[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca]
Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven
❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞
Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...
Duh-duh udah bab 30 aja nih wkwkwk. Aku cuma tanya aja sih, kalian lebih suka up seminggu sekali apa cepet. Ayo direspon dundss :))
°
°
°
TIDAK ada yang lebih menyebalkan saat ponsel bergetar di tengah pelajaran, disaat dirinya tengah fokus pada setiap deretan kata yang sang guru jelaskan.
Rasanya Linzy ingin memusnahkan siapapun yang menambah kacau sistem otaknya.
Pelan, Linzy mengeluarkan ponselnya dari laci meja. Seharusnya dia tahu, melakukan ini sama saja menggantungkan nyawanya sendiri.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Malah bisa saja dia langsung diterkam oleh malaikat maut, alias Bu Ainun, karena bermain ponsel di tengah pelajaran. Situasi semakin memburuk sebab Linzy duduk tepat di depan dengan anak kesayangan sang guru—Retta.
Ingatkan Linzy jika dia akan membunuh orang yang membuatnya dalam masalah.
Setelah membuka ponsel secara diam-diam, Linzy sepatutnya tahu nyawanya terlalu penting untuk sebuah pesan dari makhluk absurd yang selalu mengganggunya.
Makhluk Astral: Jangan lupa hari ini latihan di rumah bunda gue :*
Makhluk Astral: Eh salah emot maksudnya ini :)
Linzy mendengkus disusul kepalanya yang menoleh ke bangku pojok. Tempat penyamun itu duduk di kursi baris kedua bersama Justin. Senyum cowok itu langsung menyambutnya.
Felinzy. L: Y
Setelah membalas, Linzy berpaling kembali ke depan. Mencoba mengerti penjelasan sang guru fisika walau otaknya seperti berasap saking lelahnya mencerna.
Makhluk Astral: Singkat banget mbak, huruf keyboard hpnya pada ilang ya?
Felinzy. L: Lo ganggu tau gak!!!!!
Makhluk Astral: Tambahin lagi tuh tanda serunya, biar chatnya gak singkat-singkat amat gitu🙈🙈
Karena malas membalas pesan line Zion dengan kata-kata, Linzy membalasnya dengan berbagai emot yang sering dipakainya. Asal saja tangannya memencet, tanpa melihat lagi dia langsung mengirim.
Dan mungkin itu adalah kesalahan besar.
Ketika ponselnya kembali bergetar, dia membuka roomchat-nya bersama Zion sambil menahan sabar. Sayangnya, kesabarannya justru menyurut berganti pada rasa terkejut luar biasa.
Dan tak sadar dia mengeluarkan sebuah makian. "HELL!"
Saking terkejutnya dia melupakan fakta jika satu kelas tengah fokus belajar. Kini, karena suaranya semua perhatian teralihkan padanya. Termasuk sang guru fisika—Bu Ainun—menatap Linzy seperti ingin menelannya bulat-bulat.