Ayo divote dulu, kalo boleh sih dikomen juga <3
°
°
°
Jangan sering-sering mengumbar kata benci, jika ujungnya nanti ada cinta di hati.
°°°
HAL yang mungkin sangat jarang seorang Zarlin Aurellia lakukan adalah keluar jalan di hari minggu.
Semestinya hari libur bagi para pelajar itu, bisa sedikit mengurangi kebiasaan Zarlin yang selalu mendekam di rumah. Tapi Zarlin tetaplah Zarlin, yang lebih suka menghabiskan waktu dengan membaca dibanding hangout bersama teman-temannya.
Lagi pula memang Zarlin punya teman?
Selain Nara, dia tidak punya siapapun. Dan dia harus berterima kasih pada sahabatnya itu karena sudah berhasil menyeretnya keluar rumah.
Jadi hari minggu yang biasanya dihabiskan untuk membaca buku, kini mesti diganti nongkrong tidak jelas di kafe milik papanya.
Sudah menjadi runititas di hari minggu kalau Starlie Café padat oleh pengunjung. Pelayan hilir-mudik tampak sibuk. Belum lagi band yang meramaikan suasana yang berada di panggung depan sekarang.
"Lo harus sering-sering ngabisin waktu di luar kalo hari minggu kayak gini, Zar," tegas Nara, yang terkadang lelah oleh sifat membosankan Zarlin yang tidak ingin seperti remaja lain.
"Aku mau aja, Ra," ucapnya sambil menatap jalanan yang sudah macet oleh kendaraan. Beruntung cuaca mendung hari ini mendukung, setidaknya jalanan tidak makin tampak gersang di matanya. "Tapi kamu kan tahu sprotektif apa mamaku."
"Gue juga tau kalo Tante Mayra selalu ngelarang lo keluar, tapi kan seharusnya lo bisa minta izin." Nara sekali lagi bersikeras sambil membenarkan posisi duduknya. "Atau enggak lo bisa bilang papa lo. Pasti diizinin deh, Papa lo kan pengin anaknya banyak temen, bukan jadi anak kuper."
Zarlin tersenyum, tidak tersinggung, lalu menyeruput strawberry milkshake pesanannya. "Tapi aku gak keberatan kok dilarang kayak gitu, itu berarti Mama sayang banget sama aku. Lagian ya, aku emang lebih suka di rumah, dibanding tempat ramai kayak gini."
Nara memutar matanya malas, rasanya dia ingin mencuci otak Zarlin. "Udah kebayang gue gimana ngeboseninnya hidup lo itu," cibirnya.
Lagi, seperti sudah biasa Zarlin sama sekali tidak tersinggung.
"Tapi nih ya, Zar ..." Zarlin yang duduk di depannya diam menunggu. "Kadang gue kepikiran gitu, Mama lo tuh udah kayak Ibu tiri di film-film, terlalu ngekang dan ujungnya maksa anaknya buat ngelakuin apapun yang dia mau."
Sontak Zarlin tertawa. Bagaimana bisa Nara menyimpulkan hal tidak masuk akal seperti itu. "Ra, kamu kebanyakan nonton drama tau gak. Kamu udah lama kenal Mamaku Ra, gimana sih. Dia emang ibu tiri, tapi semua orang juga tau kalo dia yang selalu ada buat aku. Dari kecil sampai sekarang, cuma dia yang selalu ada."
Nara hendak protes tapi dia tahu topik ini akan membawa sesuatu hal yang sensitif. Memori yang pasti akan membangkitkan luka terpendam Zarlin. Dan jelas Nara tidak ingin sahabatnya mengingat kenangan menyakitkan itu lagi.
Sudah dari masih kanak-kanak dan belum mengenal dunia dewasa, Nara mengenal Zarlin, sudah pasti tahu bagaimana jalan yang telah perempuan kecil itu lewati.
Yang Nara tahu, diusia Zarlin yang menginjak lima tahun, mamanya pergi entah kemana. Zarlin tidak pernah cerita, sebatas hal itu yang diketahui Nara.
KAMU SEDANG MEMBACA
|2| Falsity ✓
Fiksi Remaja[SELESAI] [Follow terlebih dahulu untuk membaca] Seri kedua dari trilogi Regha-Zion-Arven ❝Terkadang butuh kepalsuan untuk menutupi seluruh luka yang menganga.❞ Cinta butuh kejujuran. Persahabatan pun terkait dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan l...
