin itu adalah ayah dari perempuan di sampingnya. Dilihat dari mata, rambut dan bahkan bentuk senyum yang mengukir di sana, seribu yakin jika tebakan Zion tidak salah.
Tapi ada hal yang mengganggunya.
Sosok wanita itu bukan mama Linzy.
Secara dekat, memang Zion dan ibunda Linzy tidak salah mengenal. Tapi untuk mengenali wajah satu sama lain, jelas Zion bisa.
Lalu siapa wanita itu?
Baru saja pertanyaan itu timbul kepala, dia justru dibuat tersentak oleh Linzy yang sudah mengambil langkah cepat menuju hal yang sejak tadi menahan kakinya.
Tak perlu mengulur waktu bagi Zion menyusul cewek itu.
Selaras dengan Jeovan yang selesai menutup pintu sebelah pengemudi, langkah mereka berhenti di depannya. Dari raut Jeovan yang membelalak kaget, Zion tahu pria paruh baya itu tak pernah menduga kedatangan Linzy yang tiba-tiba seperti ini.