Untungnya kemarin sore ada waktu ngetik. Editnya baru sekarang wkwk. Jadi baru bisa di up.
Vote dan komen jangan lupa :*
°°°
PERJUANGAN Zion untuk mendapatkan pengampunan Linzy patut diacungi jempol. Semua pengabaian dan ketidakpeduliannya tidak membuat cowok itu menyerah. Dia selalu punya cara agar Linzy memaafkannya.
Ini telah dua hari berlalu dari kejadian kemarin. Kejadian yang berakibat fatal hingga semua hal yang Zion lakukan tak berarti apa-apa. Sikap Zion masih biasa. Menegur Linzy saat berjumpa. Mengajaknya bercanda walau kedataran yang diterima. Lalu menawarkannya pulang walau selalu tolakkan yang menjadi jawabannya.
Bertengkar, bukan saja menghancurkan kedekatan mereka. Tapi, sekaligus performa latihan yang telah mereka bangun bersama. Kekompakkan mereka tak lagi padu. Lirik yang diiringi gitar terdengar tak lagi utuh.
Dan Bu Santi menyadari itu.
"Kalian ini kenapa? Kemarin Ibu liat penampilan kalian bagus-bagus aja. Lalu kenapa tiba-tiba gak kompak gini?"
Zion melirik, Linzy langsung membuang muka.
"Ini, Bu. Linzy-nya ngambek sama saya." Zion cuma mau bercanda. Sayangnya, Linzy merespon serius.
"Gimana saya gak kesel, Bu! Pas jadwal latihan kemaren, dia telat dateng. Sejam saya nungguin dia, sampe keujanan!" jelasnya meluap.
Yang cowok menatap Linzy. "Gue kemaren gak bermaksud telat, Zi. Gue kan mau jelasin tapi lo-nya udah keburu marah dan pergi."
"Buat apa lo jelasin? Intinya lo telat karena Zarlin!" Linzy senyum mengejek. "Kenapa gak sekalian aja lo gak usah dateng. Nemenin Zarlin lo itu!"
Zion tak percaya. "Kenapa bawa-bawa Zarlin? Dia gak salah ..."
"Kenapa? Lo gak suka? Lo mau marah karena calon lo gue bawa-bawa?!" Dada Linzy naik turun karena emosi.
"Apaan sih, Zi. Lo tuh ..."
"Berhenti!" potong Bu Santi tegas. "Ibu suka ngeliat kalian akur kemaren-kemaren. Kelas jadi damai tanpa ada pertengkaran kalian. Gak ada lagi guru yang pusing sama kalian berdua. Lalu kenapa kalian bertengkar lagi cuma karena hal sepele?"
"Sepele, Bu?" Linzy tak senang. "Saya nungguin dia selama sejam kemaren, dan hampir mati kedinginan! Gimana bisa Ibu anggap itu hal sepele?!"
"Ibu mengerti, Linzy. Ibu mengerti sekali. Yang jadi pertanyaan, kamu tau mau turun hujan lalu kenapa gak pulang? Tinggalin aja Zionnya. Biar dia yang keujanan!" Ucapan Bu Santi mengenai Linzy tepat sasaran. Sontak bibirnya mengatup.
Sampai sekarang pun dia tidak mengerti kenapa dia melakukan itu.
Guru mudanya itu menghela napas. "Ibu mau kalian saling minta maaf. Dan untuk latihan besok ibu mau melihat penampilan kalian kembali seperti minggu-minggu lalu."
Bu Santi berlalu pergi. Meninggalkan Zion dan Linzy di ruang musik.
"Zi," Zion memanggil. Linzy menoleh sesaat. Dibanding merespon Zion, dia lebih memilih menyandang tas dan keluar ruangan.
Linzy pikir sikap kemarin di ruang musik akan membuat Zion benar-benar di ujung putus asa.
Namun ... perkiraannya ternyata salah.
Hari ini kebetulan Linzy mendapatkan tamu bulanan hari pertama. Perutnya melilit. Sakitnya luar biasa, seperti ditusuk-tusuk dengan sadisnya. Disaat yang lain berleha-leha di kantin, Linzy memilih mendekam di kelas. Menidurkan kepala di meja dan memegangi perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
|2| Falsity ✓
Teen Fiction[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca] Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven ❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞ Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...
