Thirthty one

4.6K 245 2
                                    

Murid-murid Nuha sudah berkumpul di kelas. Murid yang mendapat peran di drama itu sudah memakai kostumnya masing masing.

"Lisa, Arwa kok belum datang ya?sudah hampir pukul sepuluh,"tanya Nuha gusar pada salah satu teman satu geng Arwa.

"Enggak tau juga Us. Dia enggak ngasih kabar saya sama sekali. Sudah saya Wa juga centang satu, anaknya nggak on," Lisa juga tampak panik.

Andre yang dari tadi mondar- mandir menghubungi Arwa tak menemukan hasil. Ponsel gadis itu tidak aktif, dan semakin membuatnya hawatir. Ia takut terjadi sesuatu pada gadis itu. Tidak biasanya gadis itu terlambat berangkat sekolah, apalagi untuk acara penting seperti ini.

"Us, nomer Arwa tidak aktif, dan orang tuanya juga bilang kalau Arwa sudah berangkat jam delapan pagi tadi. Saya mau susul dia, mungkin nanti bisa saja saya papasan dia di jalan," pinta Andre pada Nuha. Wajah gusarnya kentara sekali.

Jarak antara rumah dengan sekolah mereka terasa 50 km, jika mereka naik becak. Satu jam jika di tempuh dengan naik motor. Mana mungkin Arwa bisa hampir dua jam belum sampai di sekolah, kecuali kalau gadis itu naik becak, mungkin ia bisa memaklumi.

Lagi pula hari ini jalan raya fine-fine saja. Tak ada demo, tak ada banjir, tapi tetap ada polusi. Andre semakin memikirkan hal-hal buruk yang mungkin menimpa gadis itu. Ia ingin berteriak saja.

Nuha menarik nafas berat. Menuruti permintaan muridnya itu. Ia juga sedang mencari jalan keluar untuk masalah ini.

"Apa mungkin ini ada kaitanya dengan seseorang yg dulu mengunciku dan juga seseorang yang mengambil buntalan plastik itu. Ini terasa aneh," batinya berkata setelah Andre beranjak pergi.

Nuha bersandar di samping pintu, berkutat dengan pikiranya sendiri. Sedangkan lainya juga gusar berjama'ah.

"Ustadzah," panggil Fathan.

Nuha menoleh, mencari sumber suara. Fathan datang dari koridor kelas.

"Iya,Than. Kenapa?"

"Sepertinya kita akan terlambat tampil jika Arwa belum datang sampai sekarang. Rumahnya juga cukup jauh dari sini."

Ustadzahnya itu juga bingung untuk mengambil keputusan. Pemain utama mereka belum datang dan tak ada kabar. Ia lebih hawatir dengan muridnya yang tiba-tiba menghilang itu.

"Sebenarnya ada yang ganjil tadi pagi, kamu tau kan kalau kemarin Ustadzah membawa kostum itu pulang?" Nuha berucap pelan. Gadis itu memang agak menjauh dari murid-muridnya yang berjubel di depan kelas, duduk di pinggiran depan kelas mereka.

Muridnya itu mengangguk.

"Ustadzah menaruh buntalan kain bekas di aula. Dan membawa kostum kalian pulang. Tapi pagi Andre bilang kalau buntalan yang plastiknya mirip dengan buntalan kostum kalian itu hilang. Ustadzah menukarnya dengan buntalan kain bekas."

Fathan berpikir sejenak. Ia juga merasakan keanehan atas apa yang Nuha tuturkan.

"Mungkinkah ada orang yg sengaja melakukanya?" Fathan mendengus sebal.

"Ustadzah juga kurang yakin. Tapi kemarin Ustadzah sengaja menukar buntalan itu, dan ternyata benar ... ada yang mengambilnya. Us hawatir menghilangnya Arwa mungkin bisa jadi ada hubunganya dengan orang yg mengambil buntalan itu."

Fathan tampak berfikir keras. Tapi semenit kemudian, terlintas ide di otaknya.

"Ustadzah tenang saja. Semua bakal baik-baik aja. Saya akan ikut mencari Arwa, tp saya pergi dulu Us."

Muridnya itu lantas pergi. Nuha hanya mengerutkan alis. Semenit kemudian muridnya itu membawa Hilya, dengan noda saus di tepian bibirnya.

Nuha memperhatikan mereka saksama.

"Kak ... loe kan udah jago sandiwara. Please!bantuin kita,"pinta Fathan sambil menyeret Hilya yang membawa plastik berisi pentol yang banyak sambalnya.

"Haduh, Than ... jangan kenceng-kenceng nariknya!"

Nuha yang heran pun angkat bicara.

"Fathan ... kamu bawa Hilya kemari untuk apa?dia pasti juga repot di kelasnya. Dia juga di butuhin disana. Lagi pula Hilya tidak punya waktu banyak untuk hafalin semua skripnya," tutur Nuha yang tidak setuju dengan ide Fathan.

"Ini ada apa sih Us sebenarnya? Fathan tuh ada orang makan pentol main samber tangan saya aja." Gadis itu melanjutkan sesi makan pentolnya. Ia juga menawari Nuha, biar tidak tegang. Nuha menolak dengan sopan.

"Arwa pemain utama kita tiba-tiba nggak ada kabar kak. Kakak kan paling jago buat main drama tanpa skrip. Jadi tolongin kita, Kak!" Fathan memasang wajah seriusnya dan membuat Hilya tersenyum memikirkan sesuatu.

"Tenang aja, Kak. Entar kalo loe mau dan sukses bawain karakter Arwa. Gue traktir sampe perut loe mules. Susu kotak UHT satu dus juga gue bakal beliin."

"Tau aja sih. Oke saya mau Us," jawab gadis itu sambil menampilkan senyum kebahagiannya.

Nuha tidak yakin apakah kakak dari muridnya itu bisa di andalkan atau tidak. Tapi apa salahnya mencoba. Lagi pula Arwa belum datang sampai sekarang, dan Andre tidak juga memberi kabar.

"Kalau gitu Ustadzah akan pandu kamu. Satu jam kira kira cukup tidak untuk kamu menguasai karakter Arwa?"

"Tenang Us. Hilya udah di critain Fathan kok kemarin. Tentang Legenda Batu nangis kan. Hilya udah sering juga kok main tanpa skrip," kekehnya yang tidak mau satu dus susu UHT nya hilang.

Nuha mengangguk lalu menunjukkan skrip pada Hilya. Ia juga menyuruh murid-murid mereka berlatih lagi hingga jam tampil datang.

Sedangkan posisi Fathan di ambil alih oleh Nuha. Fathan mendapat telpon dari Andre untuk membantu mencari Arwa. Ustadzahnya itu juga sangat hawatir dengan Arwa, dan juga berjanji akan ikut mencari Arwa setelah murid mereka tampil.

Tapi ... setelah MC memanggil kelas mereka. Ada pesan masuk di phone cell Nuha
Ada pesan gambar masuk di sertai pesan.

"Muridmu ada di sini sayang ... ku tunggu sepuluh menit dari sekarang, tinggalkan semua dan datanglah sendirian."

From: o8510xxxxxxxxxxx

Itu adalah foto Arwa di bekap di tempat dimana hanya Nuha yang tau dimana tempat itu. Nuha tercengang dan beristighfar berkali-kali, tanganya gemetar. Ia menutup bibirnya rapat rapat
Ia seperti teringat masa lalunya yang mengerikan.

Perempuan itu berusaha keras menenangkan hatinya, dan mencoba mencari jalan keluar. Ia tak boleh lemah saat ini, muridnya membutuhkanya.

Tanpa berfikir panjang. Ia setengah berlari menuju Hanan yang komat-kamit melafalkan teks nya. Cowok itu pun ikut terheran-heran dengan sorot panik Nuha.

"Hanan." Nuha menarik nafas. "Tolong Ustadzah."

"Saat ini Ustadzah harus pergi. Tolong kamu urus acara drama ini. Ini darurat. Ustadzah nggak bisa ngasih tau kalian dulu. Ustadzah minta tolong sama kamu."

Hanan ikut panik melihat kegusaran wajah Nuha. Ia lantas memgiyakan saja perintah Nuha. Cowok itu yakin, ia bisa membuat acara itu berjalan lancar meskipun tanpa ada teman-temanya seperti Andre dan Fathan, dan juga Ustadzahnya yang akan segera pergi.

Nuha segera menghilang dan tanpa pamit dengan guru guru lain karena mencemaskan nasib Arwa, ia yakin Hilya dan Hanan bisa di andalkan untuk organize persiapan drama ini yang beberapa menit lagi akan tampil.

Perempuan itu setengah berlari menuju parkiran dan sedikit kesulitan mengeluarkan sepedah motornya. Ia lupa bahwa hari ini haul sekolahnya, yang tentu banyak motor yang juga parkir di sana. Beruntung tak ada guru lain yang menanyainya macam-macam.
****

Di ujung belakang sekolah yang sudah lama di tutup itu. Arwa di bekap di sana. Kaki dan tangannya di ikat dan di duduk kan di sebuah kursi.

Gadis itu masih tak sadarkan diri. Sedangkan percikan bensin mengitarinya membentuk lingkaran, dan ia tepat berada di tengahnya. Laki - laki yang membawanya tadi yang melakukanya.
****

I Love You Ustadzah (Lengkap Dan Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang