Fourthy Eight

3.6K 233 3
                                    

Andre dan Arwa tak bisa mengikuti ulangan Kimia pagi ini. Mereka berdua di jemur bak dendeng. Mereka ketahuan memanjat Pohon beringin samping gerbang. Guna bisa masuk tanpa di hukum karena telat.

Sinar mentari membuat mereka mulai berkeringat. Rambut Arwa yang tertutupi kerudung, meronta-ronta. Minta segera di cuci karena kepanasan. Sensasi gatal juga harus ia tahan. Maklum saja rambutnya ketombean. Ia tengsin jika harus menggaruknya di depan Andre.

Andre yang tinggi menaunginya. Jadi Arwa tidak begitu kepanasan.

"Loe sih ... ide manjat pohon, jadinya kita mangkir di sini." Gadis itu mengeluh pada Andre.

"Tapi loe seneng kan gue ada di sini. Deket loe," goda Andre.

"Amit-amit deh." gerutu gadis itu. Meskipun hatinya sedang dangdutan karena dekat dengan cowok itu. Ia mengusap peluhnya yang berjatuhan. Andre mengeluarkan sapu tanganya.

Arwa tersenyum. Ternyata Andre peka banget. Tapi ia kemudian menyesal sudah memuji cowok itu. Karena sapu tangan itu Andre gunakan untuk mengelap sepatunya sendiri yang terkena lumpur ketika jatuh dari pohon tadi. Cowok itu kaget dengan teriakan Ustadzah Maryam. Lalu tubuhnya mendarat di lumpur. Sisa hujan kemarin.

Wajah kecewa Arwa segera move on. Karena setelah Andre mengelap sepatunya. Ia mengeluarkan tisu untuk Arwa. Senyum Arwa merekah.

Tuh kan ... gue di baperin lagi. Maksudnya apa sih ni cowok ... baik mulu sama gue.

Gadis itu lantas menerimanya dengan senang hati. Tapi ada yang pertanyaan yang sudah mengendap di hatinya. Ia ingin meminta kepastian pada Andre yang selama ini selalu bikin ia merasa ke GR  an nggak jelas. Ia ingin tau perasaan Andre yang sebenarnya.

"Ndre ... ," panggil gadis itu lirih. Lalat pun ikut menoleh.

"Apa?"

"Gue ... ," gadis itu tak berani melanjutkan.

"Gue mau bilang kalo loe ganteng. Apalagi dari samping. Iya, kan?" Andre membuat Arwa ingin menjitak kepalanya.

Arwa menghela nafasnya kasar. Padahal otaknya sedang berperang dengan perasaanya.

"Lisa tadi bawa kamus gede deh ... gue entar bisa minjem buat nimpuk pala loe," gerutu Arwa. Gadis itu sudah tidak mau melanjutkan kalimatnya lagi.

Mereka lantas terdiam. Memandang sang merah putih. Setelah beberapa detik Andre mengeluarkan suara.

"Gue suka bikin loe baper Wa."

Arwa terhenyak. Apa maksud Andre berkata seperti itu. Apa ia pikir. Dirinya itu ladang buat baper-baperan. Ia sungguh tidak terima. Jadi hanya ia yang menyukai cowok itu sendirian tanpa ada balasan dari Andre. Ia ingin menjerit rasanya.

Gadis itu hanya terdiam. Air matanya mulai terbendung. Ia mengingat-ingat semua perhatian Andre. Semua sikap Andre yang Arwa pikir cowok itu menyukainya ternyata semua itu cuma hoax. Oh no ... beruntung ia tidak menceritakan pada siapapun. Ia kesal dengan perasaannya sendiri.

Gadis itu masih diam seribu bahasa. Ia seperti di permainkan.
Memang cowok itu tak pernah menyatakan perasaanya pada Arwa. Tapi entah kenapa gadis itu merasa hatinya perih.

"Terus kalau loe baper. Loe jadi semakin suka sama gue." Aku cowok itu dengan santainya.

"Loe keterlaluan Ndre ... loe pikir gue suka di becandain kayak gini ... secara nggak langsung loe udah mainin perasaan gue, Ndre." air mata gadis itu tumpah. Kelopak matanya sudah tidak bisa menampung lagi air matanya.

Kenapa gue jadi kayak orang gila gini. Ingin rasanya ia berlari. Tapi jam hukumanya belum selesai.

Andre kaget melihat gadis itu menangis. Meskipun tangisan tidak bersuara.

"Terus kalo gue udah suka sama loe. Loe bisa se enaknya buat nyakitin gue?gitu maksud loe!" lirih gadis itu dengan sesenggukan. Hati Andre terasa di pelintir melihat air mata Arwa berjatuhan.

"Loe kok nangis sih Wa. Gue kan cuma bercanda."

Gadis itu meliriknya tajam. Berdecak kesal.

"KENAPA LOE SUKA BANGET BIKIN HIDUP GUE JADI BECANDAAN LOE. GUE BENCI SAMA LOE." Gadis itu berlari menuju kelasnya. Ia mengusap air matanya, supaya tak meninggalkan tanda tanya teman2nya ketika nanti ia di kelas.

Andre gusar bukan main. Cowok itu tak berniat membuat gadis itu menangis. Andre memang menyukai gadis itu. Tapi ia kesulitan untuk mengungkapkanya. Cowok itu mengejarnya.
****

Miranda yang menyadari kalau ia sudah keceplosan tentang rahasia kakaknya pada Fathan semalam. Meskipun sedikit. Ia segera menghampiri Fathan yang menuju kantin. Gadis itu selalu menggangunya ketika Fathan hendak memberi makan cacing di perutnya.

Gadis itu menariknya dengan paksa. Semua manusia di kantin itu menatap mereka. Gadis itu membawanya ke depan toilet. Disana sepi. Karena sebagian besar murid-murid pergi ke kantin mengisi perutnya masing-masing.

Fathan menarik tangannya. Ia sudah jenuh di perlakukan semena-mena oleh gadis itu.

"Awas ya kak. Kalau kakak sampai ngadu ke Ustadzah Nuha. Tentang apa yang aku bilang ke Kakak semalam." Gadis itu lagi-lagi mengancam Fathan.

"Emang kenapa kalau gue ngadu?apa selamanya loe bakal bikin hidup gue susah kayak gini. Gue udah nggak takut sama loe. Meskipun loe ngancem bakal nyebarin foto-foto itu. Gue bakal tanggung jawab. Meskipun gue ataupun Ustadzah bakal di keluarin. Gue nggak takut. Gue udah nggak mau lagi di bodohin macam alien kayak loe," jelas cowok itu dengan panjangnya.

"Okey ... jika itu mau kakak. Fine ... tunggu aja tanggal mainya." Gadis itu melenggang pergi. Dengan kesalnya ia menggedor pintu toilet yang di lewatinya. Tanpa menoleh lagi ke arah Fathan.

Dasar sinting.
****

I Love You Ustadzah (Lengkap Dan Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang