Fifthy Two

3.9K 248 9
                                    

Gadis berkerudung merah bermasker abu yang tengah duduk di belakang Fathan adalah Miranda. Gadis itu mencuri dengar apa yang tengah mereka bicarakan. Iya. Gadis itu mengikuti Fathan. Karena ia tau kalau Fathan akan mengadu pada Nuha.

Sebongkah penyesalan ia dapat. Setelah gadis itu mendengar semua cerita Nuha. Ia menjadi begitu merasa bersalah dengan perempuan yang di anggapnya sebagai musuh itu. Gadis itu sekarang tau. Bahwa kakak dan orang tuanya lah yang bersalah. Mereka lah yang berhati kejam. Membuat orang lain kehilangan orang yang di sayangi.

Merekalah yang merampas keadilan yang seharusnya di dapat oleh keluarga Nuha. Hati gadis itu serasa jatuh. Ia mengingat-ingat begitu banyak kesalahanya. Ia merasa, semua kesalahanya tak bisa di maafkan. Tangan gadis itu bergetar dengan sendirinya. Sulit menerima kenyataan jika kakaknya adalah seorang pembunuh. Orang tuanya, benar-benar tidak bisa di sebut sebagai orang tua. Dan dirinya sendiri ... entahlah ... kata apa yang pantas untuknya. Ia bagai menabur garam di atas luka orang lain. Ia terlalu terburu-buru menyalahkan orang lain.

Gadis itu segera berdiri. Meninggalkan mereka dalam diam. Mereka berdua sama sekali tidak menyadari. Jika ada seseorang yang nguping obrolan mereka. Gadis itu seakan tak mau lagi menginjakkan kaki di bumi. Ia sangat malu sekali dengan apa yang ia perbuat. Tanganya pernah melukai Nuha. Ia hampir saja mewarisi tangan seorang pembunuh seperti kakaknya. Kakaknya memang pantas di sana. Di tempat di mana kakaknya harus menerima balasan atas apa yang di perbuat.

Entah apa yang harus ia lakukan. Kesalahan yang ia perbuat sudah di ambang batas fatal. Terlebih ... gadis itu sudah mengirim semua foto Fathan dan Nuha di akun Facebooknya. Yang mana semua penduduk sekolah itu akan tau.

"Aku benar-benar hina dina, "gadis itu terduduk lesu. Gerimis membasahi tubuhnya.

Andai waktu dapat di ulang ....
Andai keluargaku bukan mereka ....
Andai aku ini bukan Miranda ....
Mungkin aku tak akan merasa bersalah seperti ini ....
Andai keluargaku membesarkanku dengan baik. Mungkin aku tak akan menjadi manusia kejam seperti ini.

Gadis itu jiwanya haus. Haus akan kasih sayang. Haus akan nasihat. Haus akan kepedulian orang tuanya yang ia ingin rasakan seperti anak-anak lain. Orang tua nya begitu sibuk dengan duniawi. Gadis itu hanya di suapi materi tanpa di ajarkan apa itu nurani.

Kata 'andai' berpendar-pendar dalam otaknya. Gadis itu berlari tanpa henti. Entah kemana kakinya hendak melangkah. Yang jelas ia ingin sendiri. Meskipun ia sudah terbiasa sendiri.
****

I Love You Ustadzah (Lengkap Dan Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang