Six

9.8K 534 6
                                    

Waktu pun merestui. Kita bertemu lagi.

♡♡♡

"Waalaikumsalam, iya, Bu. Kenapa?"

"Iya. Sudah Nuha tempel tadi. Semoga saja segera ketemu."

"Ada demo? Ow begitu. Waduh, tau gitu, harusnya tadi bawa motor. Ya semoga nanti masih ada bis, ya Bu. Kalau misal nggak ada biar nanti Nuha minta tolong Mas Ferdy."

"Iya. Waalaikumsalam."

Nuha menutup telpon.

Fathan yang sedari tadi kepo, dirinya mencuri dengar di balik tiang dekat balkon perpus, tak jauh dari Nuha mengangkat telepon.

Tanpa sepengetahuan Nuha, ia pun beranjak pergi.

Tangan seseorang memegangnya. Menahanya untuk pergi.

"Ustadzah Nuha megang tangan gue!" ucapnya dalam hati dengan mata melebar, dada berdebar.

"Tapi tanganya kok kasar. Gembul lagi," imbuhnya tanpa menoleh.

Kepalanya memutar, ada senyum yang tidak diinginkannya. Meskipun itu putih dan berkilau.

"Tungguin!" Seru Hanan sambil tersenyum lebar.

Kecewa. Ketika ekpektasi tak sesuai realita. Dipikirnya tadi Nuha. Dengan kekesalan ia pergi meninggalkan Hanan.

"Woy, tungguin dong! temen bukan sih!"

Hanan pun membututinya.

***

Waktu merambat pukul dua. Matahari lagi senyum-senyumnya. Kelas pun usai. Siswa- siswi mulai menapaki parkiran. Mereka bersiap untuk pulang.

Ban motor maticnya bocor membuat Fathan harus meminjam City Bike Phoenix hitam milik sang kakak. Sepedah gunung Phoenixnya sendiri sudah bertemankan tikus di gudang. Berkarat.

Mereka berdua masih dalam mode musuhan. Hilya dan Fathan tidak bertegur sapa semenjak Ayah dan Bundanya murka mendapat surat panggilan dari sekolah. Fathan menyalahkan kakaknya, tapi kakaknya tidak mengakui ulahnya. Fathan memutuskan untuk tidak menyapanya sampai dua hari tidak lebih, hari ke tiga baru ia akan menyapanya. Pamali. Nabi bilang tidak boleh mendiamkan orang lebih dari tiga hari. Sholatnya bisa tidak diterima.

Sejak lahir, Hilya dan dirinya bagai air dan minyak. Sulit menyatu. Biarpun mereka kembar.

Hilya juga tidak mau memberi tawaran berangkat bareng. Tak mengapa, sekali-kali perlu bersepeda. Toh cuma tiga ratus meter saja jarak sekolahnya. Lumayan untuk sekedar berolahraga.

Hari ini ulangan harian, sebab itu ia harus masuk. Biar nanti sore saja motor itu diajaknya ke bengkel.

"Loe yakin nggak mau ikut, gue?"

"Enggak usah."

"Beneran?"

"Iya."

Cowok itu masih mengeluarkan sepedahnya dari Motor yang menghimpit.

"Yakin!"kekeh Hanan.

"Iya. Tadi pagi aja gue telpon nggak loe angkat."

"Itu gue lagi boker. Dimaafkan napa sih. Sensi amat nih pantat bayi."

"Terus kalo gue bonceng loe, sepedah gue mau dikemanain?"

"Ya gendong aja."

"Enak amat itu mulut ngomong. Loe kate gue mbah Surep. Udah sana loe pulang."

I Love You Ustadzah (Lengkap Dan Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang