FF(58) ● Kemarahan Shena

4.6K 380 107
                                    

Bosen gak sih aku up dua kali seminggu? Apa sekali seminggu aja? Wkwkwk

Vote dan komen jangan lupa my luv <3

°°°

UDARA dingin dengan sejuknya pepohonan yang mengelilingi sekitar. Menjadi pengakhir hari indah di kota Bandung. Tepat hari ini, mereka harus balik ke Jakarta. Linzy tidak akan lagi merasakan nyamannya tinggal di sini. Dia tak perlu memakai jaket karena kedinginan lagi. Di Jakarta pasti panas apalagi asap kendaraan yang berada di jalan.

Selesai berkemas dan memasukan koper di bagasi, mereka pamit pulang pada Kang Irman dan istrinya, Teh Rina. Mobil bergerak meninggalkan tempat itu, bersama kenang-kenangan indah di sana. Ya ... setidaknya semua memori menyenangkan tak semudah itu terlupakan, akan selalu melekat di kepala.

Sepanjang jalan. Mereka mengobrol biasa. Tak ada candaan atau lelucon yang Zion lemparkan. Terkadang mereka membiarkan keadaan menjadi sunyi. Lagu dari radio saja yang menemani.

Karena masih pagi jalanan cukup lancar. Kurang dari tiga jam akhirnya mereka tiba di Jakarta. Mobil Zion perlahan berhenti di depan gerbang rumah Linzy.

"Lo mau mampir?" tanya Linzy saat Zion mengeluarkan kopernya dari bagasi.

"Gak, Bunda udah nelpon terus tadi, nanyain kapan gue balik," tolaknya. "Katanya sih kangen."

Linzy tertawa saja mendengarnya.

"Oh ya, lo bisa bawa itu sendirian kan?" Melalui mata, Zion menunjukan koper warna-warni milik Linzy.

"Santai aja, gue bisa sendiri."

"Oke deh, gue balik ya. Titip salam buat nyokap lo."

Senyum Linzy mengembang bersama anggukan. "Nanti gue sampein."

Waktu bergulir begitu cepat saat Zion masuk mobil dan melaju menjauh. Melihat mobil Zion yang hilang dari pandangan, disaat itu juga senyum Linzy mengembang sempurna.

Gerbang rumahnya telah dibuka oleh satpam rumahnya. Pak Dayat sempat menawarkan untuk membawakan kopernya yang dia tolak begitu saja. Linzy malah melangkah masuk rumah dengan langkah riang, yang tentu membuat Pak Dayat terheran-heran.

Langkahnya dipaksa terhenti saat melihat Clara yang terduduk di sofa dengan secangkir teh bersama majalah fashion di tangan.

"Kamu udah pulang?" Clara menutup majalahnya. Melangkah mendekat. "Zionnya mana?"

"Dia buru-buru pulang udah ditelponin Bunda. Dia juga titip salam buat Mama."

Clara tersenyum sambil mengangguk. "Gimana di sana, seru?"

Pertanyaan sang mama sesaat membuat pikiran Linzy melangkah ke belakang. Mengingat kenangan membahagiakan yang sempat dia rasakan. "Ya gitu ..." dia menjawab seadanya.

Sang mama tersenyum penuh arti. "Dilihat dari wajah kamu kayaknya bener-bener seru banget di sana. Tuh liat sampe gak berhenti senyum gitu."

Secepat itu senyumnya luntur. Memangnya dia tersenyum? Bahkan dia tak sadar melakukan itu.

"Apa sih Mama!" Linzy cemberut. "Udah ah Linzy mau ke kamar. Capek."

"Minggu besok ajak Zion sama Bunda ke sini," ini yang menghentikan langkah Linzy. Dia menoleh kaget. "Mama mau masak banyak menu minggu besok. Ajak mereka, kita bisa makan bersama."

Tak tahu harus merespon apa. Linzy cuma menjawab, "Oke." Lalu teringat sesuatu. "Papa di rumah?" Bodoh! Linzy tak seharusnya mengeluarkan pertanyaan ini. Lihatlah, senyum mamanya langsung menghilang.

|2| Falsity ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang