Rasa ini tak pernah lapuk, meski tersiram oleh rasa ketidakpedulianmu, dan terbakar oleh teriknya kebencianmu terhadapku, dan apapun itu tak akan mampu mengubah rasa ini.
♡♡♡
~Miranda~
"Enggak maksud apa-apa. Miranda cuma cemburu aja liat kalian," kilah Miranda memalingkan wajahnya. Ia nampak menutupi sesuatu. Mungkin relungnya yang terluka pada kenyataan bahwa cowok yang ada di depannya saat ini sama sekali tidak menginginkanya.
"Miranda cuma ngiri aja sama Ustadzah Nuha. Kenapa Miranda nggak di lahirin jadi gurunya kak Fathan aja."
Fathan bernafas lega setelah mendengar jawaban gadis itu. Tetapi jantungnya masih berdegup keras. Sisa terkejutnya tadi. Ia takut sekali Miranda tau perasaanya pada Nuha.
Suasana kembali hening. Udara bertemankan angin masih saja dingin seperti sikap dinginya Fathan saat ini. Miranda ingin sekali sifat itu mencair menjadi hangat. Menjadi lelehan perhatian. Ia ingin Fathan memperlakukanya lebih dari sekedar adik kelas. Tapi sekarang yang ia dapatkan malah cowok yang di sukainya itu menganggapnya selerti virus yang harus di jauhi.
Bukan Miranda namanya kalau ia tak bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Miranda sangat menyukai Fathan. Tentu gadis itu akan berjuang keras untuk mendapatkan Fathan dengan cara apapun.
Miranda pertama kali bertemu Fathan ketika ia melihatnya menyelamatkan kucing yang terjatuh di sungai kecil yang letaknya di samping sekolah mereka. Ia melihatnya dengan antusias. Bahkan memotret kejadian itu tanpa sepengetahuan Fathan.
Memang Miranda bakat sekali menjadi Paparazi. Ketika itulah hatinya meleleh dan ingin sekali menjadi pacar Fathan.
"Kak. Bisa berhenti ke minimarket bentar nggak, Kak?" pinta Miranda sambil menarik-narik pelan jaket Fathan.
"Mau ngapain sih! bentar dikit juga nyampe," jawabnya kesal.
Miranda menghembuskan nafas berat. Padahal ia ingin buang air sebentar. Sebenarnya sih ... ia juga ingin berlama-lama dengan Fathan, tapi sayang Fathannya cuek dan ogah.
Mereka sudah sampai di pintu gerbang rumah Miranda. Rumah itu di pagari oleh pintu bercat putih, terbilang mewah dari luarnya. Gerbangnya begitu besar, rumah itu berlantai tiga. Seorang satpam membukakan pintu gerbang itu, dan akhirnya membuat Fathan melongo, terpana melihat rumah Miranda.
Rumah itu terlihat begitu megah, halamanya bisa di pakai untuk main kasti. Ada taman yang luas menyambut mereka sebelum memasuki pintu rumah Miranda, nuansa rumah itu senada dengan warna cat pintu gerbangnya.
Miranda turun dari motor.
"Kak. Enggak mampir dulu?" tanyanya antusias.
"Enggaklah. Ngapain juga," ketus Fathan.
"Rumah ini sepi kok. Cuma ada aku sama pembantu."
"Emang siapa yang nanya?!" Fathan beralih pada sepeda motornya yang akan ia nyalakan lagi.
"Aku cuma ngasih tau doang sih," ucap Miranda.
"Udah. Gue cabut dulu," Fathan menyalakan motornya kemudian.
"Ya udah, deh. Makasih ya kak. Udah dianterin. Lain kali main! Udah tau alamat Miranda, kan sekarang?," ucapnya sambil tersenyum manis. Itu senyum langka, yang tidak sembarang cowok bisa mendapatkanya dari Seorang Miranda.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Ustadzah (Lengkap Dan Revisi)
RomantikLebihkan cintamu hanya untuknya, bukan pada ciptaanya yang belum tentu adalah taqdirmu ~Nuha~ Cinta itu sederhana, tapi untuk melupakanya tak sesederhana itu 1 in Membaca 5 in Pesantren (Sabtu, 22 Sept...