FF(15) ● Hari Untuk Memulai

5.9K 407 203
                                        

AWAN kelabu membentang sempurna di cakrawala. Menenggelamkan iris Linzy untuk terpaku. Dengkusan sebal berulang kali terbuang dari bibirnya. Di antara disuruh untuk memilih mengerjakan soal matematika yang beranak pinak atau memilih menunggu sendirian. Tentu, opini pertama yang Linzy pilih.

Jelas saja, soal matematika meski rumit dikerjakan tapi akan ditemukan jawaban yang pasti. Sedangkan menunggu, sudah membuang-buang waktu, menyesakkan dada, ujung-ujungnya justru menyakiti hati.

Oke, pikiran Linzy mulai melantur.

Di lobi sekolah, pandangan Linzy berkelana, menatap anak satu sekolahnya hilir mudik karena nyanyian merdu bel pulang sepuluh menit yang lalu. Linzy melirik jam biru yang melingkar di tangan kirinya. Tak tahan dia untuk mengumpat. Merutuki seseorang yang ditunggu, namun, tak juga kunjung datang.

Tak lama pundaknya merasakan tepukan. Kepala Linzy menoleh, menemukan seseorang yang sudah hampir menyurutkan kesabarannya.

"Kemana aja lo?! Lama banget!" serbu Linzy langsung tepat di wajahnya.

Seringai jail mengukir di wajah Zion. "Cieee ... nungguin kangen ya?!"

Tadi rasanya Linzy ingin memaki tapi mendadak perutnya bergejolak ingin mual. "Taiklah najis!"

Demi kelangsungan hidupnya yang damai, aman, sejahtera dan sentosa. Jelas hanya ini pilihan yang dapat Linzy jalani. Terpaksa menunggu lelaki absurd di sampingnya ini. Jika bukan karena Bu Santi—guru kesayangan yang dulu Linzy anggap peri kebaikan, yang menjelma jadi titisan malaikat pencabut nyawa—tidak mungkin dia mau melakukan ini semua.

Tentu saja, dia tidak ingin Bu Santi mencoret daftar namanya dari murid kesayangannya, hanya karena menolak perintahnya untuk berduet bersama Zion.

Tepat hari ini jadwal mereka pertama kali latihan untuk persiapan di pensi nanti. Tetapi lihatlah, diawal saja Zion sudah menguji batas kesabarannya.

"Sori, tadi gue harus ngobrol-ngobrol ganteng dulu sama anak basket." Kata maaf Zion terlontar, tetapi raut menyesal tidak tampak di sana.

Linzy menarik napas panjang. Yang lelaki melanjutkan kalimatnya. "Ya udah sekarang kita ke tempat gue buat latihan!"

Yang perempuan hanya mengikuti si lelaki dari belakang menuju tempat parkir.

Tepat di pagar perbatasan arena parkiran motor dan mobil, keduanya saling pandang. Sebelum membuang muka bersamaan.

"Kita ke rumah lo naik kendaraan masing-masing. Nanti mobil gue ngikutin lo dari belakang."

"Ye mana bisa begitu," protesan Zion disambut delikan tajam Linzy. "Mobil itu jalannya lelet kayak keong. Yang ada nanti lo ketinggalan motor gue di jalan. Mending lo bareng gue, mobilnya tinggal di sini atau lo suruh supir lo buat bawa pulang."

"Nggak mau!" Linzy langsung menyuarakan penolakan. "Lo usul gitu, supaya bisa modus kan?"

Zion mengernyit geli. "Modus?" Lelaki yang kini memakai jaket jeans tertawa singkat. "Gue kalo mau modus pilih-pilih, mana mau gue modus sama singa betina kayak lo!"

"APA LO BILANG?!" Kemarahan Linzy terpancing. Kakinya langsung mendarat indah di betis Zion, menimbulkan pekikan si lelaki. "Gue juga ogah sama cowok buaya kayak lo!"

Tiba-tiba langit mendung menumpahkan kelamnya. Gerimis kecil turun menjadi saksi. Cepat-cepat Linzy dan Zion bergerak ke arah pos—tempat penjaga parkir berjaga. Keduanya saling menyalahkan, berdebat makin tidak keruan.

"Gara-gara lo yang kelamaan, jadi gerimis!" omel Linzy tanpa menoleh. Lebih saksama memandang rintik kecil yang menemani.

"Gerimis air ini bukan batu!" Zion tidak ingin kalah.

|2| Falsity ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang