Fifthy Four

3.9K 287 6
                                    

Jangan lupa 👉🌟😙. Komen dong ....

Sup buntut yang biasa menjadi faforit Miranda. Kini hanya di aduk-aduknya saja. Gadis itu sudah memakai seragamnya. Miranda sedang sarapan dengan kedua orang tuanya. Orang tuannya baru pulang dari London tadi malam. Ditinggalkan sendiri di rumah sudah menjadi makanannya sehari-hari.

Bahkan di meja pun orang tua Miranda masih sibuk dengan penampilan mereka. Papa nya sibuk menata kembali dasi Christian Lacroix Fantasy Pattern, hadiah dari rekan bisnisnya. Sedangkan mama nya menata kemejanya yang sudah rapi. Sepertinya mereka berdua hendak bertempur kembali mencari dolar. Mereka akan beranjak pergi bekerja.

Miranda mengetuk-ngetuk garpu di meja. Gadis itu diam. Baru setelah kedua orang tuanya selesai dengan urusannya masing-masing. Miranda baru mendapat perhatian mereka.

"Randa ...." panggil Mamanya.

Randa! Apa yang kamu lakukan ke saya itu .... silahkan di teruskan sendiri.

"Kenapa nggak di makan ... cepat habiskan. Nanti kamu telat," tutur Mamanya menyendok bubur. Mamanya suka yang gurih-gurih.

"Kenapa Kak Briana nggak pulang Ma?" Miranda pura-pura tidak tahu. Nada gadis itu terdengar pilu.

Papa nya berhenti makan. Sedangkan Mamanya terbatuk.

"Kakak kamu itu masih belum lulus Miranda ... kamu tahu sendiri kan ... lulus dari sana itu susah," Miranda menjawab sendiri dan menirukan gaya bicara Ayahnya yang sering di ulang-ulang ketika ia menanyakan Kakaknya.

"Miranda! Apa Papa menyekolahkan kamu untuk bersikap kasar seperti ini?" ucap Papanya meninggi.

Gadis itu mulai mengangkat wajahnya. Alis tebalnya mulai naik.

"Aku cuma tanya kabar Kak Briana. Aku nggak sedang membentak Papa." Suasana menjadi tegang.

"Harusnya kamu senang ... Papa dan Mama pulang hari ini. Bukan malah ngajak bertengkar."

Miranda menaikkan tanganya di meja.

"Miranda minta nomer hp Kakak."

Orang tua nya diam. Tidak menyahut.

"Randa. Jangan ganggu kakak kamu. Biar dia fokus," sahut Mama nya.

Miranda yang kesal dengan jawaban Mama nya. Ia pun melontarkan kalimat yang membuat mereka menganga.

"Fokus ngobatin diri di rumah sakit jiwa?itu kan, yang Mama mau bilang," Miranda menatap mata Mama nya. Mama nya terhenyak. Begitu pun dengan Papa nya.

"Maksud kamu apa, Mir?" tanya Papa nya yang masih kekeh menutup rahasia mereka.

Miranda menarik nafas dengan kasar. Ia muak dengan sandiwara orang tua nya.

"Miranda udah tau semuanya, Pa."

Kedua orang tua nya pun lebih kaget lagi.

"Kenapa Papa dan Mama tega, ngebuang Kakak di sana. Kenapa kalian tega berpura-pura seolah anak kalian baik-baik saja."

Mama nya meminum air yang terhidang di depanya. Wanita itu bingung harus menjawab apa. Papa nya pun menyahut.

"Papa lakuin semua itu demi kalian Mir. Kamu nggak tau dunia luar sana. Pencitraan itu penting. Kalau mereka sampai tau kakakmu gila. Pasti citra Papa jadi buruk."

Miranda cukup terpukul dengan jawaban Papanya.

Citra mungkin anak pertama mereka.

Miranda berdiri.

"Pencitraan yang sangat hebat. Sampai kalian tidak sadar. Kalau ada keluarga yang terluka karena kehilangan anaknya." Miranda menggebrak meja.

Mama nya pun kaget dengan sikap kasar Miranda.

"Miranda! jaga sikap kamu!"

Gadis itu membuang muka. Papa nya seperti memikirkan sesuatu.

"Papa pasti lupa kan. Dengan gadis yang sudah di bunuh kakak."

Papa dan Mama nya terhenyak.

"Miranda ... apa yang kamu bicarakan?"

"Papa nggak usah pura-pura. Sudah Miranda bilang! Miranda sudah tau semuanya! Papa dan Mama sudah menghapus rekaman CCTV itu."

Papa nya pun ikut berdiri. Suara bentakan mereka terdengar dari kamar para pembantu. Mereka hanya mendengarkan saja sambil ber istighfar.

"Papa lakuin itu semua. Demi kalian ... Papa nggak mau kakakmu masuk penjara ... Papa nggak mau citra keluarga yang sudah Papa bangun menjadi rusak dengan masalah sepele seperti itu."

Lagi-lagi Citra yang di bela.

Miranda sudah tidak mampu berkata-kata. Gadis itu cuma mengertakkan gigi-giginya. Yang ingin ia lakukan adalah ... membanting semua makanan yang ada di meja.

"Sepele?Oh ya. Miranda lupa. Yang kalian pedulikan kan hanya pencitraan. Bahkan demi pencitraan, kalian melindungi pembunuh. Menghancurkan kehidupan orang lain." Miranda benar-benar meluluh-lantahkan semua yang terhidang di meja. Semuanya jatuh. Pecah tak tersisa. Orang tua nya kaget melihat sikap anarkis gadis itu. Tapi mereka diam saja.

"Lihatlah ... suatu saat kalian juga akan merasakan bagaimana rasanya di hancurkan. Tuhan nggak tidur Ma, Pa. Kalian pasti akan dapat balasan."
****

Gadis itu berlari keluar dengan memanggul tas nya. Ia menyalakan mobil dan melesat pergi dengan kecepatan dasyat.

Sedangkan orang tua nya masih tidak mau di salahkan. Ia malah menganggap Miranda anak durhaka. Menghina Miranda yang masih bocah yang tidak tahu apa-apa. Itu memang sudah menjadi sifat mereka yang buta akan pencitraan dan tahta.
****


I Love You Ustadzah (Lengkap Dan Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang