Twenty Two

5.7K 307 10
                                    

Kuingin tuhan menyalakan sepercik api untuk membakar rasa ini, merubahnya menjadi abu dan membiarkanya terbang bersama angin.

♡♡♡

~Fathan~

______________________________


Kini kakinnya menapaki tanah di mana dulu ia pernah bermain dengan kakaknya. Lima tahun yang lalu.

Tempat itu masih sama. Tetap saja berangin. Semak belukar tidak terlalu banyak tumbuh di sana. Hanya rerumputan yang sedikit memanjang.

Sebuah pohon rindang dengan ayunan yang sedikit menua. Sedikit berkarat. Ayahnya dulu yang memasangnya disana. Hadiah ulang tahun kakaknya dulu. Tak jauh dari ayunan itu, sebuah kursi panjang terbuat dari kayu juga terlihat renta karena lamanya waktu.

Di hadapanya terbentang luas sebuah danau. Kakaknya menamainya danau Kasih, karena tempat itu seperti saudara ketiga bagi mereka berdua, sering menghabiskan waktu disana. Sejak kecil. Bahkan ketika umur mereka sudah belasan tahun. Ya tentu saja mereka sering kesana, karena danau itu ada di belakang rumah.

"Malika mau jadi apa kalau sudah besar?" Nuha ingat Ayahnya menanyainya tentang cita-citanya. Ia masih berumur enam tahun. Sambil di ayun oleh Ayahnya ia menjawab,

"Malika pengen kelja di keleta ayah ...," celoteh Nuha yang masih belum begitu jelas berbicara.

"Malika pengen kerja apa di kereta?" tanya ayahnya lagi dan masih mengayun.

Ayahnya memang memanggil Nuha dengan nama Malika. Namun ketika dewasa, ayahnya memanggil nama depannya.

"Malika pengen ngambilin botol-botol di keleta ayah...," jawabnya polos.

Ayahnya hanya tertawa mendengarnya.

Kakaknya juga ikut tertawa mendengarnya. Nuha ingat ketika itu kakaknya bilang,

"Kalau kakak cita-citanya pengen jadi Polwan. Biar bisa melindungi ayah sama ibu dan juga Malika," ucapnya sambil tersenyum. Kakaknya itu duduk di rerumputan tak jauh dari adik dan ayahnya.

Tentu masih banyak kepingan-kepingan kenangan lainya, hanya kenangan yang tersisa.

Flashback berakhir....

Nuha mengusap air matanya. Kerudung Peachnya melambai lambai tertiup angin. Sudah hampir lima tahun ini pertama kalinya ia datang ke tempat itu lagi. Ia bukanya enggan untuk datang, tapi ia hanya takut hatinya kembali hancur karena mengingat kakaknya dengan mengenang tempat ini. Setelah sekian lama ia menata hatinya, rasa bersalah yang selalu menaungi hati perempuan itu.

"Aku rindu kakak!" Nuha berteriak dan tak peduli jika ada yang mendengarnya, toh tempat itu selalu sepi. Ia menangis sesenggukan, beristigfar berkali-kali, kemudian duduk di kursi tua itu, memandang danau dalam diam, menyandarkan kepalanya, menutup matanya pelan-pelan dan tertidur. Mungkin lelah setelah bersedih, tidak hanya hatinya yang perlu untuk istirahat tetapi juga raganya.

Tak jauh dari tempat Nuha mengistirahatkan tubuhnya. Berdiri seorang cowok. Sebuah palu ada di tanganya. Ia buka seorang Psyco, tapu ia pencinta berat Nuha.

I Love You Ustadzah (Lengkap Dan Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang