Padahal mau kemaren tuh upnya. Eh cuma banyak banget typo jadi ya diperbaiki dulu.
Suka part ini? Jangan lupa vote atau lebih bagus lagi kalian komen :)
°°°
LANGIT seperti memiliki dendam pada Linzy. Padahal dia berharap mendung hari ini. Supaya matahari tak bersinar terik lagi. Tapi lihatlah ... pagi ini matahari justru tengah bersemangat-mangatnya. Awan putih menggantung indah. Bersih tanpa ada awan gelap yang memberi noda.
Mungkin kalau Linzy menggoreng telur di tengah lapangan sekarang. Telur itu bisa berubah menjadi telur mata sapi kesukaannya. Sial! Karena sejam lamanya berdiri di lapangan sambil mengangkat tangan hormat. Dia mendadak lapar.
Keringat sudah bermunculan di dahi. Wajahnya memerah karena kepanasan. Apalagi kakinya yang mulai pegal. Ya Tuhan ... kapan penderitaan ini berakhir?!
Dia mendengkus. Seharian dia sudah terlibat masalah—yang demi celananya busa kuning itu—tak pernah sedikit pun dia harapkan terjadi di hidupnya yang damai ini.
Matanya mulai buram karena kelamaan mendongak. Dia menunduk sejenak, saat sepasang sepatu yang amat dikenal berhenti di depannya. Dahinya mengerut lalu merasa dingin tiba-tiba. Cepat dia mengangkat kepala hanya untuk melihat keberadaan Zion yang tengah menempelkan botol mineral dingin tepat di keningnya yang panas.
"Gak panas lagi kan?" tanya yang cowok sambil senyum. Linzy tak merespon. Dengan wajah datar dia menyingkirkan botol itu dari keningnya.
"Lo masih marah?" Zion berujar pelan.
Linzy membuang muka. Ini bukan karena marah. Dia lagi di mode malas berurusan dengan orang lain setelah masalah yang menimpanya seharian ini. Jujur, Linzy memang sedikit kesal pada Zion. Alasannya? Ya ... karena kejadian di taman itu.
"Ngomong dong, Zi. Jangan marah-lah sama gue. Gak enak nih!"
"Kalo gak enak gak usah dimakan!" ketusnya.
Yang cowok tersenyum lebih lebar. "Jangan galak-galak gitu, jadi gemes lo-nya."
Linzy memelotot. "Gak usah gombal lo buaya! Pergi sana!"
"Gak ada ya buaya ganteng kayak gue." Zion malah narsis.
Linzy menghirup napas panjang. Menurunkan tangan dari pelipisnya. "Yon ..." nadanya lelah. "Mending lo ke kelas. Lo ngehalangin tiang benderanya kalo berdiri di depan gue!"
"Sengaja emang," Lalu melangkah maju dan sepenuhnya menghalangi wajah Linzy dari terpaan sinar matahari. "Supaya lo gak kepanasan!"
Itu kalimat sederhana. Lalu kenapa jantungnya merespon begitu lebay. Bergerak gila-gilaan. Bahkan bukan lagi matahari yang membuat wajahnya kepanasan. Namun, justru Zion dengan kalimatnya.
Linzy mendorong Zion untuk sedikit menjauh dan sia-sia saja akhirnya. "Plis Yon balik sana!"
Zion menggeleng. "Lo dihukum gara-gara gue, seenggaknya di sini gue bisa berdiri nemenin lo dan bonusnya lo gak kepanasan lagi."
Linzy kehilangan kata. Ditambah si cowok mengusap keningnya kemudian. Yang direspon jantungnya dengan degupan kencang. Ini ... ini sebenernya jantungnya kenapa?
"Lo dihukum. Gue juga harus dihukum, jadinya lo gak sendirian lagi di lapangan. Kan kalo lo pingsan tiba-tiba ada gue yang nolongin." Cowok itu tertawa.
Cukup! Linzy tidak ingin berlama-lama mendengar ucapan buaya ini. Dia hampir melambung terbang dan jika tak mau dijatuhkan tiba-tiba lebih baik dia menghentikan Zion sekarang juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
|2| Falsity ✓
Teen Fiction[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca] Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven ❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞ Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...
