Vote jangan lupa :*
°
°
°Awalnya hanya bentuk pertolongan biasa, yang berujung pada detak jantungku yang menggila.
Lalu di kepalaku timbul tanya.
Apa ini yang namanya jatuh cinta?°°°
RAK di dalam perpustakaan menghimpit sekaligus berhadapan satu sama lain. Menyimpan berbagai jenis buku di setiap susunannya. Di sela antara himpitan rak, Zarlin terjebak bersama ribuan buku itu. Setengah jam sudah waktunya terkuras hanya karena mencari buku yang dicarinya sejak tadi.
Padahal di setiap sisi rak, sengaja digantungkan papan penunjuk, untuk mempermudah siswa-siswi mencari apa yang mereka inginkan. Namun, nyatanya tidak mudah menemukan satu buku di luasnya perpustakaan sekolah.
Harapannya menipis, dia berjalan ke rak pojok ruangan. Diamatinya keseluruhan judul di sana, hingga semangatnya melambung dan membuatnya hampir memekik senang.
Zarlin menemukannya.
Akhirnya!
Tanpa ingin menunggu, dia lantas menarik buku itu dari jejeran sebangsanya. Tapi detik berikutnya, dia malah terpaku. Celah yang tercipta karena buku yang sudah diambilnya, menampilkan sosok tinggi yang berdiri di sisi seberang rak.
Sebatas melihat postur tubuhnya saja, semua sendi Zarlin berubah kaku. Mungkin jantungnya saja yang bergerak tidak sesuai aturan.
Ingin memastikan jika tebakan jantungnya tidak salah, Zarlin menjulurkan kepala melihat lebih dekat sosok lelaki di seberangnya yang kini terhalang rak besar dan tinggi.
"Hai!" Wajah yang ikut tertunduk tepat di depan celah rak itu, menganggetkan Zarlin luar biasa. Napasnya tercekat, bersamaan dengan kakinya yang hilang keseimbangan. Tubuhnya mencium langsung lantai perpustakaan, diikuti bukunya terjatuh di perut.
Ringisan sontak keluar dari bibir Zarlin, bersama suara langkah kaki yang terdengar mendekat. Dia tidak tahu harus apa, sakit tidak terlalu dirasakan. Tapi malunya itu.
Dia masih tidak bergerak hingga sepasang sepatu berhenti di hadapannya dan mengembalikan kegugupan itu.
"Lo nggak pa-pa?" Lelaki itu berjongkok. Kepalanya menunduk, mengamati Zarlin yang menyembunyikan ekspresinya sekaligus menahan napas karena tipisnya jarak mereka.
Zion berdiri lalu mengulurkan tangan pada Zarlin. "Ayo gue bantu diri, gak elit banget duduk di lantai begitu."
Kepala Zarlin tertuntut untuk terangkat. Memandang telapak tangan kakak kelasnya dengan perasaan yang campur aduk. Bahagia, gugup, takut, dan rasa geli di perutnya. Semua itu dia rasakan.
Apa yang terjadi dengannya?
Berusaha fokus pada keadaan sekarang dibanding pikiran, Zarlin perlahan mengangkat tangan, menerima uluran Zion. Kehangatan dalam genggaman itu langsung terasa mengalir lewat tangannya dan mendarat di kerja jantungnya.
Tapi entah kenapa ini ... menyenangkan.
Selesai Zion menarik tubuh Zarlin berdiri, yang perempuan membersihkan sisa-sisa debu yang menempel di rok selututnya. Mendekap bukunya di dada. Sebelum mengangkat kepala dan disambut senyum ramah kakak kelasnya.
Ya Tuhan!
"Lo bener-bener nggak pa-pa kan?" Zion bertanya lagi, mengamati tubuh kecil Zarlin dari ujung kaki hingga kepala.
Gugup mengulas lewat senyum Zarlin. "Nggak pa-pa kok, kak."
"Segitu kagetnya ngeliat gue. Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
|2| Falsity ✓
Novela Juvenil[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca] Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven ❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞ Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...