Hayoooo siapa yang udah nunggu-nunggu epilognya :)
Berharap sih vote dan komen untuk part ini jebol gitu hmmm😋
°°°
SETELAH meluapkan seluruh kesedihan, langit tak lagi muram. Yang tersisa hanyalah lembab yang tertinggal di permukaan. Langit seperti tahu bahwa kesedihan telah usai. Sebagai gantinya kebahagian siap untuk datang, lewat angin yang ditunjuk sebagai pengantar.
Di taman belakang rumah sakit, Linzy duduk di bangku bewarna hitam. Menyandar sambil memerhatikan indahnya lukisan Tuhan. Langit tampak biru berkilau bersama awan. Putih dan bersih seolah tak ada yang pernah berani untuk mengotori.
Langit tak lagi bersedih. Sama halnya seperti Linzy yang bisa tersenyum kini.
Luka ...
Air mata ...
Kebohongan ...
Tiga kata itu yang selalu menjadi 'teman setia' baginya. Bagai ilusi, mereka selalu mengikuti. Ada tapi berusaha untuk diabaikan. Nyata tapi selalu dilupakan. Terlihat tapi berusaha untuk tak diperlihatkan.
Lalu ... saat ketiganya memberontak, Linzy tak kuat mengekang hingga dampaknya dia yang luruh pada jebakan.
Jebakan yang menyakitkan, memenjarakannya begitu rapat, dan membuatnya berada di kesedihan tak berkesudahan.
Tapi ... Linzy tak menyerah. Menunggu seseorang mengulukan tangan untuk mengeluarkannya dari sana.
Dan ... setiap penantian tak pernah sia-sia.
Orang itu akhirnya datang. Tak bersayap, tak mengenakan mahkota, tak berkelana dengan kudanya, dia cuma menunjukkan senyumnya, mengatakan jika semua akan baik-baik saja.
Ternyata dia benar ... semuanya baik-baik saja sekarang.
Semua imajinasi Linzy buyar saat ponselnya berbunyi. Dia mengambil benda pipih itu di saku dan menatap nama 'Papa' terpampang di layar.
"Halo sayang!" sapa lembut Jeovan di seberang.
Linzy mengernyit. Senang papanya menelpon, tapi ... "Tumben Papa nelpon pagi-pagi, bukannya di sana masih jam lima pagi."
Waktu perbedaan Indonesia-Italy tentu berjarak 5 jam, jika sekarang pukul setengah sembilan pagi, pasti di sana masih sekitar jam lima kurang.
Jeovan malah tertawa di sana. "Papa ada di Indonesia!"
Linzy sampai refleks berdiri. "Apa? Papa di Indonesia? Kenapa gak ngasih kabar ke Linzy dulu?"
"Gimana mau ngabarin kalo kamu sibuk sama pacar kamu," Linzy tahu papanya bercanda, terdengar tawa Jeovan setelahnya.
Beberapa hari lalu Linzy telah memberitahu Jeovan, mengenai kondisi Zion dan terpaksa membatalkan janji liburan mereka di Italy.
"Sengaja Papa nelpon kamu pas udah sampai. Biar kejutan." Senyum Linzy makin mengembang. "Oh ... iya gimana kabar Zion? Ada perkembangan?"
Tentu saja Jeovan belum tahu kabar menyenangkan ini. "Zion udah sadar, Pa. Udah dipindahin ke ruang rawat inap tadi pagi."
"Oh syukurlah kalo gitu," terdengar suara Jeovan yang luar biasa senang. "Nanti Papa datang ke sana, jenguk Zion."
Linzy bergumam lalu duduk kembali di bangku. "Papa kenapa ke Indonesia?"
"Menurut kamu karena apa?" Jeovan pasti tengah tersenyum lebar sekarang. "Pastinya karena pengin ketemu anak Papa dong. Liburan kamu masih ada seminggu lagi bukan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
|2| Falsity ✓
Teen Fiction[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca] Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven ❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞ Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...