Fourthy Two

4.1K 241 8
                                    

Tubuh Nuha sudah meronta-ronta ingin segera di istirahatkan. Namun gadis itu masih berkutat dengan fikiranya. Ia masih menerka - nerka, siapa dalang di balik kejadian buruk yang di alaminya akhir-akhir ini. Ia berfikir keras, apa yang menyebabkan orang itu sampai ingin membuat hidupnya hancur. Ia juga tidak merasa pernah menyakiti siapapun. Bahkan dengan murid - muridnya saja, ia tak pernah kasar baik secara lisan maupun non-lisan. Ia hanya kasar pada nyamuk dan juga suka membunuh cicak. Selebihnya ia tak pernah kasar pada mahluk lainya, termasuk kepada mahluk halus.

Matanya tak bisa menutup rapat. Pikiranya melayang kemana-mana. Ia juga selalu was-was. Menerka-nerka apa yang akan terjadi dengannya besok. Gadis itu hanya bisa pasrah pada Allah, yang mempunyai kuasa penuh terhadap hidupnya. Mungkin ada maksud lain dari Allah, memberikanya ujian seperti ini padanya. Ia hanya berhunudzon saja.
*****

"Pengumuman ... kepada Siswa yang memiliki berat badan di atas 80 kilogram, di mohon untuk datang ke ruang BK." Suara Ustadzah Maryam menggelegar melalui microphone, dan mulai mendarat di telinga para Siswa dan Siswi. Mereka pun bertanya dalam hati, kenapa Ustadzah Maryam memberi perintah yang lumayan aneh itu.

"Apa Ustdazah lagi nyari peserta Sumo?ngapain manggil cowok-cowok gendut ke ruang BK." Hanan kepo.

Fathan yang malas menanggapi pertanyaan konyol Hanan, cowok itu mengabaikanya. Ia lebih memilih fokus mengerjakan ulangan yang lumayan menguras otaknya kali ini. Cowok itu tidak bisa fokus belajar. Karena Miranda selalu menggangunya. Menyuruhnya ini dan itu. Bahkan ketika cowok itu sudah mau menutup matanya tengah malam. Gadis itu masih saja menelfonya, mengajaknya ngobrol yang menurutnya tidak penting. Kalau telpon dari gadis itu tidak ia angkat. Gadis itu akan menelponya hingga Fathan menyerah untuk mengangkatnya saja. Karena gadis itu akan menelponya seratus kali.

"Than, bantuin gue nomer lima dong, gue nggak bisa!" Hanan membisiki telinga Fathan.

Cowok itu menoleh, wajahnya terlihat masih mengantuk.

"Loe tanya aja sama si Siti, nomer itu gue nggak bisa."

Siti yang kebetulan tempat duduknya di depan Hanan, krudungnya di tarik sedikit oleh Hanan. Gadis itupun menoleh.

"Apa sih!" gadis itu melototkan matanya.

"Nomer lima."

"Apanya yang nomer lima?gue pilih nomer satu. Lebih berpengalaman."

Hanan menghela nafas berat.

"Nggak nyambung banget sih loe. Gue lebih baik malu dan sesat di jalan. Daripada gue harus tanya sama dia yang cuma bisa pasang alis mata doang."

Fathan tidak memperdulikan pertengkaran mereka.

Siti yang tidak terima menggebrak meja Hanan.

"Emangnya gue Google!, bentak gadis itu.

Pak Fikri, guru matematika mereka menegur.

"Siti!Itu kenapa meja di gebrak-gebrak."

Siti tak bisa berkutik ketika di tegur oleh Ustadz mereka. Dia hanya meringis saja.

"Itu Ustadz, Si Siti, nggak bisa ngerjain nomer lima, katanya dia lebih suka nomer satu, makanya sampai gebrak-gebrak meja," ucap Hanan menyelamatkanya

"Ya nggak usah gebrak-gebrak meja, cewek kok sadis," Ustadz itu masih duduk di tempatnya dengan raut wajah kesal.

"Totalitas Tadz, biar lebih berasa keselnya," jawab Siti sambil melebarkan senyumnya yang membuat yang lainya tertawa, kecuali Ustadz Fikri.

"Makanya belajar Siti. Nomer lima itu sudah saya ajarkan di pertemuan awal."

"Iya Tadz maaf," ucap Siti sambil melirik tajam Hanan, gara - gara Hanan, ia jadi di ceramahi oleh Ustadz Fikri. Yang di lirik malah tersenyum.

"Sudah jangan rame lagi, kasian temen kamu yang lainya tidak bisa fokus."

Gadis itu hanya menundukkan kepalanya. Ia berjanji akan membuang tas Hanan ke tempat sampah khusus basah setelah bel istirahat nanti.

Arwa yang sudah berjanji menjadi murid yang baik sejak dua hari yang lalu. Ia antusias mengerjakan soal-soal ulanganya. Meskipun ada beberapa nomer yang ia tidak bisa. Ia hanya menuliskan kembali pertanyaannya di kolom jawaban. Tak jauh beberapa bangku yang memisahkan Andre darinya.

Mata Andre tak bisa lepas dari gadis itu, ia memperhatikanya dari samping, mereka setiap hari berganti tempat duduk, untuk hari ini Andre duduk di lajur kiri pojok depan. Sedangkan Arwa ada di lajur paling kanan pojok paling depan. Jadi Andre dengan mudah mengawasinya. Kelas itu tersusun empat lajur tempat duduk. Cowok itu sampai lupa kalau ia sedang ulangan.

"Kamu lihat apa Andre?kamu liatin Arwa ya!," teriak Ustadz Fikri membuat kaget seluruh kelas. Ustadz itu melihat Andre dengan tatapan intimidasi.

Andre menggigit bibir bawahnya, ia sangat malu. Arwa juga malu dan senang. Gadis itu tertawa dalam hatu. GR nya berkuadrat. Sedangkan teman-temanya yang lain meng cie-ciekan mereka berdua. Kelas pun jadi rame. Tapi Ustadz Fikri berhasil meredamnya.

"Enggak kok Tadz, saya cuma memastikan mata saya bekerja dengan baik atau tidak, saya nggak tau kenapa Arwa jadi sangat cantik hari ini."

Jawaban Andre membuat kelas menjadi ramai kembali. Arwa semakin tersipu. Ustadz Fikri hanya menggeleng-geleng.

"Sudah-sudah, jangan rame lagi, Andre kamu kalau sudah selasai kumpulkan segera."

"Iya Tadz," Andre pun mengumpulkan lembar jawabanya sambil mengedipkan sebelah matanya pada Arwa.

"Andre, sudah ... jangan bikin baper anak orang melulu," Ustadz Fikri menegurnya. Tapi diam-diam Ustadznya itu tersenyum dalam hati, melihat cara Andre mendekati Arwa. Mengingat cara mendekati istrinya dulu dengan cara yang di lakukan Andre ketika masih kuliah.
****

Bel pun berbunyi. Mereka mengumpulkan lembar jawaban masing - masing. Banyak dari mereka yang tidak percaya diri bakal lulus KKM, standar lulus bidang study ini cukup tinggi, mereka harus mendapatkan nilai lebih dari delapan puluh.

Siswa yang berberat badan lebih dari delapan puluh Kg, sudah berdiri di ruang BK, ternyata Nuha tidak menemukan pelakunya. Semua murid yang berkumpul di sana, postur tubuh mereka sama sekali tidak mirip dengan pelaku yang tertangkap CCTV. Nuha meminta maaf pada mereka semua karena menggangu jam istirahat mereka, dan menyuruh mereka untuk kembali beristirahat.

"Apa mungkin orang itu menyamar menjadi siswa di sini?" tanya gadis itu dalam hati. Polisi juga belum memberinya kabar. Mereka belum bisa menangkap pelakunya. Mungkin masih di selidiki di TKP. Berbicara tentang TKP penculikan Arwa, gadis itu jadi ingat sesuatu. Ia baru menyadarinya. Ia menjadi sangat pusing memikirkan masalah ini. Meskipun ia belum punya cukup banyak bukti, ia sudah bisa menerka siapa pelakunya.

"Aku yakin pasti dia di balik semua ini. Tapi apa dia belum puas dengan apa yang di lakukanya terhadap kakakku!" gadis itu sudah mulai menitikkan air mata. Mengapa orang yang sudah berada di masalalunya kembali lagi dan ingin mengusik kehidupanya lagi. Menurutnya Abriana lah dalang di balik semua masalah yang ia hadapi saat ini.
****

Bel masuk pun sudah berbunyi. Hanan kaget. Tas nya tidak berada pada tempatnya.

"Siapa yang berani ngumpetin tas gue!"bentaknya pada semua mahluk di kelas itu. Teman-temannya masih sibuk mencari bocoran kesana dan kemari. Setelah istirahat ada PR Biologi yang harus di kumpulkan.

"Gue kira itu sampah, ya gue buang ketempatnya dong,"jawab Siti yang sudah duduk di bangkunya menggaruk telinganya dengan santai, ia puas dengan apa yang di lakukanya.

"TAS GUA DI TEMPAT SAMPAH!"cowok itu memekik di telinga Siti. Ia tidak peduli jika gendang telinga Siti pecah. Biar budeg sekalian. Ia kesal tasnya berada di tempat yang tidak enak. Padahal tas itu pemberian dari kakaknya. Ia kemudian memungutnya dan membersihkanya dengan mencuri paksa tisu Siti.
****

I Love You Ustadzah (Lengkap Dan Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang