Yah telat up lagi. Gapapalah ya. Dibanding gak bisa up.
Butuh penyemangat nih ... minta vote dan komennya hm :*
°°°
EFEK dimanja sejak kecil. Merasakan kasih sayang orang tua yang berlebihan. Membuatnya berpikir jika hidupnya cuma ada kebahagian. Tidak ada kesedihan. Tidak ada kehampaan.
Dan jelas itu ... kesalahan.
Kehidupan bukan melulu membahas tentang tawa. Senyum. Dan bahagia. Hidup tak semudah itu. Bagaikan mendaki gunung. Pasti mudah untuk melewati di bagian awal. Lalu untuk mencapai puncaknya, butuh perjuangan ekstra yang harus dikeluarkan untuk mencapainya.
Hidup tanpa ada lawan kata. Tidak akan pernah berjalan seimbang. Ada lelaki pasti ada perempuan. Di antara yang baik pasti ada yang jahat.
Sama seperti itu ujian yang Tuhan berikan. Ada kebahagian pasti ada kesedihan. Ada tawa pasti ada air mata. Dan ada senyum pasti ada isakan.
Dan kesabaran pedoman utama buat Linzy sekarang. Seminggu telah berlalu begitu cepat. Sidang pembacaan putusan hakim jatuh hari ini. Karena yang Linzy tidak ketahui, Mama-papanya telah melewati setiap proses sidang dua bulan lalu.
Linzy tak bisa ikut dan dititipkan di rumah Regha. Katanya, untuk menghindar yang tidak-tidak.
Di dalam kamar yang senyap, dia mengurung diri. Duduk bersandar di kepala ranjang. Mengabaikan ketukan-ketukan di pintu. Panggilan Seli dan Regha bahkan cuma direspon dengan kebisuan. Sekarang dia hanya ingin sendirian.
Kekosongan dan keheningan ini seakan menenggelamkan. Membuat Linzy lupa pikiran.
Pandangannya kosong. Berbeda dengan pikirannya yang meracau. Berkhayal kalau dia ada di tempat sidang. Melihat mama dan papanya duduk di kursi depan. Mendengar hakim membaca putusan. Lalu hakim mengetuk palu.
Terdengar nyata.
Seperti mengambang di sekitarnya.
Begitu menusuk telinganya.
Linzy tak sadar mengangkat tangan untuk menutupi kedua indra pendengaran. Bahkan tubuhnya mendadak gemetar tanpa alasan. Dia meringkuk. Menggeleng. Menangis sejadi-jadinya.
Jika diperumpamakan Linzy merasa ada di hutan yang gelap. Berdiri di antara pepohonan yang lebat. Dia tersesat. Ketakutan dan berusaha mencari jalan keluar. Namun, sayangnya dia makin terperosok ke dalam dan akhirnya jatuh ke jurang.
Tanpa sadar Linzy berteriak kencang. Isakannya tak bisa lagi ditahan. Terdengar begitu menyakitkan.
"Zi ..." pintu luar diketuk berkali-kali. "Lo kenapa?!" Itu suara Regha yang khawatir. "Jawab, Zi!" lalu suara yang lain ikut menelusup di telinga.
"Linzy ... ini gue Zion. Buka pintunya!"
Linzy tetap tak menjawab. Karena segalanya terasa sesak sampai akhirnya membuka suara saja dia tak bisa.
Selanjutnya terdengar langkah yang diayunkan menjauh terburu-buru. Pun tak lama kembali dengan langkah cepat. Sedetik setelahnya, ada suara besi beradu disusul pintu didorong dari luar. Segera itu Linzy menoleh hanya untuk melihat keberadaan Regha bersama Zion.
Linzy sesaat diam menatap mereka. Namun, seakan melihat cahaya sebagai awal jalan keluarnya. Pertahanannya runtuh. Zion berjalan mendekat dan Linzy langsung menyerangnya dengan pelukan.
Dia menangis di bahu cowok itu. Melampiaskan kesedihan yang seorang diri dia simpan. "Gue takut ..." lirih si cewek. "Gue takut ..."
Tangisan Linzy terlalu pedih untuk didengar. Regha membuang muka. Tampak tak mampu melihat kehancuran yang Linzy tunjukkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
|2| Falsity ✓
Teen Fiction[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca] Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven ❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞ Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...